BPPT Bersama Stakeholder Lakukan Review Penggunaan B30

Tangerang 23 Januari 2020, pelakubisnis.com – Balai Teknologi Bahan Bakar Dan Rekayasa Disain (BTBRD) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengadakan  Focus Group Discussion tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Trial B30 di Hotel Grand Zuri, Tangerang Selatan pada 21/1.

B30 merupakan bahan bakar campuran 30% biodiesel berbahan dasar sawit dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar.

Sebelumnya telah dilakukan Road Test pada 13 Juni 201 guna menguji kesiapan B30 dalam rangka pelaksanaan mandatori B30 yang dijadwalkan mulai awal 2020.

Kepala BTBRD BPPT Ari Rahmadi mengatakan,  peran BPPT adalah melakukan evaluasi kesiapan penanganan B100, pencampuran B30 serta melihat bagaimana distribusinya ke SPBU di Indonesia.

Disitulah, kata Ari, dilakukan evaluasi. Evaluasi tersebut sudah ada report dan hasilnya. Kegiatan ini juga mengumpulkan seluruh stakeholder seperti Kementerian ESDM, Komisi Teknis Bioenergi, Kementerian Perekonomian, APROBI berkumpul bareng untuk mendiskusikan hasilnya dan nantinya BPPT memberikan rekomendasi.

“Dalam penerapan Biodiesel ada dokumen yang namanya pedoman umum penanganan biodiesel, dan BPPT akan merevisinya. Revisi tersebut akan mengakomodir temuan-temuan baru yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas biodiesel yang ada di konsumen lebih baik dari sebelumnya. Nantinya akan di sampaikan kepada Kementerian ESDM untuk ditetapkan,” ujarnya.

Kedepan Ari berharap biodiesel ini akan tetap ada dan semoga pemerintah tetap menaruh perhatian kepada perkembangan biofuel di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM (Ditjen EBTKE ESDM), Andriah Feby Misna, selaku regulator kelak, mengutarakan bahwa Trial B30 ini merupakan upaya untuk pengetatan pada spesifikasi B30 yang akan dikonsumsi oleh pengguna, dan dari pelaksanaannya ditemukan masalah kadar air masih menjadi fokus utama.

“Kita harus melihat secara rinci mengenai masalah kadar air ini. Semua moda transportasi B30 kita lihat, baik melalui truk, pipa minyak, hingga kapal. Pasti permasalahan masing-masing supply chain ini akan berbeda, dan harus ditemukan solusinya,” tegasnya.

Dirinya juga meminta estimasi investasi yang diperlukan untuk peningkatan sistem handling sarana dan prasarana B30.“Saya meminta untuk dipertajam perhitungannya, hubungan dari faktor-faktor seperti keterbatasan infrastruktur, dampak kenaikan air, dan media penyimpanan. Semuanya harus bisa dikuantifikasikan, untuk lebih mudah menanggulangi permasalah yang ada, dan ini menjadi tugas tambahan untuk setiap instansi yang bersangkutan,” tuturnya.

Sementara Pihak Pertamina selaku stakeholder, yang diwakili oleh Biofuel & Additive Supply Chain Manager, Yardinal mengatakan,  kita harus fokus pada sisi distribusi, khususnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), end user consumer, karena mereka hanya menggunakan dan mengelola BBM yang diberikan, tidak mempunyai pengetahuan sebaik industri.

“Pengguna akhir harus yang paling kita perhatikan, semoga BPPT mempunyai guidance mengenai handling bahan bakar B30, baik itu pemindahan, distribusi, pemeliharaan, bahkan petugas khusus untuk menangani B30. Karena merekalah yang paling terdampak dalam penerapan B30 ini,” harapnya.

Sementara dari pihak Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia APROBI, Jimmy, mengatakan selama proses Trial B30 yang berlangsung dari November-Desember Tahun 2019, significant problem-nya di supply chain, dimana kenaikan water containment-nya sangat tinggi.

“Kenaikan air ini bisa terjadi di dalam proses pemindahan FAME (B100), baik itu dari tangki penyimpanan ke truk angkut, ke kapal, bahkan ketika diturunkan kembali. Disini biasanya water containment naik, proses handling-nya mesti diatur juga standar operasinya,” terang Jimmy.

Jimmy pun meminta untuk para stakeholder untuk segera mencari kesepakatan mengenai cara menguji sampel dan pertimbangan threshold standar Fame, terlebih Indonesia baru memulai proses bisnis B30 di Indonesia.

“Kami selaku pelaku bisnis minyak sawit sangat mendukung penerapan B30 di Indonesia, namun kita juga mempertimbangkan kemampuan produksi dan juga faktor komersialnya. Semoga kita bersama mampu menemukan formulasi yang paling tepat untuk penerapan B30 ini,” pungkasnya.[]Humas BPPT/HMP/sp