Instrumen Lindungi Jemaah Umrah Dari Travel Nakal

Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 diapresiasi berbagai pihak sebagai instrumen melindungi jemaah umrah dari travel nakal. Dari peraturan ini, travel umrah makin ketat pengawasannya dan tidak seenaknya menawarkan paket murah yang tidak masuk akal dan berpotensi merugikan masyarakat.

Puluhan ribu calon Jemaah umrah gagal berangkat akibat ulah sejumlah travel umrah nakal. Padahal mereka sudah membayar lunas biaya yang harus di keluarkan. Fenomena seperti ini  membuat masyarakat resah atas kejadian itu. Bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi” bola salju” bila tidak diantisipasi segera oleh pemerintah.

Pemerintah harus segera hadir dalam menangani kasus itu. Pasalnya, masyarakat perlu kepastian agar dana yang dikeluarkan untuk ibadah umrah dapat benar-benar mengantarkannya ke tanah suci. Kehadiran pemerintah dalam menangani kasus-kasus travel umrah nakal menjadi suatu keniscayaaan di tengah kebutuhan masyarakat atas ibadah umrah terus meningkat dari waktu ke waktu.

Provinsi Riau, misalnya,  merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya antusias melaksanakan ibadah umrah dan ibadah haji. Namun ironisnya, kini di beberapa wilayah Indonesia banyak terjadi penipuan yang dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji Khusus (PPIHK). Bahkan korbannya mencapai puluhan ribu dan kerugiannya diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

Sementara menurut Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau harus melakukan antisipasi agar penipuan oleh PPIU dan PPIHK tidak terjadi kembali, dengan meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan PPIU dan PPIHK.

Tak pelak lagi, Maret lalu Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Peraturan ini mengatur rangkaian kegiatan perjalanan ibadah umrah di luar musim haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau penyelenggara perjalanan ibadah umrah.

Peraturan Nomor 8 Tahun 2018 itu menggantian PMA No 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Menurut Direktur Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Nizar Ali, regulasi baru itu diberlakukan untuk membenahi industri umrah. Sebab saat ini ibadah umrah semakin diminati umat Islam, sehingga berkembang menjadi bisnis yang besar.

Data yang dimiliki kementerian Agama, selama setahun rata-rata jemaah umrah asal Indonesia mencapai hampir satu juta jemaah setiap tahunnya. Untuk itu, kata Nizar, diperlukan aturan baru mengenai umrah. Dari sisi model bisnis, misalnya, ada kewajiban bagi penyelenggara ibadah umrah mengelola umrah dengan cara berbasis syariah.

“PMA Nomor 8 Tahun 2018 harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Apabila terdapat satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama RI yang tidak berkinerja baik dalam melaksanakan PMA tersebut, maka pelaksanaan PMA tersebut dapat dipastikan tidak mencapai tujuan yang ditetapkan,” ujarnya di sela-sela Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi VIII DPR RI bertemu Kakanwil Kemenag Wilayah Provinsi Riau beserta jajaran, baru-baru ini, sebagaimana dikutip dari dpr.go.id.

Sementara dalam aturan baru terkait umrah, kata Nizar, terdapat sejumlah hal penting. Dari sisi model bisnis, ada kewajiban bagi PPIU untuk mengelola umrah dengan cara yang halal atau berbasis syariah. Tidak boleh lagi ada penjualan paket umrah menggunakan skema ponzi, sistem berjenjang, investasi bodong, dan sejenisnya yang berpotensi merugikan jemaah.

“Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah bukanlah “bisnis” sebagaimana umumnya. Umrah adalah ibadah. Karenanya, pengelolaan perjalanannya harus benar-benar berbasis Syariah,” tegas Nizar dalam siaran pers Kementerian Agama Maret lalu.

Sehubungan dengan itu, melalui regulasi pemerintah,  izin penyelenggaraan umrah akan diperketat. PMA mengatur keharusan diterapkannya prinsip-prinsip syariah dalam asas penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Ini disebabkan banyak indikasi bisnis umrah dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariah, misalnya penjualan dengan skema ponzi, penggunaan dana talangan yang berpotensi menjerat jemaah, dan lain-lain.

Selain itu, izin menjadi PPIU hanya akan diberikan kepada biro perjalanan wisata yang memiliki kesehatan manajemen dan finansial, tidak pernah tersangkut kasus hukum terkait umrah, taat pajak, dan tersertifikasi. Secara berkala PPIU akan diakreditasi oleh lembaga yang ditunjuk Kemenag.

Beleid ini juga memuat tentang patokan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) atau harga referensi disertai standar pelayanan minimum (SPM). “Hal ini sebagai acuan bagi masyarakat dalam menimbang tawaran paket umrah dari PPIU,” terang Nizar.

