Khong Guan Berbenah Jelang Usia Setengah Abad

Agustus tahun depan genap setengah abad perusahaan biskuit ini hadir menemani hari-hari keluarga Indonesia. “Si Kaleng Merahnya”  begitu tajam kita ingat dengan ragam bentuk dan rasa biskuitnya yang kerap kita temui di hari lebaran. Mengikuti arus era digital, namun Khong Guang Group tetap menjaga kultur low profile-nya.  

Tak kurang dari 400 item produk dihasilkan KGG. (Foto: Khong Guan)

Hari itu pagi jelang siang, Hartono Darmono mulai sibuk berjibaku memeriksa banyak kertas yang sudah menumpuk di meja kerjanya. Di usianya yang telah berkepala tujuh, ayah 5 anak ini terlihat gagah dan rapih. Tergambar jelas orang nomor satu  Khong Guan Group (KGG) ini adalah sosok pekerja keras dan tekun meneruskan usaha biskuit keluarga yang hingga kini melegenda dan terkenal dengan biskuit ‘Si Kaleng Merah’ (Khong Guan Red Assorted).

Cerita legenda Khong Guan bukan isapan jempol.   Adalah kakak beradik Chew Choo Han dan Chew Choo Keng  asal Fuanjin, Tiongkok, yang merintis produksi biskuit sejak tahun 1941 dan pada tahun 1947 mulai membuat merek dagang atau perusahaan dengan nama Khong Guan di Singapura.

Khong Guan yang awalnya berpusat di Singapura ini mempunyai  beberapa pabrik di Asia Tenggara. Produknya diekspor ke Asia dan Timur Tengah. Mereka melebarkan sayapnya ke Indonesia di tahun 1957 melalui badan usaha NV Giok San Kongsie yang kemudian berganti nama menjadi PT Khong Guan Biscuits Factory Indonesia, dengan produk andalannya Khong Guan Merah (Khong Guan Red Assorted).

Kemasan kaleng persegi empat dengan desain gambar  ibu-ibu berambut ikal terondol yang  sedang sarapan di meja makan bersama anak laki-laki dan anak perempuannya, menjadi ciri khas produk biskuit yang terdiri dari bermacam-macam bentuk dan rasa ini.  Beberapa pihak  meyakini, adalah Bernardus Prasodjo yang melukis kemasan biskuit kaleng merah persegi yang sempat menjadi anekdot dan menjadi topik perbincangan di kalangan netizen di dunia maya,  bahkan sampai tergambar visualisasinya lewat film  layar lebar.

Adalah Hidayat Darmono atau Kwee Boen Thwie (kelahiran 1923),  Ong Kong Ie dan Go Swie Kie yang merupakan orang-orang penting dibalik sukses KGG.  Produksi pertama Khong Guan di Indonesia sudah dilakukan sejak 1971 di kota Surabaya, Jawa Timur dan  berganti bendera menjadi Khong Guan Biscuits Factory Indonesia di tahun 1976. Selain di Surabaya, Khong Guan juga mengoperasikan pabrik di Ciracas (Jakarta Timur) dan Cibinong (Bogor, Jawa Barat).

Milestone KGG mencatat, Khong Guan  dibangun  tahun 1969 dan resmi berdiri tahun 1970. Menyusul di tahun 1975 berdiri PT Nissin Biscuits Indonesia (Nissin) yang merupakan pabrik kedua KGG untuk memenuhi kebutuhan produksi biskuit legendarisnya ‘Si Kaleng Merah’ dan memproduksi snack yang lebih beragam dan pertama kalinya KGG memproduksi jenis wallen soes. Dari pabrik kedua inilah KGG mulai menggunakan teknologi robot untuk meningkatkan volume produksi dengan lebih optimal. Dari Nissin lahir ragam produk Monde Butter Cookies seperti egg rolls dan butter cookies.

