Sektor Properti Mulai Bangkit Tahun 2021

Program vaksinasi yang dimulai Januari lalu, menjadi pemicu gairah ekonomi di tengah pandemic. Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 4-5 persen, yang boleh jadi mendongkrak sektor properti!

Diprediksi sektor properti berpotensi  bangkit pada 2021. Sejumlah faktor pendukung bisnis ini akan “bergairah”  di tahun kerbau ini. Januari lalu, misalnya, pemerintah mulai melakukan vaksinasi Covid-19  secara gratis yang akan diberikan kepada 182 juta penduduk Indonesia untuk menciptakan kekebalan komunal.

Di samping itu, pembangunan infrastruktur sepanjang pandemi terus berlanjut. Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah akan terus melanjutkan pembangunan berbagai infrastruktur pada 2021. “Tahun 2021 juga tetap kita isi dengan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia seperti yang telah dicanangkan,” tulis Jokowi melalui akun resmi Twitter miliknya, @ jokowi, pada 1/12/2020.

Pembangunan infrastruktur yang dimaksud mulai dari bendungan, jaringan irigasi, jalan, jalur kereta api, bandara, hingga rumah-rumah susun di seluruh Indonesia. “Anggaran besar kita kucurkan,” ujarnya seraya menambahkan, tahun ini pemerintah akan fokus pada program vaksinasi massal Covid-19.

Properti tahun 2021 diprediksi bangkit/foto ist

Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur tahun 2021 sebesar Rp417,8 triliun. Kebijakan pembangunan infrastruktur tahun 2021 merupakan pembangunan berkelanjutan pasca pandemi covid-19 dengan penguatan infrastruktur digital dan mendorong efisiensi logistik dan konektivitas.

Adapun target output strategis 2021 untuk pelayanan dasar adalah pembangunan rumah susun dan rumah khusus sebesar 10.706 unit, bendungan sebanyak 53 unit dimana 43 unit sedang dibangun dan 10 bendungan baru. Kemudian, akses sanitasi dan persampahan untuk melayani 1.643.844 Kepala Keluarga (KK), jaringan irigasi dibangun sepanjang 600 km, yang direhabilitasi sepanjang 3.900 km dan jaringan irigasi tanah sepanjang 100 km.

Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan DPP Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie, sejumlah hal yang mendukung kebangkitan bisnis properti. “Pembangunan infrastruktur pada masa pandemi dan kondisi resesi saat ini tidak berhenti, terus bergulir. Faktor lainnya adalah suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang 3,75 persen,” ungkapnya pada 23/12/2020, sebagaimana dikutip dari dari bisnis.com.

Faktor lainnya, lanjut Hari, penurunan suku bunga KPR/KPA dan kenaikan kredit properti, peningkatan anggaran FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan relaksasi properti menengah atas.

Februari 2021, misalnya,  ada beberapa bank yang menawarkan suku bunga KPR rendah. Bagi Anda yang berencana membeli rumah dengan KPR, kesempatan bagus ini tentu sayang jika dilewatkan begitu saja. Apalagi di lokasi-lokasi favorit kenaikan harga rumah biasa terjadi per kuartal atau tiga bulan sekali. Jadi sebelum harga naik, segera kunci harga rumahnya dari sekarang. Akan tetapi, sebelum berencana mengajukan KPR, penting untuk Anda mengetahui lebih detail seputar seluk beluk KPR.

Saat suku bunga BI7DRR sudah mengalami penurunan sebesar 25 persen pada September 2020 dibandingkan awal tahun 2020, suku bunga KPR dan KPA hanya turun sekitar 5,3 persen pada periode yang sama. “Berdasarkan data Rumah.com Consumer Sentiment Survei 2020, sebanyak 73 persen responden menyebutkan suku bunga sebagai pertimbangan utama dalam membeli properti. Suku bunga KPR yang lebih rendah akan membuat konsumen lebih percaya diri mengambil keputusan membeli properti,” ujar Marine Novita, Country Manager rumah.com, yang dikutip dari kompas.com, pada 30/12 lalu.

Pertumbuhan industri perumahan adalah suku bunga. Ia berharap agar laju penurunan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) diikuti pula oleh suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan perumahan tahun ini pada kuartal I anjok 50 persen, lalu, kuartal II naik, dan pada kuartal III kembali tidak stabil karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dia menilai daya beli masyarakat saat ini masih ada. Hal itu terlihat dari minat masyarakat yang masih membeli rumah, kavling tanah, dan apartemen, “Ketika dilonggarkan, sektor properti naik, lalu diketatkan, properti anjlok. Jadi, tak hanya menggunakan digital marketing, tetapi juga perlu datang ke lapangan,” ujarnya dalam diskusi Kebangkitan Industri Properti Nasional 2021 secara virtual pada 22 Desember 2020.

Ali menambahkan, kondisi saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli bagi end user maupun investor. Pasalnya, apabila pemerintah sudah melakukan vaksinasi dan pandemi usai, harga di industri properti akan naik kencang. “Akhir 2021 baru mulai properti bergerak. Tahun 2022 mulai naik, properti mulai kencang. Pandemi usai, titik properti naik. Harga akan naik luar biasa,” ucapnya.

Menurut Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus, pemulihan bisnis di sektor properti itu tergantung dari kapan dimulainya pendistribusian vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Apabila penyaluran vaksin berjalan membaik pada kuartal I-2021, maka akan terjadi peningkatan penjualan pada kuartal II. Sehingga, semester kedua nanti kepercayaan pembeli di sektor ini sudah mulai menunjukkan adanya perbaikan, sebagaimana dikutip dari okezone.com, pada 5/1.

Diprediksi pertumbuhan bisnis properti di tahun 2021, kata Anton, nanti bila memang situasi penanganan Covid-19 sudah mulai membaik, maka penjualannya akan naik 20% hingga 40% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Kalau perkiraan saya bisa jadi pertumbuhan antara 20-40% tahun depan. Di tahun ini gambaran kasarnya turunnya hampir 50% lebih dari tahun 2019, karena memang beberapa bulan ini penjualan sangat terbatas,” ujarnya.

Pertumbuhan bisnis di sektor properti, menurutnya,  harus dibarengi dengan kebijakan penawaran harga yang menarik dari pihak pengembang. Sebab, dirinya menilai perbaikan ekonomi masyarakat masih mengalami perlambatan pada tahun depan. Diimbau agar kepada seluruh pengembang berani menurunkan harga dari yang biasanya. Hal ini untuk menarik minat dari masyarakat agar mau membeli di tengah krisis yang masih berlangsung.

Perlu kebijakan penawaran harga yang menarik /foto: ist

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida, masih dari sumber yang sama, menilai dari berbagai jenis properti, yang akan mengalami peningkatan penjualan paling cepat adalah sektor landed house. Pasalnya, peminatnya mulai terlihat positif sejak kuartal IV-2020. “Yang paling cepat tumbuh di 2021 nanti adalah penjualan sektor perumahan. Diperkirakan kuartal I saja sudah mulai ada peningkatan,” kata Paulus.

Dia menilai bagi sektor apartemen, penyewaan kantor dan mal mungkin akan mengalami pemulihan cukup lama dari perumahan. Sebab, di tengah ketidakpastian ekonomi sekarang orang akan lebih memilih untuk membeli rumah ketimbang apartemen.

Totok Lusida mengatakan, sektor properti akan kembali bergairah pada 2021. Sinyalemen itu seiring dengan optimisme pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi berkisar 4-5% pada tahun 2021. “Prospek 2021, dengan perkiraan  pertumbuhan ekonomi pemerintah yang berkisar 4-5%, kami optimistis sektor properti akan bertumbuh,” ujarnya saat seminar Economic Outlook 2021 bertema “Membangkitkan Industri Properti” di Jakarta.

Sementara berbagai pihak memprediksi,  bisnis properti di tahun 2021, akan mulai bergerak, terutama setelah semester kedua. Atau selambatnya di kuartal ke-4. Ada berbagai hal yang menjadi penyebab, diantaranya adalah, kenaikan anggaran subsidi perumahan dari pemerintah melalui PPDPP atau Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skema FLPP atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan.

Anggaran subsidi perumahan di tahun 2021 ini, naik menjadi 19,1 Trilyun untuk membiayai sekurangnya 157.500 unit. Dimana di tahun 2020 subsidi untuk perumahan ini, hanya untuk 100.000 unit.

Sebagaimana diketahui bahwa subsidi perumahan dengan skema FLPP ini adalah dengan cara uang untuk membayar harga rumah oleh masyarakat kepada pengembang berasal dari pemerintah melalui bank pelaksana subsidi, yaitu 25% dari harga rumah dikurangi dengan uang muka atau DP.

Saat ini bank pelaksana subsidi tercatat ada 30 bank, baik bank plat merah, bank swasta nasional maupun bank pembangunan daerah. Jika anggaran subsidi dari pemerintah naik, pembeli rumah subsidi yang difasilitasi pemerintah juga semakin banyak, maka akan lebih banyak lagi proyek properti yang dibangun oleh pengembang. Dengan banyaknya proyek yang dilaksanakan maka hal itu akan menarik dan menyerap banyak tenaga kerja.[] Yuniman Taqawa/foto ilustrasi utama/shutterstock