Pelaku Bisnis

Kalbe Farma Tetap Tumbuh di Tengah Pandemic

Di tengah pandemic, PT Kalbe Farma Tbk masih membukukan kinerja positif hingga kuartal III 2020. Bahkan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk melakukan inovasi dan memperkuat Research & Development untuk menjawab tantangan industri kesehatan.

Industri kesehatan di tahun  2020  sebelum dan ketika Covid-19 muncul  sangat pragmented. Sedikitnya di Indonesia ada sekitar 200-an pemain dari skala kecil dan besar termasuk sekitar 30 Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah  ada di Indonesia sejak lama. Peta kompetisi di lini bisnis ini pun  sangat ketat. PT Kalbe Farma Tbk salah satu pemain lokal yang mampu bertahan dan bertumbuh di tengah krisis.

Menurut Direktur Utama PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe), Vidjongtius, sembilan bulan pertama tahun 2020 di Kalbe masih bisa memenej pertumbuhan 1 – 2 %.  Memang secara angka masih positif, meski sangat kecil. Tapi bila kita zoom in dalam jumlah yang lebih detil, sebenarnya kombinasinya cukup bervariasi. Contoh obat resep! Dalam sembilan bulan pertama, terjadi kontraksi, minus growth berkisar 5 – 8%. Pasalnya,  pasien-pasien regular dalam sembilan  bulan pertama ini dan enam bulan terakhir semakin mengurangi kunjungan ke rumah sakit. “Adanya  Covid-19 membuat mereka menahan diri menghindari resiko penularannya,” kata Vidjongtius, dalam webinar Indonesia Industrri Outlook 2021,  yang diselenggarakan Inventure pada 4 – 6 November lalu.

Vidjongtius: sembilan bulan pertama tahun 2020, Kalbe masih bisa memenej pertumbuhan 1 – 2 %./foto: Ist

Tapi sebaliknya, obat bebas, seperti obat batuk, obat flu, vitamin-vitamin dan lain-lain justru terjadi peningkatan 3% sampai 6% selama 9 bulan ini. “Itu kombinasi! Yang lebih spesifik lagi adalah alat kesehatan, kalau bicara masker jelas terjadi peningkatan,”sambung Vidjongtius .

Vidjongtius menambahkan, baik rumah sakit maupun industri, kalau dilihat dari aspek pasien regular, keduanya mengalami kontraksi sampai minus.  Beberapa rumah sakit perusahaan terbuka  (tbk) yang melaporkan keuangannya, khusus nya pada quartal dua (Q2) \, pasar hospital  ada yang minus 10 hingga 30%. “Di Q2 ini  sangat challenging. Kalau dilihat dari laporan keuangan mereka, di Q3 mulai terjadi recovery. Memang recovery mereka belum dalam batas normal. Saya melihat secara volume di segmen regular masih terjadi minus growth dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” lanjutnya.

Hal itu  berkorelasi  dengan obat resep. Misalnya obat resep untuk kebutuhan saat pasien operasi. Jumlah operasi di rumah sakit menurun. Karena pasien menghindari, kalau tidak benar-benar emergency, mereka akan menunda setelah Covid-19 baru melakukan treatment-treatment tertentu. Mudah-mudahan mulai tahun depan bisa terjadi recovery secara  bertahap.

Namun demikian, walau ada pandemi, Kalbe masih membukukan kinerja positif hingga kuartal III 2020. Mengutip laporan keuangannya, perusahaan ini mengantongi penjualan bersih Rp 17,10 triliun. Realisasi ini naik 1,60%  dibandingkan periode sama tahun 2019. Kalbe membukukan laba periode berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 2,03 triliun hingga kuartal III 2020. Laba itu naik 5,73% year on year (yoy) dari Rp 1,92 triliun di kuartal III 2019.

Kendati mencatatkan kinerja yang positif sepanjang Januari hingga September tahun ini, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Mimi Halimin mengamati, penjualan dan laba bersih Kalbe cenderung tertekan di kuartal III 2020. Tercatat, pendapatan menurun 2,8% yoy dan laba bersihnya menurun 2,7% yoy selama kuartal III 2020 saja, sebagaimana dikutip dari kontan.co.id, 2/11 lalu.