Lalu di tahun 1983, KGG kembali memperluas usahanya dengan membawa PT Jadi Abadi Corak Biskuit dan  PT Monde Mahkota Biscuits. Yang terakhir lahirlah PT Serena Indo Pangan Biscuits (Serena) di tahun 1991. “Sekarang kami ada 6 pabrik. Empat dari enam pabrik memproduksi biskuit kaleng merah Khong Guan Merah, produk andalan yang sampai saat ini kompetitor belum ada yang bisa menyaingi,”papar Emil Darmono, Marketing and Sales Director Serena.

Mereknya sudah beraneka ragam. Selain Khong Guan Merah, produk-produk KGG  yang lain diantaranya  L.A. Bear, Choco Bear, Big Royal Wafer, Mini Stick, Togo, dan lain-lain. Lalu, untuk kalangan remaja ada Blitz, Milk Marie, Togo Fit, Oishii, Togo Bar, Big Royal Coating, Cream Crackers, Malkist Crackers, Marie Special, OPP Red, Monde Butter Cookies, wafer Nissin, dan Serena.

Setidaknya, KGG saat ini memiliki 136 merek makanan ringan dengan produk andalan,  Khong Guan merah yang  sudah menjadi produk klasik  yang tetap diproduksi dan  bertahan menjadi market leader di segmen biskuit seasonal. Market share nya mencapai 70% dengan volume penjualan mencapai 95% pada momentum menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Ada 15 jenis kue di dalam Khong Guan Merah  yang terdiri dari jenis crackers, cookies, wafer, shortcake biscuit, wafer, dan cream-filled sandwich. Kebanyakan berupa biskuit bermacam bentuk dan rasa. Gambar di kaleng Khong Guan Merah itu tak gampang pudar. Brand-nya melekat kuat selama bertahun-tahun. Dan uniknya, Khong Guan Merah ini melegenda tanpa didorong serangkaian strategi branding yang bombastis. Kemasan kaleng perseginya menyebar di berbagai pelosok Indonesia. Bahkan tak sedikit penjaja makanan seperti tukang bubur ayam, tukang ketoprak dan tukang ketupat sayur menggunakan bekas kaleng persegi KhongGuan sebagai wadah tempat kerupuk.  Sesekali beriklan ketika muncul produk-produk selain Khong Guan Merah  yang makin beragam,  barulah saat itu Khong Guan Biscuits Factory Indonesia  ikut beriklan. “Sempat muncul merek lain seperti Khong Guan Merah, tapi rata-rata mereka tak bertahan lama,”terang Mochamad Reza, Marketing Manager Khong Guan Group.

Lalu, bagaimana dengan item produk Serena?

Emil Darmono, Marketing & Sales Director Serena (Foto: pelakubisnis.com)

Emil Darmono, yang merupakan generasi ketiga KGG ini menjelaskan, mau tidak mau zaman sudah berubah, KGG pun menyiasati pasar dengan membidik segmen anak muda melalui brand Serena, lebih fokus membidik pasar milenial. Perlu diketahui, memang selama ini KGG memilih fokus mendevelop produk ketimbang harus fokus membangun brand.  Tapi kali ini menurut Emil sudah saatnya pihaknya perlu  lebih fokus membangun brand di kalangan milenial. Menurutnya harus lebih giat lagi berbenah dan aktif dalam berpromosi jelang usia KGG yang ke-50.  “Anak muda sekarang senangnya dapat cashback atau dikasih diskon. Untuk itu kami bekerjasama dengan shopping online. Karena competitor juga larinya cepat sekali. Sudah waktunya kita kejar bola, bukan mengepung bola,”tutur putera Hartono Darmono ini.

Tak dipungkiri Emil bila marketing digital mempengaruhi market offline. Ia sadari, tren behaviour konsumen berubah. Menurutnya meski saat ini KGG sudah memiliki 4 gerai toko dan memiliki 80 titik distribusi, namun perusahaan juga mengikuti tren marketing yang berkembang saat ini.

