Optimisme Garuda di Tengah Pandemi

Garuda Indonesia berusaha mengerti keinginan konsumen. Berdasarkan sejumlah riset kecil, ditemukan sejumlah insight, diantaranya: customer menomorsatukan keamanan dan kenyamanan, di atas harga dan schedule, juga fasilitas dalam pesawat!

Boleh jadi seluruh maskapai penerbangan di dunia kini benar-benar dalam situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19. Tak terkecuali bagi Garuda Indonesia. Jumlah penumpang merosot drastis. Begitu pun sejumlah momentum untuk meningkatkan revenue telah hilang, seperti saat mudik yang biasanya membludak (peak season) dan terakhir angkutan haji yang dibatalkan Pemerintah.

Irfan Setiaputra, CEO PT Garuda Indonesia/Foto: Inventure

“Dibalik kegalauan dan kesulitan yang ada,  sekarang kita hadapi saja. Saya dari dulu dalam menjalankan peran selalu optimis menjauhkan dari negative thinking, mengeluh dan sebagainya. Karena saya percaya, mengeluh tak membuat perubahan apapun,” kata Irfan Setiaputra, CEO Garuda Indonesia dalam acara webinar Indonesia Brand Forum 2020, awal Juli lalu.

Ada sejumlah langkah yang dilakukan, seperti intensif melakukan riset kepada customer. “Kami harus melakukan apa yang disebut understanding the customer,” Dari sana, menurutnya, ditemukan sejumlah insight, diantaranya: customer menomorsatukan keamanan dan kenyamanan, di atas harga dan schedule, juga fasilitas dalam pesawat.

Berangkat dari temuan-temuan tersebut, Garuda Indonesia berupaya win back the customer dengan brand campaign yang menyatakan bahwa terbang dengan Garuda sangatlah aman dan nyaman. “Intinya, tak perlu khawatir karena kami sangat memperhatikan protokol kesehatan berkoordinasi dengan pengelola bandara. Persepsi brand Graruda sangat kuat di sini,” Irfan menambahkan.

Di samping itu, mengupayakan penambahan revenue dengan memaksimalkan alat produksi (pesawat). Konkritnya dengan menempatkan kargo di kursi penumpang. Hal ini pun sudah disetujui pihak pemerintah. “Intinya kami melakukan adjustment agar bisnis tetap berjalan,” Irfan mengungkapkan. Lewat langkah menempatkan kargo, itu artinya Garuda melakukan penyesuaian dengan masuk ke ekosistem logistik, bukan semata ekosistem turisme atau travelling seperti kesan selama ini.

Namun demikian, tambah Irfan,   hakikat industri penerbangan adalah “industri kebahagiaan”. Jadi, penumpang yang masuk harus merasa nyaman dan aman, sekalipun diberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Dan itulah yang dijaga Garuda.

Garuda Indonesia merupakan fligh carrier kebanggaan Indonesia, tapi seberapa sulit kondisi Garuda saat ini? Menurut  Irfan, maskapai penerbangan adalah tipikal industri yang marginnya tipis karena memang cost nya mahal. Apalagi  usaha seperti  saat ini kompetisinya sangat ketat. Demikian juga dengan harga, tidak bisa semau-mau  mematok harga hanya orang membandingkan antar airlines. Tetapi  orang hari  ini mempunyai alternative lain untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain.

“Industri ini adalah industri yang very tough! Kita  tidak bisa bicara margin puluhan persen, tapi kita hanya bisa bicara margin single digit. Jadi ketika  goncangan terhadap  industri ini terjadi, tentu saja implikasinya terhadap bottom line saat mempengaruhi cash flow,” timbal Irfan.

Kini semua berita di seluruh dunia — tak ada satu pun airlines — yang dengan gagah perkasa mengatakan ‘I have no problem!’.  Kenapa? Pandemi ini krisis kesehatan yang semua orang sepakat penyelesaiannya adalah  meminimalisir mobilisasi.  Stay at home, work from home, dan semua meminimalisasi bergerak. “Orang tidak bergerak! Sementara komplikasi dari mobilisasi yang paling kompleks yang paling ujung adalah naik pesawat.  Kita amati saja, Jakarta sudah renggang, antar kota apalagi. Bagaimana bisa anda bayangkan, mobilisasi dengan menggunakan pesawat,” tanda Irfan serius.

Ketika Presiden Joko Widodo  mengumumkan penderita  Covid-19 di Indonesia pada awal Maret lalu, maka  penurunannya bukan landai, tapi drastis terjun bebas. Penurunan jumlah penumpangnya sampai 70%. “Memang membuat kita kejang-kejang melihat angkanya. Semua pesawat sudah disiapkan tapi semua orang cancel. Dan cancel nya bukan sedikit,” tambahnya.

Menurut Irfan, ada kekhawatiran benarkah naik pesawat itu sudah aman? Benarkah kita bisa terjaga dari penyebaran virus? Muncullah beberapa policy yang pada dasarnya pihak Garuda  juga tidak punya pilihan sekaligus mendukung keputusan itu. Garuda  juga bagian dari masyarakat yang tidak ingin pandemi berkelanjutan.