Mengutip riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Minggu (1/10), Kalbe mengantongi penjualan hingga Rp 5,5 triliun di kuartal III 2020. Jumlah ini turun 2,8% secara yoy dan turun  5,5% secara quartal on quartal (qoq)

Sementara itu, laba bersih di kuartal III 2020 mencapai Rp 639,9 miliar. Jumlah tersebut turun 2,7% secara yoy dan turun 10,9% secara qoq. Walaupun cenderung melemah, laba bersih Kalbe masih sejalan dengan proyeksi sepanjang tahun 2020. Laba bersih yang dikantongi Kalbe hingga kuartal III tahun ini mencerminkan 77% dari proyeksi Mirae Asset Sekuritas dan 75,1% dari konseus proyeksi laba  yang ada.

Hingga akhir tahun 2020, diprediksi penjualan Kalbe akan mencapai Rp 23,5 triliun. Angka ini sudah dipangkas dari angka sebelumnya Rp 24,09 triliun. Sementara untuk laba bersihnya, diperkirakan mencapai Rp 2,61 triliun. Angka ini juga dipangkas dari sebelumnya Rp 2,63 triliun.

“Ke depan saya lihat trennya membaik ya! Kita cukup optimis, dengan adanya kombinasi  antara ekonomi dan kesehatan   ini bisa bergerak dengan baik.,” kata Vidjongtius seraya menambahkan berkaca dari nilai impor dan bicara resiko supply chain, dimana ada resiko keuangan karena kurs berubah terus itu menjadi lebih besar. Itu menjadi catatan penting  untuk rencana ke depan.  Bagaimana kita bisa meminimalisir kondisi tersebut, sehingga bisa menciptakan industri kesehatan Indonesia yang lebih mandiri,

Laba Kalbe masih sejalan proyeksi 2020/foto doc. Kalbe

Sementara dengan adanya Covid-19, terjadi percepatan  dan kolaborasi inovasi dan R&D (research & Development) yang luar biasa. Mulai dari support pemerintah seperti  Kemenristek Kemenkes,  BPOM, dan universitas-universitas, lembaga peneilitian, asosiasi profesi,  kedokteran, spesialisasi herbal dan sebagainya aktif  dalam konsorsium,.  Semuanya berkolaburasi untk melakukan uji klinis supaya kita bisa menemukan zat-zat aktif obat atau herbal, yang bisa untuk membantu pasien Covid-19.

Menurut Vidjongtius, secara industri tetap tumbuh, tapi pandemic ini membuat industri berkolaburasi  dan membuat ekosistem lebih baik lagi. Demikian halnya dengan unsur herbal yang produksinya dipercepat gara-gara Covid. “Kenapa saya sebut kolaburasi dan percepatan? Ini dua hal yang sangat kita butuhkan hari ini. Dan mudah-mudahan ini menjadi semangat kita ke depannya,” kata Vidjongtius.

Lebih lanjut ditambahkan, pandemic ini membuat kita shock.  Menjadi kewajiban kita  kolaburasi dan konsorsium bersama. Kenapa? Memang yang namanya R&D, inovasi, uji klinis, kalau dilakukan sendirian-sendiri   pasti lama dan resiko tinggi jadi mahal serta tak akan jadi.

Beberapa waktu lalu, Kalbe melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Genexine, Inc.  suatu perusahaan obat biologi dari Korea Selatan untuk mengembangkan vaksin Corona virus baru atau Covid-19.   Kalbe dan Genexine sepakat untuk melakukan uji klinik GX-19 di Indonesia, yakni pengembangan vaksin DNA terhadap virus corona baru oleh konsorsium dengan  Genexine, Binex, the International Vaccine Institute(IVI), GenNBio, the Korea Advanced Institute of Science & Technology (KAIST), and Pohang University of Science & Technology (POSTECH).

“Kerjasama pengembangan vaksin Covid-19 ini merupakan kontribusi Kalbe untuk membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia,“ kata Sie Djohan, Direktur PT Kalbe Farma Tbk.