Diakuinya ia diminta keluarga untuk ikut membantu membesarkan Serena.  Selain tuntutan omset yang terus naik, ia berharap untuk terus bisa berinovasi tanpa henti, baik dari sisi produk maupun create promo yang kreatif di social media. “Kami lihat tren pasar middle class terus tumbuh. Kemudian kami ada project baru untuk meng-grab anak muda.  Sedang in the process building. Membidik orang muda, dari 13 sampai 20 tahun. Itu penting! Anak muda sekarang melek social media. Mereka buka Instagram dan facebook setiap hari.  Khong Guan brand lama yang sudah 50 tahun, situasi sekarang membuat kita perlu  melakukan adaptasi mengikuti zaman,”ungkap alumnus Chapman University, California, USA ini yang tengah berusaha mengkomunikasikan  Serena yang merupakan bagian dari KGG untuk lebih dikenal konsumen.

Kendati berupaya masuk ke ranah virtual sebagai sarana menunjukkan eksistensi KGG di pasar, namun yang terpenting bagi Emil adalah create product yang disukai dan ciptakan konsumen yang benar-benar jujur menanggapi produk-produknya.

Kendati diakuinya, yang dilakukan KGG  tetap pada kultur lama yang agak berbeda dengan produsen lain yang fokus membangun brand.  KGG memilih fokus mengembangkan produk-produk  manufakturnya. Karena bisnis ini dari generasi pertama hingga kedua selalu berpikir,  bagaimana menghasilkan produk yang enak. “Secara dramasi dengan melihat harga misalnya, Price to value, kami paling baik dan perlu dipertahankan. Karena dari awal bisnis ini dijalankan dengan prinsip menghasilkan produk berkualitas.

Saat ini semua sarana marketing mix dijalani meski tak sebesar pemain lain. Dimana  KKG mengkombinasikan berbagai kegiatan marketing seperti event below the line, masuk ke socmed dan website  juga dibangun untuk masing-masing unit usaha. Memang powernya tak sekeras brand yang lain. Dari awal mendirikan perusahaan hingga sekarang ini,  fokus  KKG tetap develop produk. “Sistem distribusi sedang kami perbaiki. Yang jelas KGG lebih serius membagi segmennya. Serena terus menghasilkan inovasi produk sedangkan Monde konsisten menyasar menengah atas masuk ke modern outlet. Dari segmentasinya sudah dibagi,”papar Emil.

Mengubah kultur perusahaan sebesar KGG bukanlah hal yang mudah. Value perusahaannya cukup unik. “Sekarang siapa yang mampu menggeser produk biskuit kemasan kaleng persegi 900 gram? Semua ini Legacy dari kakek. Beliau datang ke Indonesia dari kondisi minus. Sebisa mungkin kami tonjolkan value-value perusahaan yang sudah terbentuk sejak generasi pertama,”tambah bapak beranak satu ini.

Sudah 49 tahun KGG hadir di industri biskuit  tanah air. Saat ini Khong Guan memiliki sekitar 400-an  jenis biskuit, mulai dari cream crackers, hard biscuit, wafer hingga cookies. Melalui tag line ‘Tak Asing Lagi dan Tak Ada Duanya”, KGG  menancapkan kukunya di industri biskuit Indonesia, bersaing ketat dengan Mayora yang juga memiliki marketshare besar.

KGG yang telah memiliki sertifikat halal dan sertifikat ISO 22000: 2005 ini  tak hanya dikenal di pasar dalam negeri. Tak heran bila biskuit KGG  yang sudah cukup dikenal di pasar dunia pernah meraih penghargaan Top Brand Awards 2014, Superbrands Award di kisan tahun 2009 dan beberapa penghargaan lainnya. Sekitar 5-10% dari total produksi diperuntukkan pasar ekspor ke beberapa negara  di Asia dan Afrika.

Mochamad Reza menuturkan,  selain promosi dengan beriklan di televisi maupun promosi kepada consumer, Khong Guan juga kerap melakukan aktifitas-aktifitas pemasaran yang unik. Salah satunya ialah dengan memberikan kaleng Khong Guan ke tukang dagang bubur, ketoprak, nasi goreng dan lain-lain.

Produk Khong Guan sendiri bisa dikatakan telah menyentuh berbagai segmen. Misalnya, Khong Guan menyasar level menengah-bawah, Nissin untuk kalangan menengah, sedangkan Monde untuk menengah-atas. Inovasi produk pun akan terus dilakukan setiap tahun, agar makin beragam pilihannya masyarakat. “Jadi semua digarap, tapi Khong Guan merah memang masih jadi backbone kami,” ujar tambah Reza tanpa mau menyebutkan angka kinerjanya.