Hal lain yang diatur adalah soal mekanisme pendaftaran jemaah. Sebelumnya, rekrutmen jemaah dilakukan secara bebas tanpa melapor kepada Kemenag selaku regulator. Sekarang, pendaftaran harus dilakukan melalui sistem pelaporan elektronik dengan pembatasan keberangkatan paling lama enam bulan setelah tanggal pendaftaran dan paling lama tiga bulan setelah pelunasan. Melalui sistem yang terpusat ini, Kemenag berharap lebih efektif mengawasi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Selain itu, Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota lebih dilibatkan sejak proses perizinan hingga pengawasan PPIU. “Dengan regulasi ini, kami berharap penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah akan semakin baik dan jemaah makin terlindungi,” tandasnya.

Penerbitan regulasi baru ini melengkapi sikap tegas Kemenag terhadap PPIU nakal. Hari ini juga, 27/3, Kemenag mencabut izin operasional empat pelaku bisnis umrah yang bermasalah. Keempatnya adalah PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours) yang berdomisili di Makassar, Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung, Mustaqbal Prima Wisata di Cirebon, dan Interculture Tourindo di Jakarta. “SK pencabutan telah disampaikan kepada masing-masing pihak melalui Kanwil Kemenag setempat,” tegas Nizar

Pencabutan terhadap Abu Tours, SBL dan Mustaqbal Prima Wisata dilakukan karena mereka telah terbukti gagal memberangkatkan jemaah. Sedangkan Interculture dicabut karena tidak lagi memiliki kemampuan finansial sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah setelah bank garansinya disita pihak kepolisian terkait kasus First Travel (FT). Interculture adalah PPIU yang berafiliasi dengan FT.

sumber: Sumeks.co.id

Di samping itu Kementerian Agama (Kemenag) menerapkan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SIPATUH). Ini adalah layanan berbasis elektronik (web dan mobile) yang dikembangkan Kemenag. Keberadaan SIPATUH diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dan haji khusus.

Prinsip dasar kerja SIPATUH adalah memberikan ruang bagi jemaah untuk dapat memantau rencana perjalanan ibadah umrahnya, sejak mendaftar hingga sampai pulang kembali ke Tanah Air.

Untuk itu, SIPATUH memuat sejumlah informasi, di antaranya: a) Pendaftaran jemaah umrah; b) Paket perjalanan yang ditawarkan PPIU; c) Harga paket; d) Pemantauan penyediaan tiket yang terintegrasi dengan maskapai penerbangan; e) Pemantauan akomodasi yang terintegrasi dengan sistem muassasah di Arab Saudi; f) Alur pemesanan visa yang terintegrasi dengan Kedutaan Besar Saudi Arabia; g) Validasi identitas jemaah yang terintegrasi dengan Dukcapil; dan h) Pemantauan keberangkatan dan kepulangan yang terintegrasi dengan Imigrasi.

Melalui SIPATUH, jemaah akan memperoleh nomor registrasi pendaftaran sebagai bukti proses pendaftaran yang dilakukan sesuai peraturan. Artinya, proses akhir pendaftaran adalah keluarnya nomor registrasi umrah (sejenis nomor porsi dalam pendaftaran ibadah haji).

Dengan nomor registrasi ini, jemaah dapat memantau proses persiapan keberangkatan yang dilakukan oleh PPIU, mulai dari pengadaan tiket, pemesanan akomodasi, hingga penerbitan visa. Saat ini, SIPATUH sedang dalam tahap uji coba sampai dengan 31 Maret 2018 dan akan aktif diberlakukan per April 2018 setelah diresmikan Menteri Agama.

Menanggapi PMA N0. 8 Tahun 2018, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) mengapresiasi langkah pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas terbitnya peraturan tersebut. Pemerintah sudah tepat dan bukti bahwa negara hadir untuk melindungi umat. “Kita ketahui terjadi beberapa kasus biro perjalanan umrah yang gagal memberangkatkan jemaahnya karena berbagai alasan. Padahal para jemaah sudah membayar biaya perjalanan yang cukup besar untuk ibadah umrah,” kata Sekretaris Umum Bamusi, Nasyirul Falah Amru dalam keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com.

Menurut Falah, satu lagi hal yang penting pada revisi PMA Penyelenggaraan Perjalanan Umrah tersebut yakni larangan biro travel penyelenggara umrah menggunakan dana jemaah untuk kepentingan bisnis lainnya.

Seperti diketahui, kata dia, biro perjalanan umrah banyak bermasalah dikarenakan menggunakan uang jemaah yang seharusnya dibayarkan untuk akomodasi malah menggunakannya untuk kepentingan bisnis lain atau kongsi Multi Level Marketing (MLM).

Sementara menurut Peneliti haji dan umrah Dadi Darmadi menilai, terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah ini bisa menjadi acuan pemerintah untuk menindak tegas biro travel umrah nakal. “Revisi PMA yang baru terkait umrah patut diapresiasi, di tengah marak kasus biro travel umrah nakal,” kata Dadi dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, akhir Maret lalu, sebagaimana dikutip dari tirto.id.