“Kalbe berharap melalui upaya penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 ini secara cepat bisa mendapatkan hasil, sehingga kebutuhan vaksin di Indonesia dapat terjamin ketersediaannya, “lanjut Sie Djohan, sebagaimana dikutip dari dari kalbe.co.id

Walau Kalbe sebelumnya bukan pemain di industri vaksin.  Kita tahu Bio Farma pemain vaksin yang sudah punya fasilitas dan sudah ekspor ke luar negeri.  Vaksin bukan area yang  head to head dengan pemain vaksin.  “Namun karena kebutuhan vaksin amat besar dan sebelumnya Kalbe sudah  ada kerjasama dengan Genexine Korea  sejak 2016 lalu untuk obat kanker dan obat sel darah merah. Itu sudah ada  di pabrik  Cikarang yang baru, semuanya sudah local production,” kata  Vidjongtius.

Jadi secara sumber daya , lanjut  Vidjongtius,  Kalbe punya SDM sudah siap. Dari pihak Genexine  juga sudah siap dengan calon-calon vaksinnya yang berbasis DNA.  Jadi benar-benar, percepatan  dan perubahan ini kita lakukan secara cepat dan mulai dilakukan fase satu di kuartal kedua di Korea.  Oktober sudah selesai dan dalam proses pelaporan.

Sekarang Kalbe lagi siapkan untuk  masuk fase dua.  Pada fase dua ini akan kombinasi Indonesia dengan Korea.  Kalbe bersama konsorsium  LIPI, FE-UI, IDI, Kemenkes, BPOM dan lain-lain berkolaburasi mulai menyusun  protokol untuk  uji klinis.  Mudah-mudahan dalam waktu satu bulan  bisa selesai dan kita siap untuk  melakukan penelitian  yang diperkirakan memerlukan waktu enam bulan ke depan.  “Diperkirakan  pertengahan tahun depan  dengan approval  dari BPOM dan subject to review, mungkin saat itu  vaksin sudah dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat,” papar Vidjongtius yang mulai bergabung dengan Kalbe Group sejak 1990 .

Vidjongtius menambahkan, apa yang kita lakukan hari ini harus benar-benar bisa diteruskan ke depannya. Herbal, misalnya.  Yang kita tahu, sedikit sekali  yang melewati uji klinis dan ada pembuktiannya. Selama ini yang kita tahu herbal  karena rekomendasi  dari orangtua. Padahal scientific approved nya tidak ada. “Inilah kenapa kita butuhkan seperti jahe merah. Kita merasa ketika meminum jahe merah  terasa hangat dan badan jadi lebih segar. Kenapa  itu bisa terjadi? Untuk itu butuh uji klinis. Itu kami lakukan dan dalam waktu dekat sudah keluar hasilnya,” tandanya.

Indonesia punya banyak sekali obat herbal yang bisa ditingkatkan menjadi  fitofarmaka. Yang bisa untuk mengobati. Bahkan  sudah bisa ekspor ke beberapa negara dan mereka suka. “Kami sudah coba beberapa item dan itu berhasil!

Selain  memenuhi kebutuhan Indonesia, kata Vidjongtius, Kalbe  juga tak boleh lupa bahwa pasar ekspor sangat besar. Kalbe  sudah masuk ke pasar Asean dan itu sudah establish. Nama Kalbe lumayan dikenal. “Kalau anda ke Philipina,  yang namanya brand Diabetasol di negara itu sudah nomor satu . Demikian juga dengan brand Mixagrip. Di Myanmar produk obat batuk ini sudah nomor satu,”ungkap pria kelahiran Kalimantan, 5 Juli 1964 ini.

Kalau main ke Malaysia dan Singapure, seperti ExtraJoss yang diproduksi oleh anak perusahaan Kalbe, PT Bintang Toedjoe,  sudah cukup dikenal.  Termasuk juga negara-negara yang ekspornya sangat tinggi sekali seperti India, China dan Afrika.

Menurutnya ada dua cara untuk tetap tumbuh dalam bisnis yakni dengan cara organic growth, tapi kita masuk sendiri, kita branding, marketing, dan distribusi sendiri,  atau cara kerjasama joint venture, akuisisi, merger atau  mencari investasi!  Semua negara-negara berkembang sekarang melakukan hal yang sama seperti itu.[] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa/foto ilustrasi utama: ist

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version