Ia menambahkan,  permintaan biskuit produk seasonal (biskuit kemasan kaleng-red) bisa mencapai 50% dan 50% non seasonal bila dilihat  selama satu tahun. Yang terbesar penjualan biskuit Si Kaleng Merah!.

Tak heran bila biskuit kategori seasonal ini sudah di-drive empat bulan sebelum lebaran. Sampai saat ini, kata Reza, kategori seasonal KhongGuan masih menguasai pangsa pasar di group. Sekitar 50% market share berasal dari kategori biskuit seasonal. KGG sendiri mempunyai tiga kategori produk, yaitu seasonal, regular (family pack) dan rencengan.

Menurut Reza kategori seasonal supply chain  cukup panjang sampai ke end user. Selama empat bulan proses mulai berjalan. Dari mulai produsen, lalu ke distributor sampai ke ritel-ritel “Harapannya konsumen kita (toko-red) bisa terlayani dengan baik dan toko bisa melayani ke end user dengan baik. Jadi, kami menydiakan barang tidak putus (menghindari kekosongan-red),” katanya serius.

Momen lebaran, lanjut Reza, mulai menunjukkan indikasi peningkatan sejak empat bulan sebelum lebaran, walaupun peningkatannya tidak signifikan. Namun semakin dekat bulan puasa dan Idul Fitri, demand akan terus bergerak mencapai puncaknya dua minggu sebelum lebaran. Padahal kategori product seasonal hanya dipersiapkan selama empat bulan, tapi mampu menjadi market share sebesar 50% di KhongGuan Group, dibandingkan dengan kategori reguler yang sudah dipersiapakan selama setahun penuh.

Reza menambahkan, seperti diketahui, ada empat brand yang dikelola KhongGuan Group di Indonesia, yaitu KhongGuan, Nissin, Serena dan Monde yang produk-produknya diolah dari  enam pabrik yang tersebar di beberapa lokasi. Namun demikian, masing-masing brand berdiri sendiri sebagai entitas bisnis. Masing-masing pabrik memproduksi sesuai dengan spesifikasi produk dari masing-masing brand. “Yang diproduksi lebih dari satu pabrik hanya satu dua produk, salah satunya Khong Guan kaleng merah, baik yang persegi maupun yang bulat, karena demand-nya melebihi supply,” urainya.

“Kita kan tidak bisa menguasai pasar di segala lini. Merek lain fokus  melakukan branding untuk masing-masing produknya, sedangkan Khong Guan lebih fokus melakukan pengembangan  multi product,” jelasnya.

Tapi diakui Reza, saat ini tiga merek,  Khong Guan kaleng merah, Monde Butter Cookies dan Nissin  Wafer merupakan first layer KGG. Kemudian second layer jauh lebih banyak. Dari KGG sendiri,  ada lebih dari 50 kaleng kemasan yang “berperang” di pasar dengan ukuran berat yang berbeda-beda dan varian berbeda-beda juga. “Merekalah (second layer-red) yang ‘bertempur’ di pasar. Sebagai salah satu strategi untuk mengamankan first layer-first layer KGG,” kata Reza  seraya menambahkan, berdasarkan data Nielsen, market share  Khong Guan kaleng merah  mencapai sekitar 70% di kategori produk seasonal.

Padahal pertumbuhan biscuit sangat kecil. Data Nielsen menyebutkan,  hanya di kisaran 1-an persen. Tapi memang kuenya besar. Sehingga kalau ingin menambah kapasitas, harus “makan market share”.

“Bisnis di industri ini tak akan pernah habis. Kami juga tambah line, beli tanah sekian hektar dimana KGG masih memiliki sekitar  20 hektar lahan yang sedang dikembangkan. Yang perlu dipahami,  mengubah kultur perusahaan keluarga  itu tidaklah mudah. Kami lakukan transisi secara perlahan-lahan,”tutup Emil. [] Siti Ruslina