Pengembangan Pasar Sekuritas Aset Sebagai Pembiayaan Alternatif

Jakarta, 24 Maret 2021, pelakubisnis.com – Pengembangan pasar sekuritisasi aset perlu dilakukan sebagai sumber pembiayaan alternatif, baik untuk pembiayaan jangka panjang maupun jangka pendek. Sejauh ini, sekuritisasi aset berupa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP)2 telah diterima baik oleh pasar.

Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

Hal tersebut tidak terlepas dari manfaat yang diperoleh melalui sekuritisasi. Bagi korporasi yang bertindak sebagai originator (pemilik awal dari aset yang disekuritisasi), aset yang selama ini tidak likuid dapat menjadi likuid sehingga keperluan dana perusahaan dapat terpenuhi tanpa menaikkan rasio utang dan juga tidak harus menjual asetnya.

Sementara investor juga mendapatkan keuntungan dengan risiko yang lebih rendah karena memiliki underlying asset.

Demikian disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti dalam Seminar Nasional Sekuritisasi Aset “Peluang dan Tantangan” pada hari ini (24/3) yang dilakukan secara virtual.

Kondisi pasar sekuritisasi aset di Indonesia masih belum berkembang seperti di negara-negara lainnya, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Saat ini, originator di Indonesia masih terbatas pada BUMN dan Perbankan. Underlying aset sebagian besar masih berupa kredit perumahan, sementara yang berupa future cash flow, kredit komersial, dan aset keuangan lainnya masih sedikit. Dari sisi permintaan atau investor, saat ini masih banyak yang belum familiar dengan instrumen sekuritisasi aset, baik investor institusional maupun investor ritel.

Dalam hal ini diperlukan kolaborasi dengan otoritas terkait dan seluruh pelaku pasar untuk memberikan pemahaman mengenai penerbitan sekuritisasi aset dan potensi investasi di instrumen sekuritisasi aset, sehingga pasar sekuritisasi aset dapat berkembangan lebih baik lagi.

Dalam kesempatan tersebut, Anggota Dewan Komisioner OJK, Hoesen menyampaikan tantangan dari instrumen sekuritisasi aset di pasar keuangan domestik. Perkembangannya masih relatif terbatas yang tercermin dari dana kelola KIK-EBA sebesar Rp4,87 triliun rupiah dan dana kelola EBA-SP sebesar Rp4,41 triliun rupiah pada tahun 2021. Korporasi yang memerlukan dana dan calon investor masih menganggap bahwa instrumen sekuritisasi aset merupakan hal yang kompleks dan belum familiar.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa Pemerintah melakukan beberapa upaya untuk mendorong pasar sekuritisasi aset, antara lain melalui pelaksanaan sosialisasi, pembentukan Lembaga Pengelola Investasi/ Sovereign Wealth Fund (SWF) serta penguatan kerangka hukum melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Seminar nasional ini menghadirkan regulator, pelaku industri keuangan dan korporasi dengan tujuan untuk memberikan pemahaman secara komperehensif kepada publik mengenai pembiayaan inovatif melalui instrumen sekuritisasi aset. Pengembangan instrumen sekuritisasi aset ini merupakan salah satu inisiatif Bank Indonesia dalam mengembangkan sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko sebagaimana tertuang dalam Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2025, yang merupakan bagian dari sinergi antar otoritas yang telah disusun dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK).[]sp