Garudafood Bangun Kolaborasi Strategis

Lahirnya produk-produk baru merupakan DNA bagi Garudafood.  Perusahaan mamin (makanan dan minuman-red) ini banyak  melahirkan   produk-produk baru, baik hasil kolaborasi maupun inovasi sendiri. Bagaimana optimisme perusahaan ini di tahun depan?

Pandemic Covid-19 kini menyebar di 215 negara  di dunia, membuat landscape bisnis  mengalami perubahan. Apalagi adanya medsos, sehingga dalam hitungan detik, peristiwa di dunia segera diketahui. Kondisi ini menjadi trigger, sehingga tatanan dunia berubah baik sisi makro,  konsumen, behavior, kompetisi dan sebagainya.

Dibandingkan  krisis tahun 1998, landscape hanya sebatas Asean, tapi  berbeda dengan sekarang. Pandemi Covid-19 ini lebih challenger. Namun bila dilihat dari industri Fast Moving Consumer Good (FMCG), sektor ini masih cukup beruntung. Pasalnya, industri ini masih dibutuhkan masyarakat di masa pandemic, apalagi di sektor makanan masih bisa berproduksi.

Menurut Chief Eecutive Officer PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (Garudafood), Hardianto Atmadja, secara keseluruhan  dibandingkan tahun lalu memang minus, baik volume maupun value. Di sela-sela kondisi minus itu, ada juga yang tumbuh berkembang. “Dalam pandemic ini saya melihat ada dua hal. Pertama kita berpikir optimis bahwa pandemic ini pasti berlalu. Kedua, pemerintah melakukan banyak hal. Mungkin spending pemerintah terbesar selama ini adalah tahun 2020. Semua ini dilakukan untuk pemulihan ekonomi kita,” katanya dalam webinar Indonesia Industrri Outlook 2021, webinar yang diselenggarakan Inventure pada 4 – 6 November lalu.

Berpikir optimis bahwa pandemic ini pasti berlalu/foto: Inventure

Proyeksi tahun 2021, kata  Hardianto, pasti tahun 2021 akan jauh lebih baik. Banyak aspek yang dilihat bahwa tahun depan akan baik. Dengan adanya vaksin, apalagi telah didistribusikan 50% penduduk Indonesia, maka  rantai pandemic akan berakhir. Masyarakat akan beraktivitas kembali sehingga lebih bergairah.

“Saya lihat salah satu perubahan perilaku konseumen lebih aware pada kesehatan. Apakah channel terjadi shifting di masa pandemic cukup besar di general of trade (kios-kios atau rombong-rombong), terutama channel  di kantin sekolah. Sampai sekarang sekolah belum beraktivitas kembali, mereka terkena dampaknya,” tambah Hardianto.

Namun di modern trade dan online meningkat, modern  trade lebih meningkat  di minimarket format, dibandingkan dengan big format. Online untuk produk makanan sedikit berbeda dengan produk-produk non-food.  Online ke non food, seperti popok dan lain-lain, di consumer goods packed meningkat signifikan.

Perubahan ini harus disikapi pebisnis dengan lebih jeli. Ini menjadi opportunity, baik perubahan konsumen  maupun perubahan channel. “Tapi tidak semua orang bisa belanja online. Terutama kalangan menengah ke bawah. Mereka kalau harus membayar ongkos kirim terus menerus cukup sensitif. Akhirnya mereka masih belanja di minimarket dan general  trade,”terang Hardianto.

Sementara dari sisi channel, menurut Hardianto anak-anak yang mengkonsumsi snack, walaupun tidak sekolah, tapi masih dapat uang jajan dari orang taunnya.  Mereka belanja di channel general trade di sekitar perumahan. “Bahkan anak-anak sekarang bila belanja online lebih canggih dibandingkan saya. Itu yang saya lihat. Orang tua tetap  memberi uang jajan digital kepada anak-anaknya, tapi tetap dikontrol terutama  oleh ibuhnya. Kurang lebih shifting-nya seperti ini,” tambahnya.

Hardianto menambahkan, konsep Garudafood baik sebelum Covid  maupun setelah Covid, rasanya  masih relevan. Garudafood mempunyai best value. Kemudian dilihat dari sisi channel atau network yang dibangun dipengaruhi faktor eksternal . Ada faktor makro, seperti  pandemic  Covid ini yang menyebabkan perilaku konsumen berubah. Mungkin untuk segmen menengah ke bawah, lebih memilih value for money product.

Lebih lanjut ditambahkan, dengan kejadian Covid ini, maka di tahun 2021 sebagian orang akan kembali ke habit semula. Di beberapa negara yang sudah mulai bebas Covid, mereka kembali ke habit semula. Tapi ada juga habit yang baru, terutama orang yang konsen terhadap kesehatan. Setelah Covid orang tidak hanya beli sekedar snack, tapi beli snack yang sehat dan brand-nya reputable.

Menurut Hardianto, tahun depan tren-nya akan ke sana. Otomatis sebagai pemain, khusus divisi marketing dan R&D di masing-masing industri di consumer packed product harus menyiapkan produk-produk yang sesuai kebutuhan konsumen.

Garudafood sebagai brand  global juga melihat kebijakan pemerintah setempat. Misalnya di Filipina sempat melakukan  lockdown selama dua bulan, sehingga Garadufood  tidak bisa ke sana. China dan  India juga melakukan hal serupa. Kebijakan itu turut terpengaruh, tapi setelah dibuka kembali, produk-produk Garudafood seperti di China, channel-channel disana  mulai diisi kembali. ”Di tahun ini kita masih bisa growth.,”tuturnya.

