Dumai, Kota Industri Yang Menunjang Tol Laut

Posisi strategis Dumai yang berada di kawasan lintas perdagangan internasional Selat Malaka, menjadikan wilayah ini tumbuh pesat. Apalagi dengan dibangunnya jalan Tol Pekanbaru – Dumai yang terkoneksi dengan trans Sumatra, menjadikan wilayah industri ini mempunyai daya saing.  Bagaimana prospeknya ke depan?

Wilayah Dumai dinilai strategis dan memiliki arti penting untuk mendorong kemajuan sektor maritim nasional. Sektor ini mampu dijadikan tumpuan ekonomi Indonesia di masa depan. Rencana pemerintah pusat menempatkan sejumlah proyek nasional dan tol laut di Dumai. Kondisi ini merupakan anugrah bagi Riau dan harus disikapi dengan lebih meningkatkan jasa dan pelayanan di kepelabuhanan secara efektif dan efisien.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, potensi maritim Kota Dumai perlu dikembangkan untuk memicu pertumbuhan ekonomi nasional dan pendapatan daerah. “Pengembangan potensi maritim di daerah merupakan bagian penting guna mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara poros maritim,” ungkap Carmelita dalam sebuah seminar bertema Kota Dumai dalam lintasan Poros Maritim Indonesia, Oktober 2016.

Kawasan Dumai sangat strategis untuk dijadikan kawasan pengembangan perdagangan internasional, karena Dumai berada di kawasan lintas perdagangan internasional Selat Melaka. Sejak beberapa tahun Kotamadya Dumai telah mengajukan usulan sebagai kawasan perdagangan bebas/Free Trade Zone. Pemerintah RI sedang menyempurnakan produk hukum yang disebut UU kawasan FTZ.

Kota Dumai memiliki keunggulan sebagai salah satu kota di Provinsi Riau yang berpeluang untuk memanfaatkan potensi pengembangan pelabuhan laut, di mana Dumai berada pada posisi lintas perdagangan internasional Selat Melaka yang dikelola oleh Pelindo dan beberapa pelabuhan rakyat. Pelabuhan di Dumai telah dibangun sebagai pelabuhan penghubung untuk kegiatan ekspor impor, begitu juga para penumpang yang ingin menuju ke Malaka – Malaysia.

Sejauh ini PT Pelindo I (Persero) terus mengoptimalkan pelabuhan di Kota Dumai, Provinsi Riau, sebagai pelabuhan ekspor komoditas kelapa sawit terbesar di Pulau Sumatera, untuk bisa menyerap potensi ekspor minyak sawit mentah di Riau yang mencapai sekitar 13 juta ton per tahun.

“Pada tahun 2018 Pelabuhan Dumai akan melakukan investasi cukup besar pada peningkatan fasilitas pelabuhan curah cair minyak kelapa sawit mentah atau CPO. Fasilitas loading point curah cair akan dilakukan penambahan, dari semula hanya mampu memompa 200-300 ton per jam akan terus ditingkatkan menjadi 500 ton per jam,” kata GM Pelabuhan Pelindo I Cabang Dumai Djuhaery di Dumai, baru-baru ini

Optimalisasi tersebut diyakini Djuhaery akan makin mengukuhkan pelabuhan di pesisir Riau itu sebagai yang terbesar untuk pelayanan ekspor CPO di Sumatera. Pelabuhan Dumai melayani ekspor CPO hingga sekira enam juta ton per tahun, jauh lebih besar ketimbang Pelabuhan Belawan di Provinsi Sumatera Utara yang melayani sekitar 3,5 juta ton per tahun.

Pelindo melakukan optimalisasi karena menilai bisnis pelabuhan curah cair di Riau sangat prospektif, dengan potensi ekspor CPO kini mencapai sekitar 13 juta ton per tahun dan berpeluang untuk meningkat. Pelabuhan Pelindo I Cabang Dumai baru bisa menyerap setengahnya, dan sisanya diekspor oleh pelaku bisnis sawit yang membuat pelabuhan sendiri, sebagaimana dikutip dari wartaekonomi.co.id.

Pelabuhan Pelindo I Dumai memiliki tiga dermaga, antara lain Dermaga A sepanjang 350 M untuk general cargo dan pelabuhan penumpang. Dermaga B sepanjang 500 M untuk loading curah cair dan angkut CPO, dan Dermaga C sepanjang 400 M selain untuk kapal kontainer juga untuk komoditi curah kering. Djuhaery mengatakan, khusus untuk Dermaga C, pihaknya menggelontorkan investasi hingga Rp100 miliar untuk menambah jumlah mobile crane hingga peningkatan fasilitas lapangan penampungan peti kemas.

Sebagai kota Industri di Dumai terdapat lima kawasan industri yakni Kawasan Industri Pelintung, Kawasan Industri Lubuk Gaung, Kawasan Pengembang Pelabuhan Terpadu(KPPT), Kawasan Pelabuhan (Pelindo I) dan Kawasan Industri Pengolahan Migas (Pertamina Reg II dan Chevron).

Pengembangan kawasan industri Kota Dumai diarahkan ke kawasan industri Pelintung dan kawasan industri Lubuk Gaung. Yang membanggakan dari kawasan industri Dumai ada di Pelintung. Kawasan ini memperoleh beberapa penghargaan nasional dan internasiolanl tentang industri hijau, di kawasan yang berada di Kecamatan Medang Kampai luasnya mencapai 3.829 Hektar, terdapat 10 perusahan industri dan salah satunya adalah pabrik pupuk NPK (Nitrogen Phosfat Kalium) terbesar di Asia Tenggara.

