Perajin Batik Perlu Membangun Daya Saing

Pengusaha batik jangan lekas puas atas karya yang dihasilkan dan laku di pasaran. Diperlukan pengembangan kreasi motif baik yang disesuaikan selera pasar, peningkatan SDM dan regenerasi perajin batik.

Tradisi membatik yang diwariskan secara  turun temurun, menjadi suatu peradaban manusia yang sampai kini tak lekang ditelan moderitas zaman. Bahkan, motif-motif batik yang dibuat para leluhur tempo dulu, mempunyai arti simbolis, pola-pola yang diterapkan juga mengandung filosofi yang berkaitan dengan ciri khas suatu masyarakat.

Desain motif batik merupakan aset penting bagj para perajin batik. Makin banyak motif yang dihasilkan, makin besar peluang  berproduksi. Ini artinya makin besar  peluang berkompetisi di pasar. Bahkan bukan berlebihan bila dikatakan bahwa produktivitas dan eksistensi seorang perajin batik, salah satunya diukur dari kemampuannya menghasilkan desain motif batik.

Walaupun ada pakem-pakem khusus yang tiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri. Batik Lasem, misalnya,  sangat klasik dan konsisten dengan pemilihan warna-warna yang menjadi ciri khas batik yang sudah ada di Indonesia sejak ratusan tahun silam dengan motif seperti burung Hong, liong, dan seruni.

Menurut pengusaha Batik Tulis Lasem, Santoso Hartono, pemilik Batik Tulis Pusaka Beruang, kepada pelakubisnis.com, Batik Lasem terkenal dengan motif ‘Tiga Negeri’ yang memiliki corak agak ramai dan tersusun dari warna dasar yang gelap, memiliki 3 warna dan diberi sekar jagatan. Ada juga  motif Empat Negeri dengan 4 warna (merah marun, biru, coklat dan ungu) dan Kendoro Mandiri, Semen Romo dan Pasiran.  Sebelum krismon pola pemasarannya hanya terbatas di  area Rembang  dan sekitarnya.

“Motif Lesem katanya sudah konteporer. Saya bilang, ya! Yang masih klasik juga, ya. Jadi banyak ragam,” kata Santoso serius. Sebab, menurut Santoso, kalau perajin Batik Tulis Lasem hanya memproduksi batik bermotif Tiga Negeri saja, maka lama kelamaan konsumen bosan. “Sekarang Batik Lasem diminati wisata dari Jakarta, Semarang, Surabaya dan banyak lagi dari lain di Indonesia,” lanjutnya serius seraya menambahkan yang penting harga jualnya pas, sesuai daya beli masyarakat.

Sementara ciri khas Batik Solo memiliki geometris pada batiknya. Contohnya Sidomukti, Sidoluruh, dan Sidoasih. Selain motif geometris, ciri khas batik Solo adalah ukuran motifnya kecil, atau istilahnya Truntum. Parang Kusuma adalah motif batik Solo selain Truntum. Motif Parang Kusuma memiliki ciri bentuknya yang diagonal, dengan cara melukis dari sisi bawah ke atas. Motif ini mengandung makna atau filosofis bahwa pemakainya memiliki garis atau keturunan raja.

Apa pun jenis batik mempunyai pasar tersendiri (foto: ist)

Menurut pengusaha batik asal Solo, Tatik Sri Harta, batik yang diproduksinya mereproduksi batik-batik para leluhur. Setelah seluruh motif para leluhurnya diproduksi, baru kemudian dilakukan modifikasi sesuai tema tiap tahunnya. “Semua motif tradisional sudah dibuat, maka secara otomatis kreatifitas akan muncul seketika,” katanya kepada pelakubisnis.com, minggu keempat Oktober lalu.

Tatik memberi contoh motif Parang. Dulunya motif ini digunakan para raja, orang-orang tertentu dan sebagainya. Tapi seiring perjalan waktu, motif Parang tidak hanya dipakai oleh para raja, kini Parang sudah bisa dipakai masyarakat umum. Misalnya “raja-raja” di keluarga atau raja di perusahaan. Misalnya kepala daerah, ibu rumah rangga, kepala keluarga dan raja-raja dalam komunitas yang kecil. ”Biasanya yang memakai Parang umumnya orang-orang yang berwibawa,” katanya serius.