Lebih lanjut ditambahkan, Peraturan yang menjadi pengganti peraturan serupa yang terbit pada 2015 ini, menurut Dadi, masih ada beberapa kelemahan. Dia memandang revisi PMA itu belum menyentuh nasib para jemaah yang dirugikan. Sejauh ini memang ada empat perusahaan travel yang dibekukan. “Tapi bagaimana dengan nasib para jemaah yang terindikasi gagal berangkat. Ada ratusan ribu orang dan jumlah dana jemaah lebih dari Rp2 triliun yang terancam hilang ditipu pengusaha nakal. Itu terjadi hanya dalam tempo satu tahun,” katanya.

Sementara untuk menghindari “perang harga” di kalangan travel umrah, PMA N0.8 tersebut sudah mengaturan masalah referensi harga perjalanan ibadah umrah. Pada pasal 10 ayat 1 disebutkan Menteri menetapkan BPIU (Biaya Perjalanan Ibasdah umrah) Referensi secara berkala sebagai pedoman penetapan BPIU.

Kementerian Agama telah menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi (BPIU Referensi) sebesar Rp 20 juta. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No 221 tahun 2018 tentang BPIU Referensi.

Menurut Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim, BPIU Referensi akan menjadi pedoman Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pengawasan yang dilakukan utamanya terkait layanan yang diberikan kepada jemaah umrah yang harus memenuhi standar pelayanan minimal. “BPIU Referensi menjadi pedoman pengawasan, klarifikasi, sekaligus investigasi terkait harga paket umrah yang ditawarkan PPIU,” ujarnya.

Bagi PPIU, BPIU Referensi juga bisa digunakan sebagai acuan dalam menetapkan harga paket sesuai standar pelayanan minimal. Sebab, PPIU dalam menetapkan biaya umrah memang harus sesuai standar pelayanan minimal. “Bagi masyarakat, BPIU Referensi berguna sebagai acuan dalam menimbang harga paket yang ditawarkan PPIU,” tandasnya.

Biaya referensi ini, lanjut Arfi, dihitung berdasarkan standar pelayanan minimal jemaah umrah di Tanah Air, dalam perjalanan, selama di Arab Saudi. Untuk transportasi, dihitung dari Bandara Soekarno Hatta ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Bandara Soekarno Hatta. “BPIU Referensi bukan biaya minimal. Jika ada PPIU yang menetapkan BPIU di bawah besaran BPIU Referensi, maka dia wajib melaporkan secara tertulis kepada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,” jelasnya.

Menurut Wakil ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara  Haji dan Umrah Republik Indonsia (AMPHURI), H.Imam Bashori, penetapan harga bawah karena dianggap di bawah harga tersebut tidak normal. “Kalau tidak normal,  resiko lebih tinggi. Resiko gagal berangkat dan resiko penipuan tinggi,” katanya.

Lebih lanjut ditambahkan bila ada travel yang punya izin dan menjual paket perjalanan umrah di bawah Rp 20 juta, silahkan melapor ke Kemenag. Pihak travel harus menjelaskan komponen-komponen yang diberikan jemaah selama perjalanan umrah. “Intinya Kementerian Agama ingin melindungi masyarakat yang mau berangkat umrah,” tegasnya serius. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang ingin berangkat umrah tidak menjadi objek penipuan.

Sebab disinyalir, kata Imam, pihak travel yang menjual paket umrah murah banyak yang diselewengkan. Itu yang menjadi alasan mengapa pemerintah membuat aturan minimal biaya perjalanan umrah Rp 20 juta.

Dengan adanya pembatasan harga ini, tambah Imam, tidak terjadi perang harga. Sebab Rp 20 juta tersebut sebuah nilai yang cukup (sedang) dalam menjalankan perjalanan umrah. Ada pun batasnya atas biaya perjalanan umrah tidak dibatasi pemerintah. Pihak travel bebas memasang tarif berapa besar biaya umrah yang ditawarkan. Tentu disesuaikan dengan fasilitas-fasilitas yang ditawarkan pihak travel.

Imam menambahkan instrumen biaya perjalanan umrah itu 70% dialokasikan untuk biaya tiket penerbangan. Kemudian sisanya untuk visa dan akomodasi (Hotel, transpot dan catering) selama di Arab Saudi.

Kalau ada yang menetapkan biaya umrah di bawah Rp 20 juta, harus melapor dan menjelaskannya pada Direktorat Jenderal Umrah dan Haji Khusus. Misal, biayanya Rp15  sampai Rp18 juta, maka harus dijelaskan standar pelayanan minimal sudah terpenuhi atau belum. “Supaya tidak terjadi berlomba-lomba biro travel, itu yang paling murah tapi sebenarnya itu tidak masuk akal, karena tidak bisa memenuhi standar pelayanan minimal yang kita tetapkan,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin.

Menurutnya  peraturan  menetapkan biaya referensi minimal ibadah umrah telah beberapa kali bertemu dengan sejumlah asosiasi yang membawahi biro travel. “Kami sudah sepakat biaya referensi umrah itu sebesar Rp20 juta. Itu adalah biaya rata-rata yang memadai sesuai dengan standar pelayanan minimal yang harus diberikan oleh biro travel ke jemaah umrah,” kata Lukman. [] Yuniman T Nurdin/Siti Ruslina/Ilustrasi: porosmaju.com