Menangkap Peluang Bisnis Vaksin Covid-19
Perkiraan WHO, kebutuhan vaksin Covid-19 selama tiga tahun ke depan mencapai 16 miliar dosis. Sementara kapasitas produksi vaksin seluruh dunia sekitar 4 miliar dosis. Fenomena ini menjadi peluang bagi Indonesia menjadi produsen vaksin dunia. Mampukah pemerintah menangkap peluang itu?
Indonesia tak main-main mengembangkan vaksin Covid-19. Kerja sama dengan berbagai negara mulai dari China sampai Uni Emirate Arab (UEA) menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah serius ingin membasmi pandemi COVID-19 lewat pengembangan vaksin tersebut.
Bio Farma juga bekerja sama dengan perusahaan China Sinovac Biotech Ltd. Di mana uji klinis fase I mulai April lalu untuk mengevaluasi keamanan, toleransi dan imunogenisitas awal vaksin Covid-19. Uji Fase II dimulai Mei lalu yang melibatkan sekitar 1000 relawan, sebagaimana dikutip dari Majalah Gatra, edisi 3 Juli 2020.
Uji coba fase III rencananya Juli ini. Sasarannya untuk melihat efektivitas vaksin dalam skala luas. Fase ini melibatkan lebih banyak orang dan dilakukan di banyak tempat. Dalam pengujian ini Sinovac melakukan pengujian di dua tempat, yaitu China dan Bandung.
Bahkan, minggu pertama Desember lalu, pemerintah telah mendatangkan vaksin Sinovac sebanyak 1,2 juta dosis. Pada awal Januari 2021, pemerintah akan mendatangkan 1,8 juta dosis vaksin lainnya, sedangkan 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bahan baku akan didatangkan pada Desember ini. Sementara pada Januari mendatang, akan datang sebanyak 30 juta dosis vaksin dalam bentuk bahan baku yang nantinya akan diproses lebih lanjut oleh Bio Farma selaku BUMN produsen vaksin.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, memastikan Bio Farma mampu memproduksi vaksin Covid-19 sebanyak 250 juta dosis per tahun di akhir tahun 2020. Hal itu dinyatakan Menteri Erick Thohir saat meninjau laboratorium dan fasilitas produksi Bio Farma, perusahaan induk BUMN di bidang farmasi, di Bandung, Jawa Barat, pada minggu pertama Agustus lalu.
Sejauh ini, Bio Farma telah memproduksi vaksin sejak 1890 dan dipercaya lebih dari 150 negara dalam memproduksi 15 jenis vaksin, dengan pangsa pasar 75% vaksin polio yang menyebar di seluruh dunia. Bio Farma juga memastikan bahwa produknya halal, dan sudah digunakan di beberapa negara Timur Tengah.
“Mari kita percaya atas kemampuan bangsa sendiri. Jangan ragukan kemampuan Bio Farma yang sudah teruji, baik untuk memproduksi vaksin yang dihasilkan dari kerja sama dengan negara lain juga vaksin murni karya Bio Farma sendiri. Ini karya anak bangsa. Kita maksimalkan uji klinis dan produksi vaksin Covid-19 agar tahun depan masyarakat dapat segera diimunisasi,” lanjut Erick Thohir.
Di samping itu, selain kerja sama dengan Sinovac, pemerintah kembali menunjuk 2 BUMN Farmasi lainnya untuk ikut serta mengembangkan vaksin Covid-19. Kali ini, giliran Kimia Farma dan Indofarma yang didorong ikut andil lewat kerja sama dengan UEA. Ini menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah serius ingin membasmi pandemi COVID-19 lewat pengembangan vaksin tersebut.
Beberapa waktu lalu, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kembali menyaksikan penandatangan nota kesepahaman penanganan Covid-19 dengan perusahaan di Uni Emirat Arab, G42, asal Unit Emiral Arab (UEA) dengan 2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi yaitu Kimia Farma dan Indofarma. Kerja sama keduanya focus untuk mengembangkan produk-produk vaksin termasuk vaksin Covid-19. Keduanya akan mengembangkan produk farmasi layanan kesehatan riset dan uji klinis serta pemasaran dan distribusinya. Pada Kuartar III 2021 mendatang, G42 berencana mengirim 10 juta dosis vaksin Covid-19, sebagaimana dikutip dari datik.com, pada 24/8 lalu.