Jadi ketika pemerintah melarang mudik, maka kehilangan peluang. Padahal waktu mudik merupakan peak season nya Garuda  Indonesia yang puluhan tahun lalu menjadi puncak yang paling menyenangkan untuk mendapatkan lonjakan revenue pada momen mudik. Bahkan sampai penumpang tak peduli lagi dengan  harga. Itu revenue nya bisa menakjubkan selama musim mudik. Selama sebulan peak season itu menjadi sangat sibuk.

Terjadi opportunity loss US$ 200 juta dari keberangkatan haji di tanah air/Foto: id.pinterest.com

Impact  yang sangat dirasakan  Garuda  pada saat keberangkatan umrah ditutup pihak Saudi Arabia.  Belum lagi bila bicara keberangkatan haji. Garuda  yang biasanya bisa mendapatkan revenue di atas US$ 200 juta di musim haji, saat ini imbasnya sangat menakjubkan.

Sementara itu dari sisi alat produksi  seperti pesawat, orang (SDM), sistem dan segala macam, argonya jalan terus. Ditaksir 70% pesawat  mengalami grounded, dan karyawan, termasuk pilot dirumahkan sementara. Artinya, di angka sebesar itu ongkos produksi tetap jalan,  tapi tidak menghasilkan. Termasuk di dalamnya awak kabin dan back end process  mengalami implikasi yang sangat panjang.

Para analis  di industri penerbangan , kata Irfan, sepakat bahwa recovery nya hanya akan kembali di akhir 2022. Kita harus menghadapi 2,5 tahun lagi agar situasinya membaik seperti sebelum covid. Ini tantangan lebih besar. Ketika kita berproduksi, kita mesti melakukan adjustment. Pertanyaannya adalah apakah bisa di-adjust?

Bagaimana proses recovery bisa lebih cepat? “Saya pikir tidak ada satu pun di industri maskapai penerbangan di dunia ini yang mampu melihat keresahan karena kondisi ini dan harus menunggu dua tahun. Kita mendengar banyak maskapai yang menyampaikan kebangkrutannya. Karena itu pilihan yang masuk akal  hari ini!,”jawabnya.

Bagaimana  dapat beradaptasi dengan meng-adjust hal-hal yang sekiranya prioritas untuk dilakukan? Tentu saja kita harus kembali ke ilmu ekonomi perusahaan dasar. Yang namanya profit, harus lebih dibanding cost. Itu tak terabaikan. Misalnya kita turunkan cost sedrastis itu? “Garuda tidak bisa  seperti itu.  Banyak faktor yang harus dipikirkan,  seperti sumber daya manusia (SDM), apalagi sampai melakukan PHK  itu tindakan yang amat merusak perekonomian nasional secara keseluruhan,” Irfan menambahkan.

Ada banyak proses dan negosiasi yang dilakukan.  Artinya meng-adjust dengan menurunkan target pencapaian hari ini walaupun  ada limitnya. Disinilah mulai bicara beyond airlines. Ini yang membuat peran sebagai CEO Garuda dan teman-teman di Garuda dan juga ekosistem untuk  mengajak mereka berdiskusi beyond we very run so fast.

Irfan menjelaskan, kenapa namanya Garuda? Bung Karno ini bangun perusahaan ini karena ingin menjadi beyond airlines untuk menghadapi persaingan global. Di logo Garuda itu ada kata ‘Bhineka Tunggal Ika’. Kata Garuda dan Indonesia bagi  kita sebagai anak bangsa, sebagai  satu kesatuan yang berarti menyambungkan  suku bangsa dan pulau-pulau di Indonesia. Dan juga membawa nama  Indonesia keluar.

Kondisi pandemi  ini, menurut Irfan  merefleksikan beyond airlines  tentang  apa yang sudah kita lakukan.  Sehingga selama Covid ini Garuda berupaya tetap terbang. Tak pernah sekalipun berhenti terbang. “Kecuali ke luar negeri seperti ke China kondisi sekarang ini dan  Saudi Arabia karena kebijakan pemerintah disana.  Tapi kami masih terbang ke negara seperti Jepang dan Australia,” jelasnya.

Program Fly You Home Garuda yang diperuntukkan bagi penumpang yang ingin kembali ke negara asalnya /Foto: YouTube

Justru pada saat covid terjadi,   bukan soal untung rugi lagi. Karena banyak saudara-saudara kita di Eropa ingin pulang. Dan banyak warga negara Eropa yang ingin pulang juga. “Oleh karena itu kami bawa kampanye ‘Fly You Home’ sebagai inisiatif  kita percaya dalam kondisi seperti ini adalah penting individu-individu ingin  berkumpul bersama keluarga. Walaupun dari waktu ke waktu kita mengamati dinamikanya dan kita turunkan packing-nya. Seminggu sekali kami masih terbang ke Amsterdam.  Kami ingin memastikan bahwa Garuda menjalankan mandat connectivity,” tambahnya.

“Saya tetap optimistis Garuda akan bangkit. Yang perlu dicatat, hingga sekarang Garuda tetap terbang! Dan hingga sekarang terus menunjukkan peningkatan. Salah satu yang juga menjadi alasan optimisme adalah lewat survei internal, kami juga menemukan brand kami sebagai asset kami, ternyata tetap diapresiasi dan membuat customer bangga. Ini yang akan terus kami jaga dan kampanyekan,” ujar Irfan menutup sesi webinar.[] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa