Industri Mamin Tumbuh 1,66 Persen Tahun 2020

Jakarta, 9 Februari 2021, pelakubisnis.com – Industri makanan dan minuman (mamin) selama ini menjadi andalan dalam memacu pertumbuhan sektor manufaktur dan ekonomi nasional. Di masa pandemi Covid-19, industri ini  menjadi sektor strategis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pada tahun 2020, industri mamin mampu tumbuh positif sebesar 1,66 persen dengan kontribusinya terhadap PDB industri pengolahan non-migas mencapai 38,29 persen dan terhadap PDB nasional sebesar 6,85 persen. “Sehingga industri mamin menjadi industri prioritas yang dikembangkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, pada 8/2.

Guna mendorong industri mamin agar perannya semakin meningkat di dalam perekonomian nasional, salah satu upayanya adalah menjamin ketersediaan bahan baku. Langkah untuk menjaga keberlagsungan usaha ini diyakini akan mendongrak produktivitas dan daya saing sektor tersebut.

“Sebagai upaya  menjamin ketersediaan bahan baku industri, khususnya industri mamin, pada saat ini sedang dibahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja sektor Perindustrian, yang di dalamnya juga memuat pengaturan tentang jaminan ketersediaan bahan baku untuk industri,” papar Menperin.

Menurut Agus, jaminan bahan baku bagi industri pangan termasuk yang menjadi fokus pengaturan dalam RPP tersebut, di mana ketersediaan bahan baku baik dari dalam maupun luar negeri akan dibahas berdasarkan neraca komoditas yang di dalamnya melibatkan semua kementerian dan lembaga terkait dari hulu sampai hilir, yangg dikoordinasikan oleh kementeriaan Koordinasi Bidang Perekonomian.

“Kebutuhan bahan baku atau bahan penolong untuk industri makanan, termasuk di dalamnya gula, berdasarkan neraca komoditas terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi baik dari sisi suplai maupun demand, sehingga akan didapatkan data kebutuhan bahan baku yang akurat dan akuntabel,” tegasnya.

Di samping itu, dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku gula bagi industri mamin diperlukan pengaturan produksi bagi industri gula yang memproduksi gula kristal rafinasi untuk industri mamin dan untuk mendorong peningkatan produksi gula kristal putih untuk konsumsi.

“Pengaturan ini diperlukan agar masing-masing industri fokus untuk berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik gula rafinasi untuk memenuhi GKR industri mamin dan pabrik gula basis tebu untuk memenuhi gula kristal putih untuk konsumsi dalam rangka swasembada gula,” imbuhnya.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim menyatakan, pengaturan produksi pada pabrik gula basis tebu diperlukan mengingat kebutuhan gula konsumsi yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. “Kebutuhan gula konsumsi saat ini sebesar 2,8 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 2,1 juta ton,” ungkapnya.

Kemenperin mencatat, produksi gula dalam negeri pada tahun 2015-2020 menurun dari 2,5 juta ton menjadi 2,1 juta ton, padahal pada rentang tahun yang sama telah berdiri sebanyak kurang lebih tujuh pabrik gula berbasis tebu, antara lain PT. Kebun Tebu Mas, PT. Sukses Mantap Sejahtera, PT. Adikarya Gemilang, PT. Industri Gula Glenmore, PT. Pratama Nusantara Sakti, PT. Rejoso Manis Indo dan PT. Prima Alam Gemilang, dengan kapasitas terpasang yang rata-rata cukup besar antara 8.000 – 12.000 TCD.

“Sehingga pada saat ini terdapat 62 pabrik gula di dalam negeri (43 PG BUMN dan 19 PG swasta) dengan kapasitas terpasang nasional mencapai 316.950 TCD,” ujar Rochim. Apabila seluruh pabrik gula dapat berproduksi optimal dan efisien, dapat dihasilkan produksi gula kurang lebih 3,5 juta ton per-tahun. Hal ini berarti swasembada gula konsumsi sudah tercapai.

Namun, sampai saat ini pengembangan industri gula nasional masih banyak kendala, antara lain sulitnya investor memperoleh lahan yang clean and clear di luar Jawa, sementara perkebunan tebu di Pulau Jawa juga semakin berkurang. Selain itu, sulitnya memperoleh saprodi tebu dan produktifitas tebu yang relatif rendah.

“Sehingga diharapkan pabrik-pabrik gula basis tebu ini fokus untuk meningkatkan produksi gula kristal putih, dengan mengembangkan perkebunan tebunya untuk memenuhi bahan baku bagi perusahaannya,” tutur Rochim.

Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kemitraan, pemberdayaan petani tebu, membantu aspek pembiayaan perkebunan tebu petani, penyediaan saprodi tebu, bimbingan usaha budidaya tebu dan sebagainya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tebu yang dihasilkan.

Sementara itu, pabrik gula rafinasi fokus untuk memenuhi kebutuhan GKR untuk industri mamin. “Pabrik gula rafinasi mengolah raw sugar menjadi gula kristal rafinasi agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau bahan penolong bagi industri mamin,” jelasnya.

Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat menteri yang dilaksanakan pada 14 Desember 2020, disepakati alokasi kebutuhan GKR untuk industri mamin dan farmasi di dalam negeri pada tahun 2021 sebesar 3,116 juta ton GKR (setara dengan 3,315 juta ton raw sugar), dan pada akhir Desember 2020 telah diterbitkan persetujuan impornya sebesar 1,935  juta ton untuk kebutuhan semester I Tahun 2021.

“Sementara itu, berdasarkan hasil Rakortas pada 26 Januari 2021 telah disepakati bahwa kebutuhan GKR untuk kebutuhan industri maminfar pada semester II sebesar 1,380 juta akan segera diterbitkan dalam waktu dekat ini,” tandasnya.[] sp