Meskipun Garudafood masih regional brand, karena masih fokus di Asia. Brand Garudafood di Asia masih cukup bagus penerimaannya. Sebagai contoh, Garudafood punya  produk yang tidak terpengaruh atau kebal krisis.  Sebut saja  Gery Malkist, Gery Saluttt, dan Gery Crackers. ”Produk ini diekspor ke negara-negara Asean bahkan Korea.  Sampai hari ini  permintaannya naik.  Yang penting  produk  punya inovasi atau (menyasar) yang lebih ke bawah,  mempunyai value for money,” tambah Sarjana Teknik Industri lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Kategori  snack rata-rata pemain lokal yang strong/foto: Ist

Di Indonesia menurut Hardianto, pemainnya kuat-kuat semua. Pemain di kategori  snack rata-rata pemain lokal yang strong. “Kita bersyukur masyarakat Indonesia melihat brand Garudafood masih dipercaya dan  cukup kuat.  Yang penting produk-produk nya punya inovasi dan  value for money rasional,” ujar  alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan Bandung ini.

Produk-produk baru di Garudafood itu, lanjut Hardianto, merupakan DNA perusahaan.  Sehari-hari Garudafood  hidup harus ada produk-produk baru. Tahun ini lebih dari 10 produk baru,  salah satunya adalah  Kacang Panggang Garuda. Tren ke depan snack kacang panggang ini semakin bagus.

Lebih lanjut ditambahkan, yang menarik di masa pandemic ini adalah produk Garudafood  Chocolatos atau minuman coklat serbuk. Sebelum pandemic banyak diminum dengan menggunakan minuman air. Tapi  saat pandemic, banyak masyarakat belajar memasak. Produk-produk seperti  Chocolatos ini banyak digunakan untuk bikin kue dan pudding.

“Kami buatkan resep dan viralkan melalui medsos dan dibeli melalui online,” kata Hardianto saraya menambahkan ini salah satu yang sedang ngetren. Mereka ingin memasak, tapi yang kreatif dan inovatif. Mereka mencoba-coba sesuatu yang  simpel. Sehingga penjualan kita di beberapa region yang kena Covid tinggi (zona merah), justru penjualannya  meningkat.

Mungkin melihat secara keseluruhan, Garudafood menganut paham open platform. Artinya semangat melakukan kolaborasi dengan banyak pihak. Kita juga bekerjasama dengan toko digital. Rasanya semua pemain sudah melakukan. Bahkan, Garudafood mendapat penghargaan top penjualan terbaik oleh Tokopedia untuk kategori produk consumer goods.

Di samping itu, Garudafood Sempat meluncurkan produk snack baru dengan merek Garuda Potato pada Agustus 2020 silam.  Garudafood juga kembali meluncurkan Garuda O’Corn yang merupakan inovasi dari hasil open collaboration menggandeng partner global yang telah sukses mengembangkan merek Bugles. Mengusung bentuk produk yang unik dan pertama kali di Indonesia, diharapkan produk ini dapat diterima konsumen pecinta snack di Indonesia, khususnya bagi kalangan young-adult.

Di tengah kondisi pandemi Garuda Potato dan Garuda O’Corn merupakan produk pertama dari extend brand Garuda ke kategori non peanut.“Hal ini sejalan dengan strategi bisnis dan pertumbuhan Garudafood ke depannya yaitu dengan terus melakukan terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan penjualan baik melalui jalur distribusi, segmen dan pangsa pasar yang baru,” ujar Ferry Haryanto Direktur Marketing Garudafood, pada  6/10.

“Ini menjadi milestone baru bagi Garudafood terutama di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung,” katanya.

Sementara Hardianto yang dikutip dari antaranews.com, mengatakan, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang cukup signifikan pada seluruh sektor industri, salah satunya industri makanan dan minuman, sehingga saat ini bisnis perusahaan belum dapat pulih seperti sedia kala. Hal itu tercermin pada kinerja Garudafood, dimana penjualan pada semester I 2020 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

“Namun, kami berharap perekonomian di 2021 dapat berangsur membaik sehingga bisnis Garudafood dapat bertumbuh di tahun 2021. Kami tetap optimis dan cermat untuk menangkap setiap peluang dalam mengembangkan bisnis Garudafood salah satunya melalui open collaboration strategy,” ujar Hardianto.

Kinerja Garudafood pada semester I 2020 menunjukkan adanya tren perlambatan penjualan sebagai dampak pandemi. Dalam laporan keuangan Garudafood periode Juni 2020, tercatat bahwa perusahaan mengalami penurunan penjualan bersih sebesar 8,38 persen menjadi Rp3,91 triliun dari periode sama di tahun sebelumnya Rp4,27 triliun.

Sedangkan laba bersih terkoreksi 49,77 persen menjadi Rp115 miliar dari periode Juni tahun lalu Rp229 miliar. Total aset tumbuh sebesar 8 persen atau sebesar Rp5,47 triliun yang terdiri atas total liabilitas sebesar Rp2,87 triliun dan total ekuitas sebesar Rp2,59 triliun.

Garudafood merealisasikan rencana aksi korporasinya yaitu pengambilalihan 55 saham PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU) pada 14 Oktober 2020 lalu. Total transaksi senilai Rp953,7 miliar dengan jumlah saham seluruhnya 825 juta saham.

PT Mulia Boga Ratmya Tbk merupakan produsen pemrosesan keju dengan merk keju “Prochiz” yang sudah dikenal masyarakat Indonesia melalui berbagai varian produknya seperti Prochiz Cheddar, Prochiz Gold Cheddar, Prochiz Slice dan Prochiz Gold Slice  serta Prochiz Mayo yaitu mayonaise untuk salad dressing maupun pendamping makanan lainnya. Perusahaan keju tersebut sekarang menjadi partner jangka panjang Garudafood. Produk ini komplementer dengan Garudafood,” kata Hardianto.[] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa