Kiprah Bisnis Arief Rahman Membesut Kedai Duren Wak Roban
Nama ‘Wak Roban’ diambil dari nama panggilan ayahnya di kampung halaman yang kerap disapa ‘Uwak Roban’ . Di tengah pandemic, omzet bisnisnya justru semakin sumbringah. Lantas, bagaimana awal bisnis duren ini dibangun? Apa yang melatarbelakangi Arief Rahman sampai terjun ke bisnis kuliner duren?

Alih-alih berkarir sesuai dengan ilmu yang dimiliki sejak duduk di bangku SMK hingga kuliah di jurusan Arsitektur, tapi nasib membawa Arief Rahman menjadi pengusaha duren. Mengambil nama panggilan ayahnya, ia membesut Kedai Duren Wak Roban .
Mendengar nama kedai duren ini mengingatkan kita pada satu daerah yang terkenal dengan jalannya yang menanjak dan berkelok tajam di wilayah Pantura Jawa Tengah. Yap! Daerah Alas Roban! Namun, persepsi itu seratus persen salah. Kedai Duren Wak Roban tak ada hubungannya dengan Alas Roban. Kedai ini tak lain adalah warung yang menyajikan kulineran berbasis duren yang dimiliki anak muda kelahiran 1986 bernama Arief Rahman.

Adapun nama ‘Wak Roban’ diambil dari nama panggilan ayahnya di kampung halaman Kabupaten Asahan, Sumatera Utara yang kerap disapa ‘Uwak Roban’ . Namun bukan berarti juga ayahnya penjual duren, meskipun Arief di masa kecilnya akrab dengan perkebunan duren. Yang jelas, menjadi penjual duren dan segala bentuk olahannya tak lepas dari milestone perjalanan karirnya berjuang di Jakarta yang berawal dari mimpi ingin bekerja di dunia entertainment (hiburan).
Bermodal uang pinjaman dari seorang teman dan sedikit uang simpanan, Arief Rahman mengejar mimpi ke Jakarta untuk bekerja di dunia entertainment (hiburan). Saat itu ia senang bukan kepalang ketika mendapat panggilan kerja dari sebuah rumah produksi ternama di Jakarta. Ia tak berpikir dua kali mengambil keputusan merantau ke ibukota meski mimpi itu tak sesuai dengan bidang keilmuan yang ia geluti selama belajar di Sekolah Teknik Mesin ( STM sekarang SMK-red) dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi mengambil Jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Medan (ITM) Sumatera Utara.
“Tahun 2010 saya lulus S1,”ujar Arief Rahman sambil melanjutkan,”Waktu kuliah saya nyambi bekerja sebagai event organizer (EO) di salah satu stasiun radio di Medan. Ternyata saya malah senang bekerja di dunia entertainment. Keinginan saya memang besar banget untuk hijrah ke Jakarta mengadu nasib di industri hiburan. Awalnya yang terpikir bisa bekerja di stasiun teve. Kok kayanya keren banget pakai seragam hitam-hitam dengan identitas sebagai karyawan televisi,”.
Dan ketika mendapat panggilan kerja dari salah satu rumah produksi ternama di tanah air, ia pun langsung mengambil sikap berani meninggalkan tanah kelahirannya, Sumatera Utara. Ini bukan kali pertama ia mengejar mimpi ke Jakarta. Sebelumnya ia pernah mendapat tawaran kerja ke Jakarta ikut dengan seorang paman. Meski belum membawa bekal ijazah S1 tapi Arief memberanikan diri merantau ke Jakarta bekerja di industri wedding organizer. Dan, tak lama ia kembali ke Medan untuk mengurus ijazah dan sempat bekerja kurang lebih satu tahun pada perusahaan kontraktor di sana.
Hingga kali kedua ia kembali tergoda untuk mencari peruntungan ke ibukota. Ia pun mendapat panggilan dari rumah produksi tersebut. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Saat itu keberuntungan belum berpihak kepadanya. Panggilan kerja sebagai Asisten Produksi ternyata gagal di tengah jalan. “Waktu itu saya sempat jual televisi, kipas angina dan apa saja yang penting saya bisa terbang ke Jakarta. Saya inget banget, itu tanggal 18 Januari 2011,”aku pria kelahiran 1986 ini.
Ia pun sempat hidup luntang-lantung mencari kerja di Jakarta. Empat bulan di Jakarta seorang teman memberi informasi ada lowongan kerja di salah satu bank BUMN. Modal nekad karena sama sekali tak memiliki background pendidikan apalagi pengalaman di bidang perbankan. Di luar dugaan ia mendapat panggilan psikotes. Proses demi proses perekrutan dilalui hingga akhirnya ia lolos seleksi dan mulai berkarir di industri perbankan sebagai teller di bank tersebut untuk wilayah Jakarta Kota. Tiga tahun menjadi teller, posisinya naik ke bagian customer service. Lalu terakhir ia bergabung di divisi marketing pada bank tersebut.
Di tahun ketiga bekerja di bank, Arief bersama Zulia Laraswati, mantan pacar (sekarang istri Arief-red) tergiur mencari bisnis sambilan. “Awalnya mencoba buka bisnis rental Play Station, tapi gagal. Lalu coba bisnis lain, gagal lagi. Akhirnya tahun 2013 ada kepikiran menjual makanan. Tapi makanan apa? Waktu itu ketemu pancake durian. Kebetulan saat itu banyak teman yang belum pernah coba pancake durian,”cerita Arief mengenang cikal bakal lahirnya Kedai Duren Wak Roban.
Di tahun itu juga ia berkesempatan pulang kampung untuk memperkenalkan calon istri kepada orangtuanya di Asahan. Saat itu ia bertemu dengan teman lama yang sedang giat berbisnis durian kupas. Teman lama ini yang memberinya kesempatan menjadi reseller durian kupas. “Tapi usaha ini hanya bertahan 2 sampai 3 minggu saja. Saya ambil daging durian dari teman di Medan, lalu saya jual di Jakarta. Saya tawarkan ke teman-teman di kantor. Demikian juga dengan istri saya yang juga kerja di bank. Untungnya paling 500 perak per kilogram. Karena saat itu belum ada Gojek dan sejenisnya. Saya mengalami kendala dalam hal pengiriman. Sabtu minggu jualan door to door. Agak kerepotan akhirnya hanya bertahan sebentar,”ujar mantan karyawan BNI ini.
Tak patah arang, Arief kemudian terpikir menjual durian dalam bentuk makanan olahan pancake. Yang tadinya hanya menjadi reseller mengambil di satu tempat sampai memproduksi pancake sendiri. Setiap hari pulang kerja sekitar jam 8 malam, bersama Zulia mulai start membuat pancake hingga jam 1 dini hari. Di awal hasil olahannya kurang bagus, tapi ia terus mencoba hingga ketemu formula yang paling tepat dan enak. Setelah ketemu formulanya barulah ia berani menawarkan produk pancake duriannya ke kalangan teman-teman.
Dari kalangan teman, berkembang ke kenalan dan pasar pun semakin meluas. Dalam hal ini Arief memanfaatkan sistem marketing direct selling melalui media sosial.”Saat itu baru ada black berry messenger (BBM) dan media sosial seperti facebook. Waktu itu seperti instagram, whats app apalagi marketplace belum populer,” kenang Arief.
Persisnya 2014 produk pancake nya mulai dikenal pasar hingga keluar kota. Saat itu Arief mulai memberanikan diri endorse produknya ke kalangan artis-artis ibukota seperti Olla Ramlan, Dewi Persik, Nunung Srimulat dan lain-lain. Dari situ pancake yang diberi merek ‘Wak Roban’ ini mulai populer. ”Efeknya waktu itu berasa banget. Dari situ kita mulai banyak pengiriman ke luar kota,”ungkapnya.

Usaha pancake Arief terus berkembang hingga mampu menjual 300 – 400 boks ( 1 boks isi 10 pieces pancake-red) per hari. Ia sampai merekrut tetangga untuk membantunya membuat pancake. Dari satu orang terus bertambah, tenaga kerja sampai ibu mertua ikut bantu. “Saya memulai usaha ini dari modal Rp700 ribu untuk membeli daging durian 10 kg. Satu boks pancake saya jual Rp 70 ribu sampai Rp 80 ribu per boks. Waktu itu belum banyak pemain pancake,”terang ayah dari Tamma Arzuna Rahman dan Hazeera Hijralia Rahman ini.
Bisnis pancake dimulai ketika Arief masih bekerja sebagai karyawan bank. Namun karena kegigihannya, ia dan istri mampu melalui masa-masa itu dengan bekerja produktif selama 4 tahun hingga akhirnya di tahun 2017 Arief memutuskan resign dari tempatnya bekerja.
Di sepanjang tahun itu Arief dan istri belajar memenej waktu agar tetap produktif. Di satu sisi bekerja sebagai karyawan bank, di sisi lain ia merintis bisnis sendiri menjadi entrepreneur. Itu tidak mudah, perlu kerja keras dan kemampuan memenej waktu serta bakat berdagang. “Seorang pensiunan pernah menasehati saya untuk belajar berbisnis dari sekarang sebelum resign. Jangan sampai seperti dirinya, ketika pensiun malah bingung mau ngapain,”ujarnya.
Dari situ Arief berpikir untuk lebih kerja keras lagi hingga akhirnya setelah banyak pertimbangan ia memberanikan diri untuk fokus di dunia bisnis durian dan meninggalkan perannya sebagai karyawan bank. “Istri saya lebih jago di bidang marketing, dia punya spirit lebih kuat dari saya,”aku Arief tentang Zulia yang menjadi penyemangat bagi bisnis duriannya hingga saat ini.
Usaha durian pun berkembang dengan membangun Kedai Duren Wak Roban karena tak sedikit konsumen yang ingin makan di tempat. Di awal dari menyewa kios kecil sederhana berukuran 4 x 6 meter persegi.
Dari kedai ini ia melakukan diversifikasi usaha ke banyak menu olahan durian. Mulai dari durian kupas hingga makanan olahan seperti sup durian, serabi durian, ketan durian, jus durian, durian goreng, dan sebagainya termasuk pancake. Dan konsumen pun menyambut baik dengan semua menu yang ditawarkan.
“Makanan olahan kami buat sendiri. Saya belajar dulu dari mama saya karena beliau pandai mengolah durian menjadi makanan enak seperti kolak durian. Dari kecil saya sudah makanan masakan itu. Untuk ketan durian, saya beli ketannya dari pihak lain, dan kuahnya kami buat sendiri,”paparnya kepada pelakubisnis.com.
Diakui Arief, ketika mengembangkan usaha durian memang saat itu muncul pemain sejenis. Namun menurutnya, ia memiliki difrensiasi menonjolkan imej durian sebagai menu utama. Menggunakan tagline, “Lomak Kali Rasanya!”, Kedai Duren Wak Roban perlahan mulai ramai. Ditambah lagi ia melakukan kegiatan promosi “Lomba Makan Durian” yang dikomunikasikan melalui YouTube dan mendapat respon positif dari masyarakat. Tak sedikit orang yang membuat konten tentang durian semenarik mungkin dan mengupload videonya ke YouTube. “Mereka yang menang dapat beberapa boks durian dan uang tunai,”jelas Arief yang saat itu sempat diliput salah satu majalah ibukota.
Ia melanjutkan, pemain saat ia merintis bisnis durian memang banyak. “Dibilang menguasai pasar juga kami gak! Cuma pasarnya saat itu masih terbuka luas banget. Jadi besar peluang untuk berkembang,”ujarnya.

Selain melakukan kegiatan lomba makan durian dan diviralkan melalui sosial media. Di tahun 2014 Arief dan istri sudah mulai aktif ikut bazaar/pameran di banyak tempat . Bahkan sempat membuka beberapa cabang di kisaran tahun 2014 – 2015. Diantaranya di Mal Citraland Grogol, di Pasar Santa Jakarta Selatan, daerah Kemang dan beberapa tempat di Jakarta.
Namun saat itu karena masih bekerja sebagai karyawan, ia mengalami kesulitan mengontrol kegiatan di beberapa cabang kedai durennya. “Setidaknya saya pernah mencoba. Kalau pun gagal saya sudah pernah mencoba membuat cabang. Ada kerugian tapi lumayan untuk pembelajaran,”ujar Arief.
Ia juga pernah mencoba membuat menu durian es krim yang diberi merek ‘It’s Duren!” dengan tagline “It’s Duren, It’s not Ice Cream!”. Produk ini sudah dijual banyak reseller bahkan dilirik pejabat salah satu kementerian dari Malaysia di salah satu kesempatan pameran di Jakarta pada 2018 lalu. “Mereka ajak saya mengikuti pameran di Malaysia. Mereka tertarik dengan packaging dan konsep yang kami buat,”tuturnya.
Ia sempat memiliki 30 sampai 50 reseller produk It’s Duren! yang dijual dengan kisaran harga Rp 15 – 21 ribu/piece. Yang mengcover banyak daerah di Indonesia. “ Konsep yang dibuat adalah ini full daging durian, bukan ice cream. “Added value yang ingin diberikan adalah, konsumen makan durian tak perlu repot, ribet, tak perlu bawa durian utuh, tak perlu buang kulit dan biji durian. Dengan makan produk olahan, makan durian menjadi lebih praktis dan ekonomis,”demikian Arief membangun persepsi konsumen tentang produk durian olahannya.
Sejauh ini sosial media seperti instagram dan endorse juga mengikuti event-event bazaar cukup membantu usahanya melalui saluran komunikasi digital. Meski demikian, ia mempertahankan kedainya untuk tetap buka kecuali ada larangan dari pemerintah karena efek pandemic. “Sampai sekarang kedai kami masih bertahan dan menjadi point penting karena Kedai Duren Wak Roban selain promosi via online nya bagus, instagram oke, kita juga punya store. Itu yang membuat customer percaya. Selain itu kami tetap menjaga kualitas dan menjaga reputasi,”papar Arief yang saat ini memaksimalkan layanan contact admin dari website nya, instagram, endorse dan tetap membuka toko.
Sayang di tengah covid untuk sementara ia tak memproduksi “It’s Duren” dulu. Harap maklum, saat ini karyawannya dari 15 orang tinggal 7 orang karena sejak pandemic, persisnya tahun lalu sejak ada aturan PSBB –pembatasan sosial berskala besar–.
Ia pun memutar otak agar usahanya tetap berkembang, diantaranya dengan kembali fokus menjual durian kupas yang dijual secara online hingga menjual buah durian utuh. Jika sebelumnya fokus menu durian olahan, di tahun ini akan mencoba menawarkan durian utuh. “Strateginya sekarang terus naikkan brand image ‘Wak Roban’ baik melalui online maupun offline, dan alhamdulillah kami bisa bertahan sampai saat ini. Masih ada konsumen loyal yang terus membeli produk kami. Sebelum pandemic promosi lewat online berkisar 60%, tapi di masa pandemic mungkin 90% promosi kami lewat online. Tapi masih banyak juga pembeli yang datang ke kedai,”ungkap Arief yang berharap tahun ini bisa menyediakan lebih banyak durian yang berasal dari berbagai daerah penghasil duren di Indonesia.
Alhasil, meski daya beli secara nasional turun, namun usahanya hingga saat ini masih mampu mencetak omzet Rp 200 – 300 juta/bulan berkat penjualan online yang sudah dilakukan Kedai Duren Wak Roban sejak awal berdiri. “Saya berharap, meski masih dalam suasana pandemic, mudah-mudahan aturan pemerintah tidak menyulitkan pelaku bisnis terutama UMKM,”pungkas Arief mengakhiri pembicaraan. []Siti Ruslina