Pelaku Bisnis

Pemanfaatan Biomassa Perlu Digenjot Menuju NZE 2060

Komitmen Indonesia  menuju bauran energi EBT mencapai 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050 serta penurunan emisi hingga net zero pada tahun 2060 menjadi suatu keniscayaan. Pemanfaatan biomassa menjadi salah satu yang perlu didorong penggunaannya!

Optimalisasi eksploitasi energi baru terbarukan (EBT) dalam mencapai Indonesia menjadi Net Zero Emission (NZE) tahun 2026 menjadi suatu keniscayaan. Pasalnya potensi tersebut melimpah ruah di negeri ini. Salah satunya adalah potensi biomassa ( bioenergy) Indonesia sangat besar sebagai sumber energi masa depan. Bioenergi dapat menggantikan energi fosil dalam hampir semua bidang, seperti transportasi, ketenagalistrikan, industri, dan rumah tangga.

Pemanfaatan Bionergi terutama produk biomassa dapat menjadi sumber energi yang lebih baik untuk meningkatkan rasio elektrifikas. Diproyeksikan dapat membantu meningkatkan ketahanan energi nasional. Apalagi Komitmen Indonesia  menuju bauran energi EBT mencapai 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050 serta penurunan emisi hingga net zero pada tahun 2060 menjadi agenda nasional dalam rangka menjaga ketahanan energi dan menciptakan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Salah satu strategi pengembangan sumber daya energi terbarukan  melalui pemanfaatan bioenergi.

Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan  pemerintah sejalan dengan potensi sumber daya energi biomassa yang tersedia di  wilayah Indonesia. Energi biomassa diperoleh dengan mengkonversikan bahan / limbah hayati pertanian dan perkebunan dan kehutanan.  Selain itu dari pengolahan limbah industri argo seperti kelapa sawit, tebu, kelapa dan sampah yang setiap hari diproduksi oleh setiap individu.

“Indonesia mempunyai potensi bioenergi sumber biomassa yang sangat besar yaitu setara dengan 56,97 GW listrik dan tahun 2060, Indonesia akan membangun lebih dari 700 GW pembangkit energi terbarukan, dimana 60 GW berasal dari pembangkit listrik bioenergy,” kata Ego Syahrial, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi dalam sambutannya pada acara HEATECH INDONESIA di Jakarta International Expo, pada5/10.

Potensi energi biomassa di Indonesia sangat melimpah karena negara dilalui oleh garis khatulistiwa, agraris, dan negara kepulauan. Keanekaragamana hayati yang ada di tanah air menjadi sumber limbah biomassa. Limbah pertanian maupun tanaman menjadi potensi yang menjanjikan untuk menghasilkan energi biomassa.

Menurut Ego, selain pemanfaatan biomassa untuk pembangkit listrik, sumber daya tersebut juga akan dioptimalkan melalui program cofiring biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (Coal Fired Power Plant/CFPP) yang sudah ada. Penerapan cofiring sendiri telah dilakukan sejak tahun 2020 dengan blending rate 1% hingga 15% tergantung jenis boiler serta ketersediaan bahan baku.

Salah satu langkah strategis yang dilakukan PT PLN (Persero) untuk menekan emisi gas buang dari pembangkit-pembangkit berbasis fosil adalah dengan merubah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara dengan menggunakan biomassa. Subtitusi dari batubara ke biomassa di pembangkit-pebangkit tersebut dengan menggunakan teknologi  yang disebut co-firing. Cara ini cukup signifikan menekan emisi karbon.

Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaluddin, saat membuka webinar Coal Biomass Coforing Technologies to Accelerate Energy Transitions sebagai bagian dari rangkaian pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG)-3, di Bali, pada 29 Agutus 2022, teknologi co-firing akan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi parsial batubara untuk dibakar di boiler pembangkit listrik. Terlebih biomassa ini dapat diperoleh dari beragaram bahan baku, seperti limbah hutan, perkebunan, atau pertanian. “Pemanfaatan limbah biomassa dapat mengurangi emisi metana yang disebabkan oleh degradasi limbah biomassa itu sendiri,” jelasnya, sebagaimana dikutip dari pelakubisnis.com pada, Januari 2023.

Kendati demikian, Ridwan mengingatkan implementasi co-firing biomassa pada PLTU memiliki tantangan berat. Salah satu kendalanya adalah munculnya berbagai masalah teknis pada boiler pembangkit listrik dan feeding equipment yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik batubara dan biomassa.

“Biomass-cofiring akan diterapkan pada 113 unit PLTU milik PLN di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.664 MW, menggunakan berbagai sumber biomassa seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, limbah sawit dengan tingkat pencampuran 5-15%,” jelas Ego.

