Bahlil: BKPM Akan Tangani Perizinan dan Insentif Investasi

Jakarta 19 November 2019, pelakubisnis.com  – Investasi di Indonesia menunjukkan kinerja membaik dengan meningkatnya PMA maupun PMDN yang semakin seimbang. Namun, masih ada tantangan yang menghadang untuk meningkatkan kinerja investasi di Indonesia, di antaranya adalah peningkatan pemerataan investasi ke luar Jawa, investasi yang belum menyentuh sektor-sektor industri strategis, serta masalah perizinan yang kompleks.

Pemerintah perlu segera melakukan perbaikan aspek jaminan kepastian hukum serta harmonisasi dan sinkronisasi regulasi. Demikian pula, perlunya pemberian insentif pada investor yang berinvestasi di luar Pulau Jawa dan pengarahan investasi pada sektor-sektor strategis.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mesti membangun sinergi harmonis. Institusi ini mesti menjadi satuan tugas (satgas) strategis yang dapat mengeliminasi hambatan-hambatan investasi.

Demikian benang merah dari diskusi panel “Menjadikan Indonesia Surga Investasi” yang diselenggarakan BKPM bekerjasama dengan Bisnis Indonesia dan Jogja International Writing Academy (JIWA) di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada 18/11.

Selain Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, hadir sebagai pembicara adalah ekonom Universitas Brawijaya Malang Prof Ahmad Erani Yustika, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar, dan Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan/BeritaSatu Group Aditya Laksamana Yudha.

Bahlil Lahadalia menjelaskan, berdasarkan hasil Rapat Terbatas Kabinet, telah diputuskan Presiden Joko Widodo bahwa ke depan terkait masalah perizinan dan insentif investasi akan diserahkan ke BKPM. “Hal ini untuk memberikan kepastian kepada investor. Sistem perizinan investasi diperbaiki, sehingga memberikan kenyamanan kepada investor,” jelasnya.

Untuk mewujudkan Indonesia menjadi surga investasi, Bahlil menjelaskan, pemerintah akan melakukan perbaikan iklim investasi, peningkatan kemudahan berusaha, percepatan realisasi investasi, dan mengatasi hambatan investasi, dan peningkatan peran penanaman modal dalam negeri (PMDN), terutama UMKM dalam perekonomian.

Sehubungan dengan hal itu, jelas Bahlil, fokus kerja BKPM dalam jangka pendek ada empat hal, yaitu meyakinkan investor bahwa Indonesia adalah negara yang baik/layak investasi, menggiring investor untuk segera mendapatkan perizinan, meyakinkan investor bahwa Indonesia aman dan nyaman untuk investasi, serta mengawal investasi perusahaan hingga berproduksi.

“Untuk menjalankan fungsi promosi hingga pengawalan investasi hingga berproduksi butuh kekompakan antara pemerintah pusat dan daerah, dalam hal ini BKPM dan DPMPTSP seluruh Indonesia,” jelasnya.

BKPM akan menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat nasional dengan DPMPTSP Provinsi, Kabupaten dan Kota pada Februari 2020 untuk berdiskusi dan pemetaan permasalahan investasi di daerah.

Ia mengungkapkan, saat ini terdapat 24 proyek senilai Rp 700 triliun yang terkendala dan tidak terealisasikan. “Kita harus memastikan bahwa investasi yang bermanfaat adalah investasi yang terealisasi hingga berproduksi,” tegasnya.

Pemerataan Investasi

Sementara Prof Ahmad Erani Yustika sepakat bahwa tantangan untuk meningkatkan kinerja investasi di Indonesia adalah pemerataan investasi ke luar Jawa. Selain itu, investasi belum menyentuh sektor-sektor industri strategis, dan perizinan yang kompleks.

“Oleh karena itu, perlu ada perbaikan perizinan, pemberian insentif pada investor yang berinvestasi di luar Pulau Jawa, serta pengarahan investasi pada sektor-sektor strategis untuk menjadi tugas utama pemerintah saat ini,” jelasnya.

Menurutnya, ada beberapa contoh kebijakan investasi dari beberapa negara tetangga yang bisa diadopsi di Indonesia untuk menarik investor.

Andry Satrio Nugroho menambahkan ,  meski sudah ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tetapi investasi asing di daerah masih rendah. “Padahal, KEK mestinya menjadi kawasan andalan terutama untuk menjaring investasi asing di sektor manufaktur di luar daerah Jawa,” jelasnya.

Namun kondisi saat ini, hanya kawasan Jawa (khususnya Jawa Barat dan Jakarta) yang memiliki realisasi investasi asing di atas 9%. Beberapa kawasan di Sumatera hanya memiliki realisasi investasi asing di bawah 1%, beberapa di antaranya berada pada 2-5% dari total investasi asing langsung (FDI). “Padahal yang mesti disadari bersama bahwa ketimpangan investasi sama artinya dengan ketimpangan pembangunan ekonomi daerah. Hal demikian mesti segera ditangani pemerintah,” ujarnya.

Menghadirkan investasi bukan pekerjaan satu kementerian saja, tetapi seluruh kementerian. Maka, menurut Andry, “BKPM perlu blusukan dengan berbagai kementerian dan terjun langsung ke daerah. BKPM juga mesti menjadi Satgas Strategis yang dapat mengeliminasi hambatan investasi yang diakibatkan oleh miskoordinasi kelembagaan dan perangkat daerah, permasalahan infrastruktur penunjang seperti harga energi dan bahan baku, maupun masalah pungutan liar,” jelasnya.

Ketua Umum HKI Sanny Iskandar mengatakan, pengusaha berharap pemerintah membenahi aspek regulasi dan birokrasi, melalui jaminan kepastian hukum, harmonisasi dan sinkronisasi regulasi, serta penyamaan persepsi dan transparansi tentang kebijakan pemerintah. “Kendala-kendala perizinan perlu segera ditangani pemerintah, seperti melalui penyederhanaan regulasi melalui program Omnibus Law,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kawasan Ekonomi, ini.

Sanny menambahkan, pemerintah perlu mempermudah masuknya investor asing dengan pembaruan kebijakan ketenagakerjaan, peningkatan ketersediaan infrastruktur dan sarana logistik untuk meningkatkan daya saing.

“Masalah pertanahan dan tata ruang wilayah, serta gangguan keamanan dan ketertiban juga perlu perhatian serius pemerintah,” jelas Sanny yang juga Ketua Apindo bidang Properti dan Kawasan Ekonomi, ini.[] sp