Sementara ciri khas batik Pekalongan adalah memiliki motif bunga yang mendominasi. Motif bunganya pun relatif berukuran kecil sehingga berbeda dengan motif bunga pada daerah lain di Jawa Tengah. Umumnya berukuran lebih besar, namun pada batik dari Pekalongan motifnya lebih mungil dan tampil segar membalut tubuh wanita yang berbadan subur sehingga terkesan lebih ramping dari efek ukuran bunga tersebut.

Batik yang berasal dari tanah Jawa biasanya memiliki warna yang lebih gelap dominasinya adalah warna coklat dan juga hitam. Namun, warna cerah seolah menjadi ciri khas dari batik Pekalongan yang sudah cukup terkenal di banyak daerah. Hanya di Pekalongan kita bisa menjumpai batik dengan warna khas pesisir yang lebih cerah dan terang. Dengan mudah Kita bisa menemukan warna jingga, merah muda atau pink, salem, biru, hijau, dan warna cerah lainnya, sebagaimana dikutip dari nytraveler.net.

Di Sumatra pun terdapat perajin batik. Di Solok, Sumatra Barat, misalnya. Keseriusan Pemerintah kota Solok  mengembangkan produk kerajinan batik minang khas Solok mendapat respon dan dukungan dari berbagai pihak. Pengembangan design dan diversifikasi Batik Minang menjadi fokus ke depan.

Agustus lalu Walikota  Solok Zul Elfian membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengembangan Design dan Diversifikasi Produk Batik Minang di Rumah Batik Minang Nagari Panyakalan Kabupaten Solok. Menurut Zul Elfian, belakangan Batik Minang mengusung kearifan lokal dalam motifnya,  mulai mendapat tempat di hati pecinta batik. Geliat itu tidak saja dirasakan secara lokal kedaerahan namun juga secara nasional.

“Makanya kita terus menggali potensi batik sehingga lebih diminati pasar, pengembangan motif yang unik dan khas akan membuat batik yang dihasilkan punya nilai tersendiri dihati para pecinta batik,” papar Zul Elfian. Pihaknya juga sangat mengapresiasi inisiatif Rumah Batik Minang yang senantiasa bersemangat dalam mendorong para perajin baik di kota dan Kabupaten Solok agar mampu bersaing dalam merebut pasar batik nasiona, sebagaimana dikutip dari klikpositif.com.

Namun demikian para stakeholder batik perlu mendukung perajin batik untuk meningkatkan daya saing. Pasalnya, persaingan di era pasar bebas saat ini semakin ketat. Produk-produk batik asal China, Thailan, Malaysia dan Singapura, misalnya, tak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun batik Indonesia mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif tersendiri.

Dan yang tak kalah penting adalah memahamin kebutuhan dan keinginan konsumen. Produsen harus memperhatikan perilaku konsumen dengan mengenali, mengapa dan bagiamana individu- individu mengambil keputusan dalam mengonsumsi.

Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) di Jawa Timur, umpamanya,  terus berupaya meningkatkan kualitas produk agar lebih berdaya saing. Salah satunya adalah mengajak para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) sektor kerajinan untuk bertukar pikiran dengan para perajin batik di Solo dan Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY).

Ketua Dekranasda Provinsi Jawa Timur, Dra. Hj. Nina Soekarwo (Bude Karwo-red) mengunjungi beberapa titik perajin batik, diantara Batik Karlina Solo, Batik Gunawan Solo dan Afif Collection. Dengan mengajak para pelaku UKM Jatim ke perajin batik di Solo dan DIY, diyakini Bude Karwo akan meningkatkan daya saing UKM Jatim, khususnya menghadapi era perdagangan bebas. Kunjungan ini juga sebagai upaya membumikan batik agar tetap lestari dan terus dicintai masyarakat Indonesia dan dunia, sebagaimana dikutip dari surya.co.id.

Ketua Dekranasda Jatim itu menjelaskan, Solo dan DIY menjadi kiblat dalam perkembangan batik di Nusantara, khususnya Paguyuban Pecinta Batik Sekar Jagad yang memiliki visi dan misinya yaitu Batik lestari di dunia. Diharapkan, melalui kunjungan ini akan terjalin kerjasama antara Sekar Jagad dengan Dekranasda Prov. Jatim maupun dengan para perajin dan menjadikan batik tetap eksis di bumi Nusantara.

Bude Karwo menjelaskan, dengan dicetuskannya Pamekasan sebagai Pasar batik dunia, da sekitar 103 perajin batik di sana. Hal tersebut tidak lepas dari peran serta para perajin batik Pamekasan yang terus giat membuat batik dengan ciri khas sendiri. Dan juga, adanya Paguyuban Sekar Jagad yang ikut mempromosikan batik Pamekasan di setiap kegiatan yang diselenggarakannya.

