Di Balik Magic Kain Tenun Maumere Flores

Kain Tenun Maumere Flores mempunyai motif tematik yang unik dan sakral. Kini generasi penerus tak hanya memproduksi kain tenun, tapi sudah merambah ke aneka ragam produk kerajinan tangan yang memiliki nilai tambah mengikuti tren pasar.   Shelly Tenun Maumere menjadi salah satu UKM yang mampu bertahan dari generasi ke generasi.

Setelah dua tahun vakum,  pameran InaCraft kembali digelar. Mengambil tema  “The 22nd Jakarta International Handicraft Trade Fair (INACRAFT 2022)”, event nasional yang berlangsung sejak 23 hingga 27 Maret 2022 ini menjadi salah satu pameran produk kerajinan terbesar se-Asia Tenggara. Dan, berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemic, tahun ini   InaCraft  diadakan secara hybrid (online dan offline) dengan mengintegrasikan konsep platform baru yang dinamis, atraktif dan inovatif.

Di InaCraft 2022 hadir stand pengrajin tenun dari Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namanya Shelly Tenun Maumere.  Tradisi mentenun menjadi warisan nenek moyang masyarakat di Maumere, NTT yang menjadi simbol kedewasaan seorang perempuan di sana. Bahkan, menjadi keharusan sebelum menikah, anak gadis harus pandai mentenun karena kedewasaannya diukur dari hasil tenunan mereka.

Kain tenun tradisional asli masyarakat Kabupaten Sikka, Maumere, NTT ini, misalnya, dikerjakan langsung oleh masyarakat lokal  dengan menggunakan alat tenun tradisional. Bagi warga Sikka, tenun ini salah satu warisan nenek moyang yang mempunyai nilai seni tinggi.

“Sejak kecil anak-anak perempuan di kampung-kampung mulai diajarkan mentenun. Meskipun mereka sekolah, tapi sorenya mereka mentenun. Tradisi ini tidak berubah sampai sekarang,” kata Shelly, Owner Shelly Tenun Maumere  yang menjual kain tenun dan berbagai produk kerajinan, seperti tas, topi dan sebagainya yang  berbahan dasar kain tenun.

Jika ditelusuri kembali dari motif, teknik, proses pembuatan dan asalnya, sebuah kain tenun ikat bagi masyarakatnya dapat dianggap mempunyai nilai dan makna yang dalam. Di antaranya  nilai spritual (religi-magis), nilai politis (dikaitkan dengan ritual-ritual adat dan oleh pemangku adat), dan nilai sosial-ekonomis (sebagai denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial). Juga makna yang dalam dapat ditemukan dalam pemakaian kain tenun berdasarkan corak motifya, misalnya motif daerah Flores bagian Sikka Maumere yang biasa dikenakan beserta maknanya.

Seperti Utang Merak, dengan motif burung merak dari corak dan warna yang menarik dan indah (dipakai pengantin wanita). Utang Mitang, dengan motif garis warna gelap yang tenang (dipakai oleh para orang tua). Utang Mawarani, dengan motif bintang kejora sebagai pemberi terang, petunjuk dan media penolak bala (dipakai para pemimpin). Utang Rempe-Sikka, dengan bermotif tiga bintang yang mengandaikan suami, istri dan anak (dipakai oleh pengantin wanita). Dan Utang Sesa  burung murai betina dan jantan (dipakai oleh sepasang pengantin).

Menurut Shelly, kain tenun  Maumere terdiri dari berbagai warna, seperti, coklat, warna pink, merah bata, warna biru dan warna kehitam-hitaman. Untuk membuat warna biru menggunakan rendaman daun talum atau daun nila. Daun tersebut difermentasi selama 24 jam dan akhirnya berubah warna menjadi kehijau-hijauan. Kemudian dicampur dengan menggunakan kapur sirih dan diaduk-aduk, sehingga menjadi warnah biru.

Benang putih yang sudah dicuci tersebut dimasukkan dalam air yang sudah berubah menjadi warna biru, dan akhirnya benang tersebut menjadi warna biru. “Prosesnya dilakukan berulang kali dan dijemur, sehingga hasil warnanya menjadi bagus,” kata Shelly kepada pelakubisnis.com, pada 23/3 di pameran InaCraft 2022.

Lebih lanjut ditambahkan, proses pewarnaan benangnya saja memerlukan waktu satu sampai dua minggu,  sesuai dengan warna yang kita inginkan. Ada beberapa bahan yang digunakan untuk menciptakan warna-warna tertentu, seperti akar pohon mengkudu, batang kayu mahoni, buah kunyit  dan daun-daun  tanaman dan sebagainya.

“Proses pembuatan kain tenun Maureme mengandalkan feeling dan rasa. Pada saat kita rasa bahwa warna ini cukup bagus dan sesuai selera (penenun-red). Nah, diperlukan unsur perasaan dan rasa yang mendalam, sehingga menghasilkan kain tenun yang bernilai tinggi,” lanjutnya.

Menurut Shelly, usaha yang ditekuninya selama ini merupakan warisan dari orangtua. Ia juga turut membantu usahanya. “Saya juga turun ke desa-desa untuk melakukan pelatihan di sana untuk membuat kerajinan dari bahan dasar kain tenun. Kebanyakan membuat tas, topi dan sebagainya” kata Shelly serius seraya menambahkan, sisa kain tenun yang telah dijahit menjadi  pakaian, dijadikan berbagai pernak-pernik aksesoris seperti topi, gantungan kunci dan di saat pandemic dipakai untuk mempercantik tali masker. Tali-tali masker tersebut dijual dengan harga promosi sebesar Rp20 ribu per helai.

“Payung ini dihargai Rp250 ribu per piece. Biasanya kami sering ikut pameran di Denpasar. Turis-turis asing di sana banyak menyukai kerajinan tenun asal Maumere,” katanya. Di mana produk-produk kerajinan dan kain tenun yang diproduksi bersifat tematik, sehingga mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri.

Selama pandemic ini, menurut Shelly, lebih banyak memasarkan secara digital lewat sosial media  seperti Instagram dengan 5300 pengikut  dan lewat Facebook.  Selama pandemic ini, penjualan online sangat membantu. Bahkan sampai ada pembeli dari luar negeri seperti Jerman. Walaupun terjadi penurunan omzet selama pandemic. “Sebelum pandemic, kami sudah ada penjualan secara online, tapi banyak juga turis domistik dan mancanegara yang langsung membeli secara offline.” Lanjut Shelly yang mengaku  omzet per bulan sebelum pandemic bisa mencapai Rp 100 juta.

Shelly mengakui ia juga mengajar komunitas UMKM dan siapapun yang tertarik belajar tentang  proses produksi tenun dan bagaimana cara memasarkannya. Dalam hal ini ia mendapat dukungan  dari Kementerian Koperasi dan UKM dan  Kementerian Komunikasi dan Informasi (kominfo) dan perusahaan BUMN.”Tapi kami baru pertama kali ikut pameran InaCraft,” aku Shelly sambil menambahkan selama ini hanya menjual hasil kain tenun dari rumahnya  di sebuah desa d Flores. Era digital marketing kini membuka peluang untuk usaha tenunnya menjangkau pasar yang lebih luas lagi. Terbukti selama pandemic, Shelly Tenun Maumere hasil produksi ia tawarkan melalui media sosial dan ternyata membawa dampak positif terhadap kinerja usahanya.[] Siti Ruslina