Saat ini Kota Dumai memiliki sekitar 105 perusahaan baik yang bermodal asing (PMA) maupun modal dalam negeri (PMDN). Besarnya perkembangan sektor investasi dan industri ini merupakan bentuk kepercayaan investor dalam berinvestasi.

Di sana telah dibangun satu dermaga ekspor yang dapat bersandar tiga kapal tanker untuk sekali sandar. Selain itu juga, tersedia kawasan cadangan industri seluas 1.290 Hektar. Untuk di kawasan industri Lubuk Gaung terdapat 9 perusahaan industri dengan luas 1.773 Hektar.

Tumbuh pesatnya Kota Dumai menjadi kota industri berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, pertumbuhan Kota Dumai mencapai 8,75 persen dan menjadi yang tertinggi di Riau yang hanya 6,5 persen.

Badan Pendapatan Daerah Kota Dumai mengklaim hingga 19 Desember 2017 sudah meraih realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Dumai sebersar Rp 1.1 triliun atau 84,92 persen.  Dari total tersebut bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain – lain yang disahkan sebesar Rp 219.811.284.880 atau 96,27 Persen.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2017, sebagai perubahannya Perpres Nomor 3/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), disebutkan bahwa ada 11 PSN yang ada di Riau. Dari jumlah itu, yang berhubungan langsung dengan wilayah Dumai adalah Jalan Tol Pekanbaru – Dumai dan kawasan industri Dumai.

pembangunan Jalan tol Pekanbaru – Dumai

Proyek pembangunan Jalan Tol Pekanbaru – Dumai ini sepanjang 131 km. Presiden Jokowi menilai proyek tersebut bakal rampung di 2019. Jalan Tol ini memiliki 6 seksi dan merupakan salah satu ruas Tol Trans Sumatera terpanjang yang membentang di dalam satu Provinsi. Panjangnya yang mencapai 131 km menyambungkan wilayah Rumbai di Pekanbaru menuju Dumai yang jarak tempuh biasanya mencapai 195,9 km.

Berdasarkan data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), seksi awal Jalan Tol yang dibangun oleh Hutama Karya ini dimulai dari Pekanbaru, arah Rumbai ke wilayah minyak di Minas sepanjang 9,2 km. Kemudian bersambung dari Minas ke Petapahan sepanjang 23,6 km. Di seksi 3, dari Petapahan menuju Kandis Utara sepanjang 17,45 km. Tiba di Kandis Utara, Tol Pekanbaru-Dumai menyisakan 3 seksi lagi atau 81,23 km lagi menuju Dumai. Seksi 4 dimulai dari Kandis Utara menuju Duri Selatan sepanjang 28,95 km. Disambung 27,23 km lagi dari seksi 5 menuju seksi 6 di Duri Utara. Seksi terakhir menyambungkan Duri Utara hingga Dumai sepanjang 25,05 km. Ada pun nilai investasi dalam pembangunan jalan Tol Pekanbaru – Dumai sepanjang 131 km ini mencapai Rp. 16,211 triliun.

Keberadaan Jalan Tol ini diharapkan akan meningkatkan dan memudahkan akses Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau sekaligus kota bisnis dan Dumai sebagai kota pelabuhan, dengan industri perminyakan yang maju, dan agribisnis. Jalan Tol ini juga akan mengintegrasikan konektivitas kawasan, memperlancar arus distribusi barang dari pusat industri ke berbagai wilayah di Sumatera. Pasalnya, jalan tol Pekanbaru – Dumai ini, terkoneksi dengan jalan tol Trans Sumatra dari Lampung – Banda Aceh.

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman  berharapan pada mega proyek itu. Menurutnya Jalan Tol Pekanbaru – Dumai akan mengubah wajah Riau ke depan.”Mudah-mudahan Riau akan memberi kontribusi yang lebih banyak lagi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, karena dengan jalan tol ini akan banyak yang bisa kita buat dalam rangka meningkatkan daya saing daerah,” kata Andi Rachman.

Sementara Direktur Bisnis Pelindo I, Syahputra Sembiring mengatakan, saat ini Dumai sudah menangani petikemas, walaupun  masih kecil. Pelabuhan itu telah dilengkapi Harbour Mobile Crane (HMC) untuk bongkar muat petikemas dan CY (container yard) untuk penumpukan petikemas. “Kita juga sudah bangun jembatan Sungai Dumai untuk mengantisipasi tol yang akan dibangun,” kata Syahputra. Jadi, lanjutnya, secara prinsip Dumai sudah siap menangani pertumbuhan petikemas.

Adapun keberadaan Pelabuhan Perawang, setelah Dumai dibangun terminal petikemas, pelayaran diyakini akan memilih Dumai yang tidak mengenal pasang surut ketimbang lewat Perawang yang melalui sungai.

Namun, Syahputra mengatakan Perawang justru bisa berperan sebagai pelabuhan pengumpan untuk Dumai. “Bila volume barang terbatas pasti pengguna jasa tetap menggunakan Perawang,” tuturnya. Apabila volume barang dalam jumlah besar, menurut dia, pengguna jasa akan menggunakan Pelabuhan Dumai.

Peluang pengembangan Pelabuhan Dumai akan mendukung kinerja industri pelabuhan di Riau, karena ada megaproyek rel kereta api dan jalan tol Sumatera menuju Kota Dumai. Kedua proyek itu akan mempercepat distribusi barang manufaktur yang menggunakan petikemas. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian daerah. [] yt