Sementara Indonesia tengah mengembangkan vaksin Covid-19. Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini ada enam institusi yang mengembangkan vaksin Merah Putih. Enam institusi yang melakukan pengembangan Vaksin Merah Putih dengan platform yang berbeda tersebut adalah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
Ditambahkan, pengembangan Vaksin Merah Putih merupakan cerminan dari sinergi triple helix, yaitu kerja sama pemerintah (kementerian/lembaga), perguruan tinggi, dan industri sebagai upaya bersama mencegah penularan COVID-19 dan memberikan rasa aman nyaman bagi masyarakat. Pada tahap uji klinis Bio Farma bertindak sebagai sponsor pelaksana bersama Litbangkes, sementara BPOM sebagai badan regulator yang mengeluarkan izin edar apabila vaksin nantinya telah selesai uji klinis.
Sementara Erick Thohir pun menegaskan, pemerintah serius menggarap produksi Vaksin Merah Putih. Pemerintah juga berupaya mengimpor bahan baku vaksin atau vaksin Covid-19 dalam bentuk jadi dari luar negeri. Menurut Erick, impor bahan baku vaksin dan vaksin jadi tersebut adalah langkah jarak pendek pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi corona.
“Saya rasa kita tidak bisa melihat ini hanya jangka pendek, tapi juga jangka panjang,” tutur Erick dilansir Metro TV pada Jumat (20/11). “Berarti tidak mungkin kita impor terus apalagi kita Indonesia punya kapabilitas memproduksi vaksin.”
Lebih lanjut, Erick menyatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakui PT Bio Farma (Persero) sebagai perusahaan Indonesia berkualitas untuk memproduksi vaksin. Selain itu, WHO juga memperkirakan bahwa kebutuhan vaksin Corona selama tiga tahun ke depan mencapai 16 miliar dosis, sebagaimana dikutip dari wowkeren.com, 21/11.
Adapun total kapasitas produksi vaksin seluruh dunia yang sekitar 4 miliar dosis. Dengan demikian, ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mampu menjadi produsen vaksin COVID-19. Erick pun menyampaikan keinginannya untuk membuat Indonesia sebagai sentra vaksin bagi Asia Tenggara.
“Kami dari Kementerian BUMN ingin sekali kita menjadi sentra vaksin buat Asia Tenggara atau lebih besar dari Asia Tenggara,” terang Erick. Ini menjadi kesempatan kita karena selama ini Bio Farma karena sudah punya di 15 sampai 150 negara yang untuk vaksin polio.
Salah satu upaya Erick menjadi Indonesia sebagai sentral vaksin Asia Tenggara adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi Bio Farma dari 100 juta dosis menjadi 250 juta dosis. Erick memprediksi kapasitas tersebut bisa dinaikkan menjadi 500 juta hingga 750 juta apabila digabungkan dengan kapasitas dari perusahaan swasta hingga fasilitas TNI/Polri di Indonesia.
Boleh jadi langkah Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan sejumlah negara produsen vaksin virus corona adalah untuk menyusun strategi menjadikan Indonesia sentra distribusi vaksin Covid-19 di Asia Tenggara.. “Pemerintah segera menyelesaikan sejumlah fasilitas di dalam negeri untuk menjadikan manufacturing hub untuk vaksin di Asia Tenggara,” kata peneliti sejarah wabah Syefri Lewis dalam pernyataan tertulisnya, pada, 15 Desember 2020.
Selain untuk menjadi jalur distribusi utama, langkah ini juga penting untuk mengembangkan sarana transfer teknologi guna mempercepat kemampuan Indonesia untuk memproduksi vaksin buatan dalam negeri. Indonesia patut untuk menjadi hubungan utama penyebaran vaksin dikarenakan kenyataan bahwa jalur distribusi utama vaksin di Asia Tenggara adalah di Indonesia. Mengingat, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.
“Dengan jadi pusat atau manufacturing hub, kita bisa punya akses lebih cepat untuk mendapatkan dan mengirimkan vaksin ke penduduk kita,” tambahnya, sebagaimana dikutip dari liputan6.com, 16/12.
Peran sentral Indonesia sebagai pusat koneksi penyebaran vaksin di Asia Tenggara mendapat pengakuan dari pemerintah Tiongkok. Pemerintah Negara Tirai Bambu itu menilai posisi dan peran Indonesia sangat vital dalam proses distribusi vaksin di Asia Pasifik. Menurut Anggota Dewan Negara Republik rakyat Tiongkok, Wang Yi, Tiongkok bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam penelitian, produksi, dan distribusi vaksin.[] Yuniman Taqwa/foto ilustrasi utama: ist