Tax Refund Bentuk Relaksasi Menarik Wisman Berbelanja

Jakarta, 18 September 2019, pelakubisnis.com – Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, kebijakan pengembalian pajak (tax refund) saat melakukan pembelian barang yang disertai value added tax (VAT) menjadi bentuk relaksasi pajak yang menarik minat wisatawan mancanegara (wisman) untuk berbelanja di Indonesia.

Menpar Arief Yahya saat jumpa pers Wonderful Indonesia Culinary & Shopping Festival (WICSF) 2019 di Balairung Soesilo Soedarman, Jakarta, pada 17/9 mengatakan, kebijakan tax refund di Indonesia perlu semakin disosialisasikan agar wisata belanja bisa semakin bersaing di tingkat regional dan global.

“Tax Refund bisa menjadi daya tarik, namun di Indonesia harus diakui belum maksimal. Saat ini sudah ada relaksasi dari Peraturan Menteri Keuangan bahwa Tax Refund di Indonesia itu berlaku untuk batas belanja minimal Rp5 juta. Namun jumlah minimal Rp5 juta terlalu besar, karena pesaingnya di negara-negara lain hanya Rp1 juta,” katanya.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Pertambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri.

Sebelumnya dalam Ayat 2 Pasal 6 PMK Nomor 76 Tahun 2010, PPN yang dapat diminta kembali minimal senilai Rp500.000 harus tercantum dalam satu faktur pajak khusus, dari satu toko retail, pada satu tanggal transaksi yang sama.

Kini ayat tersebut dihilangkan sehingga pemerintah melonggarkan ketentuan. Turis asing dapat tetap meminta refund dengan minimal nilai PPN Rp500.000, namun bisa dalam faktur pajak khusus yang berbeda, dari toko retail yang berbeda, dan pada tanggal transaksi yang berbeda pula selama pembelian barang masih dalam kurun 1 bulan sebelum keberangkatan turis ke luar Indonesia.

Namun, pemerintah menegaskan dalam ayat 1 pasal 5 bahwa setiap pengusaha kena pajak (PKP) toko retail wajib membuat faktur pajak khusus untuk turis asing dengan nilai PPN paling sedikit Rp50.000.

Selain itu, Menpar Arief menjelaskan, di Indonesia sendiri PKP (Perusahaan Kena Pajak) jumlahnya masih belum banyak dan produknya kurang menarik termasuk dari sisi pengemasan.

Oleh karena itu, ia mendorong para pelaku industri pariwisata Indonesia untuk bisa meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkannya agar semakin menarik wisman untuk berbelanja.

Sebelumnya,  Arief mengatakan, wisman mengeluarkan 30-40 persen dari total pengeluaran mereka untuk wisata kuliner dan belanja. Karenanya, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mempersiapkan strategi untuk meningkatkan wisata kuliner bagi wisman.

“Wisata kuliner memberikan kontribusi tertinggi bagi PDB (Pajak Domestik Bruto), yaitu 42 persen. Kedua, fashion 18 persen dan ketiga kriya 15 persen yang masuk dalam kategori belanja,” katanya.[] sp