Pernahkah terpikir menjual tusuk sate sampai bernilai millaran rupiah? Misbakhul Huda sudah membuktikannya. Ia mampu mencetak omzet penjualan tusuk satenya hingga Rp 6 milliar per tahun.
Hari itu, akhir Desember 2018, di Harris Hotel Ciumbuleuit Bandung, Bank BJB mengumumkan pemenang Jawara UMKM yang ditujukan untuk men scale-up bisnis para wirausaha yang diikuti kurang lebih 900 wirausaha se-Jabar Banten. Terpilih juara pertama dengan nama pengusaha UMKM Misbakhul Huda, pengusaha tusuk sate asal Sentul, Bogor, Jawa Barat. Apakah kehebatan bapak 38 tahun ini? Ternyata pria peranakan Jawa ini berhasil mencetak omset hingga Rp 6 milliar per tahun. Bahkan, pria yang kerap disapa Bapak Huda ini mampu membawa tusuk sate masuk ke pasar ekspor.
Sepulang magang di sebuah perusahaan baja di Jepang tahun 2003 – 2006, Misbakhul Huda memutar otak mencari peluang bisnis di tanah air. Melalui jaringan teman-teman alumni semasa magang di Jepang ia mendapat banyak masukan. Awalnya berjualan produk ATK (alat tulis kantor-red) yang dijual secara online, sempat menjadi pialang saham, hingga di tahun 2013 muncul ide memproduksi sumpit kayu.
Ia pun melakukan riset pasar. Kebetulan ia memiliki tools untuk mengetahui seberapa besar permintaan pasar dan seberapa besar persaingannya. Ternyata peluang pasar masih besar di bisnis sumpit, Seiring dengan waktu, setelah mengamati pasar dan menganalisanya, ia menemukan peluang yang lebih besar di kategori lain dengan bahan baku yang sama. “Ternyata peluang usaha memproduksi tusuk sate justru lebih besar lagi di tanah air dibanding sumpit,”ungkap Huda kepada pelakubisnis.com.
Ia melanjutkan, ”Saya lakukan riset pasar secara nasional. Dan ternyata sebulan kebutuhan tusuk sate di satu daerah saja mencapai lebih dari 1 juta tusuk. Awalnya saya hanya menampung hasil produksi tukang tusuk sate yang memang sudah ahli di bidangnya. Saya mencari pemasok-pemasok yang mau bekerjasama. Kebetulan saya tahu pasarnya. Saya buat website blogspots yang memasarkan produk sumpit, tusuk sate dan produk sejenisnya sekaligus mencari para pemasok yang selama ini belum tahu pasar,”tutur Huda.
Dari website ini terbentuk komunitas pengepul tusuk sate yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Karena tak sedikit pemasok yang belum mengerti dunia pemasaran yang justru akhirnya mereka menghubungi Huda. “Saya repacking serapih mungkin, saya berdayakan masyarakat sekitar, setiap rumah sedikitnya menghasilkan 1000 tusuk sate, lalu pada kemasan kami kasih brand,”papar Huda diawal menjalankan bisnis tusuk satenya.
Tahun 2016 barulah ia membeli 1 set mesin tusuk sate buatan lokal yang terdiri dari 7 mesin pemotong, pembelah, dan sebagainya.
Kebutuhan pasar di Indonesia akan tusuk sate memang begitu besar. Dari kategori segmen restoran sate saja jumlahnya cukup besar. Dengan harga jual tusuk sate Rp 26 ribu/kg, dimana per kg terdiri dari kurang lebih 1000 tusuk sate, Huda melalui brand Nawwafhuda Bamboo mampu mencetak omzet hingga Rp6 milliar per tahun. Bahkan baru-baru ini omsetnya bisa mencapai Rp 1,2 milliar/ bulan dengan rata-rata volume penjualan 40 ton/ bulan.
Tahun pertama omzetnya mencapai sekitar 500kg tusuk sate, dengan nilai sekitar Rp 600 juta / tahun. “Sekarang sudah mencapai Rp 1,2 milliar per bulan atau sekitar 40 ton per bulan, terang bapak lima anak ini.
Menurutku Huda, boleh jadi ia memulai usaha tusuk sate ini dari modal nol rupiah. Dengan mengandalkan akses internet, Huda menjelajahi pemasok-pemasok tusuk sate di Indonesia melalui website nya. Baru 2016 ia memberanikan diri berinvestasi mesin produksi yang dibelinya sekitar Rp 100 juta.
Sumber pembiayaan ia peroleh dari seorang teman yang mau berinvestasi di usaha tusuk satenya dengan sistem kerjasama bagi hasil. “Ketika terjadi akad jual beli, kami bagi hasil,”ujar Sarjana Ekonomi STIE Bisnis Indonesia ini yang beberapa tahun terakhir mendapat pembinaan dari komunitas bisnis Genpro.
Para mitra produsen menyuplai ke Gallery Nawwafhuda Bamboo, dari tempat ini tusuk-tusuk sate dikemas oleh warga sekitar gallery yang berlokasi di sekitar Bukit AzZikra Sentul, Jawa Barat dan siap didistribusikan ke banyak wilayah di Indonesia.
Ada banyak penyuplai tusuk sate yang bermitra dengan Huda. Mereka tersebar di banyak wilayah, baik dari desa-desa sekitar gallery dan dari beberapa jaringan supplier tusuk sate di Malang Wonosobo, Tasikmalaya dan Jombang Jawa Timur juga dari hasil produksi Nawwafhuda Bamboo yang terpusat di Desa Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. “Bahkan bila permintaan tinggi dan produsen lokal tak bisa memenuhi kebutuhan ekspor, pada akhirnya kami sampai harus impor tusuk sate dari China,”ungkap Huda. []Siti Ruslina