Tidak hanya di Jawa Timur, di Jambi pun berusaha meningkatkan daya saing perajin batik Jambi. Pengusaha Nasional Drs H A Murady Darmansyah mendorong semua perajin batik di Provinsi Jambi untuk terus mengembangkan dan meningkatkan daya saing batik di pasar nasional maupun internasional. Meningkatkan daya saing tersebut, kata Murady, bisa dilakukan dengan cara terus memunculkan motif dan corak baru.

Indonesia kini dikenal pasar batik dunia sebagai market leader, alias negara yang menguasai pasar batik dunia. Perancang busana Indonesia asal Semarang, Anne Avantie mengatakan, Indonesia negeri berkembang yang punya kemampuan kloning luar biasa. “Batik harus dilihat dari beberapa sudut pandang. Sudut pandang bisnis, industri kreatif, dan yo wis merem (sudahlah tutup mata). Yang penting semua jalan,” kata Anne.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan,  Indonesia belum bisa bersantai-santai dengan sebutan itu. Sebab masih ada negara lain yakni Malaysia, China, dan Singapura yang siap menggeser kedudukan Indonesia, sebagaimana dikutip dari tagar.id.

“Persaingan dengan Malaysia, China dan Singapura yang juga memproduksi batik perlu kita waspadai agar tidak menggeser posisi daya saing batik nasional,” ungkap Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih dalam keterangannya, di Jakarta, pertengahan Agustus lalu.

Perajin batik perlu meningkatkan daya saing

Supaya posisi Indonesia tak tergeser, Indonesia harus menjaga dan melestarikan nilai budaya batik. Salah satu cara menguatkan branding batik dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Seperti yang dilakukan oleh Desainer Anne Avantie, yang telah konsisten menggelar acara Pasar Tiban, dengan melibatkan pelaku IKM.

“Industri fesyen Tanah Air memiliki comparative dan competitive advantage, produk fesyen kita memiliki kualitas yang baik dan mampu di terima di pasar internasional. Sentuhan wastra seperti batik dan tenun menjadikan ciri khas produk fesyen Indonesia yang tidak dimiliki negara lain,” lanjutnya sambil menambahkan pada 2017, Kemenperin mencatat nilai ekspor batik dan produk batik mencapai 58,5 juta dolar AS dengan pasar utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Kementerian Perindustrian berusaha meningkatkan daya saing industri batik nasional. Kementerian ini telah menjalankan beberapa program strategis, seperti peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengembangan kualitas produk. Selain itu, penerapan  standarisasi fasilitas mesin  dan peralatan produksi serta promosi maupun pameran dalam dan luar negeri.

Sedangkan masalah SDM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta  menggencarkan sertifikasi perajin batik. Ini dilakukan guna meningkatkan kompetensi mereka untuk bersaing di pasar dalam negeri maupun internasional. “Secara bertahap kami akan menyertifikasi pengrajin batik dengan menyesuaikan anggaran yang ada,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Budi Antono di Yogyakarta, 30 Oktober 2017, sebagaimana dikutip dari pikiran-rakyat.com

Lebih lanjut Budi Anton mengungkapkan jumlah pelaku usaha di bidang batik di DIY mencapai kurang lebih 81.000 pelaku. Semuanya diharapkan dapat mengantongi sertifikasi. “Sampai saat ini sudah 320 pebatik yang sudah disertifikasi. SDM di bidang usaha batik ini harus disertifikasi sesuai standar yang ada,” ungkap dia.

Batik merupakan salah satu produk fesyen yang memberikan potensi besar terhadap pendapatan. Terlebih persaingan di sektor bisnis ini semakin ketat. Untuk  dapat memiliki daya saing kuat, maka SDM di bidang usaha batik perlu mendapatkan standarisasi dan sertifikasi untuk memperkuat keberadaan produknya di pasaran.

Budi mengatakan, jumlah perajin batik di DIY tidak menurun, melainkan terus terjadi regenerasi dari tahun ke tahun. Hal itu, menurut dia, seiring dengan upaya pemerintah yang mewajibkan pelajaran membatik masuk ke dalam kegiatan ekstra di setiap sekolah.“Kalau dulu kesannya yang membatik orang-orang tua, sekarang generasi muda sudah banyak yang bisa membatik,” ucap dia.

