Solusi Permodalan UMKM Perempuan di Pedesaan

Kesenjangan pendidikan di kota dan di pedesaan membuat akses pembiayaan bagi UMKM perempuan menjadi masalah. Kehadiran gerakan MFI di pedesaan mampu meningkatkan pendapatan perempuan desa.

Kehadiran teknologi finansial mencoba mengeliminasi kesenjangan dengan memberikan kesempatan akan akses keuangan yang sama antara penduduk desa dan kota. Hal ini dilakukan untuk menaikkan tingkat pendapatan di desa. Gerakan microfinance (MFI) hadir untuk menyetarakan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk berpenghasilan rendah.

Sebagai sebuah MFI, Amartha memiliki fokus pada pemerdayaan perempuan melalui layanan teknologi peer-to-peer lending untuk mengurangi kesenjangan gender di Indonesia. Bekerja sama dengan Central of Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, Amartha. November 2019 merilis hasil riset bertajuk “Peran Amartha dalam Meningkatkan Kesejahteraan di Pedesaan”.

Mayoritas perempuan di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta mengalami keterbatasan dalam mengakses informasi. Sebanyak 52,3% mitra Amartha merupakan lulusan sekolah dasar yang rata-rata berprofesi sebagai pedagang berskala mikro dengan penghasilan kurang dari Rp3 juta per bulan.

Dalam mengakses informasi, para mitra Amartha masih mengandalkan televisi atau orang-orang di sekitar mereka. Sekitar 70% perempuan mitra Amartha berusia di atas 40 tahun dan sebanyak 62,5% mitra Amartha tidak memiliki telepon genggam yang memungkinkan mereka terhubung dengan internet. Menghadapi tantangan tersebut, Amartha menerjunkan business partner atau agen lapangan yang bertugas untuk menjembatani jurang tersebut.

Riset kolaboratif ini dilakukan pada 88 responden mitra Amartha di delapan kota di Jawa (Bandung, Bogor, Subang, Sukabumi, Banyumas, Klaten, Kediri, dan Mojokerto) dengan menggabungkan metode survei, wawancara dan focus group discussion (FGD). 

Aria Widyanto, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha/Foto: pelakubisnis.com

Hasil riset tersebut menunjukan Amartha berhasil meningkatkan kesejahteraan hidup para mitranya yaitu para perempuan pengusaha mikro di pedesaan. Pendanaan dan pendampingan usaha Amartha kepada para mitra membuat pendapatan mereka naik hingga tujuh kali lipat, melebihi Upah Minimum Regional (UMR) setempat.

“Dengan metode ini, Amartha dapat menjembatani kesenjangan yang muncul dari rendahnya tingkat Pendidikan dan akses informasi perempuan di pedesaan,” ujar Aria Widyanto, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha.

Tidak dimungkiri bahwa mayoritas perempuan yang tinggal di pedesaan di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta mengalami keterbatasan dalam mengakses informasi. Padahal tidak jarang mereka menjadi motor dalam sebuah keluarga lantaran sang suami sibuk bekerja.

Dari awal berdirinya, Amartha ingin menjangkau orang-orang yang belum mendapatkan akses terhadap layanan keuangan digital. “Dengan riset ini kami bisa membuktikan bahwa kami lebih inklusif di mana orang-orang yang tadinya tidak terjangkau saat ini sudah terjangkau. Kami juga ingin memastikan ibu-ibu di pedesaan ini mendapat kesempatan yang sama seperti kita yang ada di kota,” kata Aria.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya akses terhadap informasi, para perempuan mitra Amartha ternyata lebih memilih fintek peer-to-peer (p2p) lending dibandingkan jasa keuangan formal lainnya. Sejumlah pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan tersebut adalah jarak yang jauh dengan bank, jumlah pinjaman yang dapat diajukan terlalu besar, syarat administrasi yang lebih kompleks, hingga sudah terbiasa dengan transaksi tunai.

Dewa Ayu Diah Angendari, Sekretaris Eksekutif CfDS UGM/Foto: pelakubisnis.com

Menurut Dewa Ayu Diah Angendari, Sekretaris Eksekutif CfDS UGM,   sekitar 94% mitra Amartha merasa lebih sejahtera setelah bergabung dengan Amartha. Penghasilan mereka naik jadi Rp5-10 Juta per bulan dari yang awalnya hanya sekitar Rp1-2 Juta per bulan. Kenaikan tertinggi dirasakan oleh salah satu mitra Amartha di Klaten yang mengalami lonjakan pendapatan dari Rp1,4 Juta menjadi Rp10 Juta per bulan, jauh melampaui UMR Klaten senilai Rp1.795.061.

Berdasarkan temuan riset tersebut mengungkap, 76% mitra usaha Amartha mengaku dapat membayar uang sekolah anak dari pendapatan usaha mereka. Mereka juga merasakan hasil penjualan meningkat, usaha semakin berkembang, dapat turut membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar serta memiliki cadangan dana darurat.

“Adanya kenaikan pendapatan tersebut dikarenakan tersedianya akses modal yang dapat meningkatkan produktivitas para perempuan pelaku UMKM. Selain itu, modal juga dapat membuka akses pasar yang lebih luas,” kata Ayu.

Sementara untuk mengedukasi para mitranya agar dapat lebih mandiri lagi, Amartha juga mengadakan pertemuan majelis atau kelompok mitra beranggotakan 10-25 orang. Pada pertemuan ini para mitra akan diberi pendampingan dan Pendidikan mengenai tata kelola usaha dan keuangan.

Sistem pendampingan melalui business partner Amartha membuat pengetahuan para perempuan desa tentang literasi keuangan semakin meningkat. Selain mengumpulkan pembayaran, business partner yang datang di setiap pertemuan mingguan turut membantu para mitra Amartha untuk mengelola pinjaman. Kegiatan rutin mingguan ini membangkitkan kesadaran dan tanggung jawab untuk mengelola keuangan dengan lebih baik. Sebanyak 54,5% mitra Amartha merasa kemampuan mengelola keuangan meningkat setelah bergabung dengan Amartha.

Penelitian ini juga menemukan hubungan yang positif antara peningkatan kemampuan ekonomi terhadap posisi pengambilan keputusan di keluarga. Akses finansial tidak hanya meningkatkan kemampuan ekonomi individu, tetapi juga memperkuat daya tawar dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di keluarga.

Di samping itu, mekanisme pertemuan renteng mingguan dan sistem tanggung renteng memiliki dampak sosial yang substansial dalam menguatkan kerjasama dan komitmen diantara peminjam.

Hasil dari penelitian ini juga menggambarkan dinamika sosial perempuan-perempuan di daerah pedesaan, seperti pentingnya memegang uang tunai, halangan untuk mendapat akses  ke institusi keuangan formal, dampak positif akan akses finansial terhadap pemberdayaan orang tua tunggal (single mother).

PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) didirikan pada 2010 sebagai Lembaga Keuangan Mikro. Pada 2016 Amartha bertransformasi menjadi perusahaan teknologi finansial terpercaya yang kini telah memiliki izin usaha dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

Amartha memiliki visi untuk mewujudkan kesejahteraan merata bagi kita, Indonesia. Dimulai dengan layanan peer to peer lending, Amartha menghubungkan pendana di kota dengan para perempuan pelaku usaha mikro di desa melalui teknologi.

Amartha memberikan akses, layanan dan edukasi keuangan kepada perempuan perempuan tangguh pengusaha mikro yang merupakan penggerak ekonomi bangsa. Lebih dari Rp1,52 Triliun modal usaha dari pendana telah Amartha salurkan kepada lebih dari 321 ribu mitra usaha perempuan di Indonesia.[] Yuniman Taqwa Nurdin