Tujuan pembakaran bersama biomassa pada PLTU yang ada adalah untuk memenuhi keekonomian penyediaan tenaga listrik, meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan “menghijaukan” PLTU lebih cepat.”Tahun 2023, cofiring akan di apikasikan di 42 lokasi. Proyek ini dapat menghasilkan 2.740 GWh energi ramah lingkungan dan mengonsumsi 2,2 juta ton biomassa,” terang Ego.

Hingga semester pertama tahun ini, cofiring telah diterapkan di 36 lokasi dan menghasilkan energi hijau sebesar 325 GWh, yang mengurangi emisi sebesar 321 ktCO2. Total biomassa yang digunakan pada pembangkit listrik tersebut adalah 306 kilo ton. Dan untuk mendukung pengembangan cofiring, Kementerian ESDM tengah menyelesaikan peraturan menteri tentang penerapan cofiring pada PLTU yang sudah ada.

Sejauh ini  PLN telah menggunakan teknologi co-firing sejak 2020 silam. Sebagai wujud nyata transformasi PLN melalui aspirasi Green, PLN terus meningkatkan bauran energi hijau dalam penyediaan listrik nasional. Dengan menerapkan co-firing, PLN dapat cepat mengurangi emisi karbon dan peningkatan bauran EBT karena tidak perlu membangun pembangkit baru,” tutur Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, pada 30 Juni tahun lalu, sebagaimana dikutip dari pelakubisnis.com, Januari 2023.

Darmawan mengatakan sepanjang 2022 ini PLN mengimplementasikan teknologi co-firing ini di 36 lokasi PLTU dari target 35 lokasi. Program co-firing PLN mampu memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh dan berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton.

Jumlah ini akan meningkat lima kali lipat pada tahun depan, PLN memerlukan 2,2 juta ton biomassa. Kebutuhan biomassa akan terus meningkat hingga 10,2 juta ton pada 2025 sehingga dapat menekan emisi karbon sebesar 11 juta ton CO2 dan gas rumah kaca setiap tahunnya. 

Sementara Trois Dilisusendi, Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi, DJEBTKE mengatakan, Biomassa sebagai salah satu Energi Terbarukan memiliki peran strategis dan sebagai salah satu backbone dalam mencapai transisi Energi dan NZE serta menciptakan circular ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat, hal ini tercermin pada capaian EBT di akhir 2022 sebesar 12.3%, Bioenergi berperan besar dengan kontribusi sebesar 7,45%.

Namun demikian, Indonesia dinilai belum optimal dalam memanfaatkan bioenergi yang dihasilkan dari biomassa sebagai sumber energi terbarukan dalam transisi menuju net zero emission. Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) Milton Pakpahan mengatakan transisi energi menuju net zero emission terdiri dari dua aspek penting. Pertama, memanfaatkan energi terbarukan atau sumber energi lain dengan emisi minimum untuk memenuhi kebutuhan energi final di semua sektor (diversifikasi). Kedua, mengurangi emisi dari fasilitas atau plant yang sudah ada yang menghasilkan emisi tinggi selama operasi (dekarbonisasi).

Menurutnya, bioenergi merupakan bentuk energi yang inklusif, dihasilkan dari biomassa yang bisa dengan mudah dikontrol, dikurangi, atau disesuaikan oleh manusia. Sumber biomassa berasal dari limbah pertanian, perkebunan, dan hutan, pengembangan dan pemanfaatannya melibatkan berbagai kelompok masyarakat dengan latar belakang yang beragam. “Namun, saat ini, hanya sekitar 3 persen dari total kapasitas pembangkit nasional yang diwakili oleh bioenergi,” katanya dalam siaran pers, dikutip pada 15/9.

Dia menilai hal tersebut mengindikasikan bahwa masih ada hambatan dalam pengembangan sumber energi ini, terutama dalam hal suplai biomassa jangka panjang dan faktor harga pembelian listrik IPP oleh PT PLN (Persero). Milton menyebut energi biomassa perlu lebih dikenal dengan sinergi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan melalui sosialisasi dan edukasi. MEBI akan mengadakan seminar “Switching to Biomass : Energy Transition Solutions in Indonesia” pada 6 – 7 Oktober 2023 di Jakarta, sebagaimana dikutip  dari bisnis.com, pada 1/9.

Sementara kalangan pengusaha EBT dan kehutanan yakin, potensi dahsyat biomassa tersebut akan berperan sangat penting dalam proses transisi energi di Indonesia, guna mempercepat tercapainya nol emisi karbon (net- zero emission, NZO). Bahkan, Indonesia dipercaya akan menjadi pusat energi biomassa dunia.

Kolaborasi, sinergi dan kerja sama antara investor EBT biomassa dan kalangan dunia usaha kehutanan, mampu berkontribusi di dalam pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk menghasilkan energi listrik sangat besar, dengan total investasi yang juga besar.[] Yuniman Taqwa

Exit mobile version