Sementara Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)   melalui Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi senantiasa menyelenggarakan Bimbingan Teknis/Pelatihan dan Sertifikasi Profesi Batik. Misalnya pada Mei 2017 Bekraf menyelenggarakan   di Lampun. Pada tahun itu, kegiatan fasilitasi sertifikasi profesi batik di Lampung merupakan kali ke-6, setelah sebelumnya Bekraf  telah menyambangi beberapa kota seperti Batang, Jember, Lamongan, Yogyakarta, dan Solo.

Program ini merupakan kerjasama  antara Bekraf RI melalui Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik, untuk mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih kondusif bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya profesi batik di Indonesia. Selain itu juga dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bahwa sertifikat kompetensi sangatlah penting dalam meningkatkan daya saing, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Batik-batik hasil IKM Indonesia memiliki kualitas dan siap bersaing dengan produk negara lain. Namun, produsen harus membuat desain yang menarik agar permintaannya terus meningkat. Oleh karena itu, para perajin batik perlu menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna meningkatkan daya saing produk. Saat ini industri batik yang sudah memiliki merek sendiri tidak mau mendaftarkan diri agar memakai SNI. Padahal, SNI sukarela batik sudah diluncurkan sejak 2008.

 

Boleh jadi penerapan SNI menjadi salah satu cara perajin batik lokal untuk bisa bertahan dari serbuan batik dari luar negeri. Produk batik China, misalnya, adalah saingan utama batik lokal. Bahkan, di pasar-pasar besar maupun kecil, batik lokal mulai tergeser produk China.

Sementara Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya terus mendorong para pengrajin dan peneliti industri batik nasional agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam. Upaya ini untuk mengeksplorasi potensi batik Indonesia sehingga memperkaya ragam kain wastra Nusantara dengan warna alam.

“Di samping itu, kami memiliki program e-Smart IKM yang bertujuan mendorong pelaku usaha untuk masuk dalam pemasaran online,” ungkapnya. Hal ini sebagai salah satu langkah strategis untuk menuju implementasi revolusi industri 4.0 sekaligus memperluas pasar ekspor.

Sementara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakak Timur Antara mengatakan, Balai besar Kerajinan dan Batik (BBKB) telah menemukan salah satu teknik pewarna kain yang dinamakan Teknik Ringkel.”Teknik Ringkel ini merupakan pengembangan dan penggabungan dua teknik, yaitu teknik smock dan tritik jemputan,” katanya Ngakak.

Teknik smock dilakukan seperti menjahit dan menyulam dengan tangan. “Teknik ini merupakan tusukan menjahit untuk membuat kerutan-kerutan yang menghasilkan motif menarik sesuai pola tertentu,” lanjutnya Ngakak.

Bila smock dikerjakan di atas kain polos, maka pada kain tersebut harus diberi tanda-tanda titik atau garis. Sementara itu, teknik tritik jumputan adalah proses pewarna rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu. “Prosesnya kain dicelup atau diwarna, dan dibuka jahitannya. Setelah dibuka akan menghasilkan motif-motif yang indah,” jelasnya.

Menurut Ngakak, penamaan ringkel sendiri berasal dari sifat produk akhir,  hasil kolaborasi teknis yang dilakukan tersebut. “Hasilnya menjadikan kain dengan tekstur berkerut atau bahasa Jawanya Ringkel,” tambahnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakak Timur Antara (foto: ist)

Berdasarkan penelitian BBKB, sebagai salah satu unit pelaksana teknis di bawah BPPI yang berlokasi di Yogyakarta ini, ditemukan sedikitnya 23 desain motif baru. “Di antara beberapa jenis bahan yang diuji coba, yang paling optimal menghasilkan motif adalah bahan jenis mori Primissima. Selain paling bagus motif yang dihasilkan, bahan jenis mori juga paling mudah dalam proses pengerjaannya,” paparnya.

Melihat ekosistem mulai tertata rapi, maka langkah berikutnya adalah penetrasi pasar. Saat ini angka ekspor batik kita masih kecil. Padahal perdagangan produk pakaian jadi dunia mencapai US$ 442 miliar. Artinya batik masih kurang dari 2% meraup pangsa pasar pakaian jadi dunia.  Fenomana ini menjadi peluang besar bagi industri batik untuk meningkatkan pangsa pasarnya, mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.

Namun demikian, pasar dalam negeri pun perlu diantisipasnya karena mulai membanjirnya batik-batik printing asal China, Thailan, Malaysia dan lainnya. Padahal menurut para perajin bahwa bahwa batik printing bukan termasuk katagori batik, melainkan tekstil yang di printing menggunakan mesin dengan motif batik. [] Yuniman Taqwa