Potret UMKM Keripik Singkong Yammy Babeh

Berkat  kreatifitas Babeh Roni, singkong seharga Rp3000 perkilogram disulapnya menjadi produk cemilan bernilai tambah dan diminati pasar nasional hingga mancanegara. Boleh jadi passion dari owner menjadi kunci  sukses penjualan keripik singkong Yammy Babeh. Siapa gerangan  UMKM pemilik brand cemilan keripik ini?

Di depan pengusaha Irwan Mussry, Reino Barack, Rex Marindo dan panelis lainnya, pasangan suami istri  Sahroni Bachrun (Babeh Roni-red)  dan  Ade Soelistyowati  (Bunda Elis-red) begitu antusias mempresentasikan  usaha keripik singkong Yammy Babeh.  Pasutri ini bahu membahu menjawab pertanyaan para panelis yang semuanya dijawab dengan tangkas.  Terlebih kondisi   Ade Soelistyowati  yang akrab disapa Bunda Elis yang sesekali terlihat memegang telinganya karena  indera pendengarannya kurang berfungsi dengan baik paska kena stroke, namun   semangat  juangnya   mendapat perhatian khusus dari panelis.  “Kasihan petani bun, kalau ke tengkulak kan cuma dibeli seharga Rp1000-1500, ayah tadi bayarin Rp3000…,”Babeh Roni berdialog dengan Bunda Elis sebagai bagian dari improvisasi presentasi mereka di acara Juragan Jaman Now yang ditayangkan Metro TV.

Duet Babeh Roni dan Bunda Elis membangun usaha Yammy Babeh/Foto: dok.pribadi

Bunda Elis dan Babeh Roni membangun usaha keripik singkong Yammy Babeh  tahun 2016. Berawal dari  satu peristiwa dimana Babeh Roni  yang kehilangan uang Rp 100 juta karena kena tipu di akhir 2015.  Ia mencari cara untuk bangkit  hingga akhirnya terinspirasi berjualan keripik singkong. Kenapa singkong? Alasannya simpel saja,  karena Babeh Roni memang suka makan singkong. Siapa sangka dari kegemarannya makan singkong ia berhasil membawa keripik  singkong  hingga ke luar negeri?

Babeh Roni memiliki latar belakang pebisnis. Sebelumnya ia  banyak berkecimpung di dunia bisnis mulai dari bisnis kerajinan aksesoris hingga bisnis property.  Namun bisnis-bisnis tersebut satu per satu ditinggalkan  karena berbagai hal. Salah satunya karena ada milestone dimana orangtua Babeh Roni sakit dan meninggal dunia, disusul musibah lain dimana Bunda Elis terkena stroke dua kali semasa masih tinggal di Jakarta dan saat itu kondisi keluarga  terpuruk dan mengharuskan Bunda Elis yang sebelumnya dosen di sebuah perguruan tinggi di Jakarta memutuskan pindah ke Sukabumi, Jawa Barat dan  menghabiskan waktunya menjadi guru.

Singkat cerita, Babeh Roni menyusul  Bunda Elis dan anak-anak ke Sukabumi  hingga akhirnya  menemukan ide berjualan keripik singkong. “ Suami saya bangkrut. Selama tiga bulan gak punya penghasilan.   Tapi suami saya orangnya kreatif.  Karena dia suka singkong dia punya ide membuat keripik singkong. Sebenarnya bukan keripik,  tapi opak karena singkong diolah kemudian adonannya dicetak pipih dengan mesin molen,”ujar Bunda Elis seraya menegaskan dalam kondisi suami  sedang terpuruk ia justru merangkulnya dan ikut mendukung usaha suami. Demikian sebaliknya  ketika ia jatuh sakit, Babeh Roni memprioritaskan waktunya untuk  terus menemani dan mengurusnya, sementara pekerjaannya didelegasikan ke  anak buah.

Dengan modal Rp50 ribu, Rp 10 ribu untuk beli singkong, Rp12 ribu untuk beli minyak goreng, beli bumbu dan lain-lain Babeh Roni membuat opak singkong yang dipotong kecil-kecil. “Waktu itu masih membungkus kemasan dengan lilin. Kami jual  Rp10 ribuan per pack  dan Rp3 ribuan per pack. Dibungkus dengan kemasan kecil-kecil, gak tau berapa gram karena kami gak punya timbangan waktu itu. Awalnya dijual keliling door to door dan dititip  ke warung-warung. Prinsip kami waktu itu, semua komen  yang masuk kami terima. Yang positif diambil yang jelek gak usah dipakai,”kenang Bunda Elis yang sempat mengajar menjadi dosen di Jakarta.

Putera sulungnya, Khalil Maliki, yang kala itu masih duduk di bangku SMP  turut serta membantu menjual keripik singkong Yammy Babeh di sekolahnya.  Hampir setiap hari  Khalil laku menjual 120 bungkus keripik dengan harga Rp3000/pack. “Anak bantu berdagang karena memang saat itu saya tidak bisa kasih uang jajan dia kalau ke sekolah. Keadaan ekonomi yang mengharuskan kami bersikap demikian,”kata  ibu beranak empat ini seraya menggambarkan kondisi saat itu dengan 4 anak, sementara suami tidak punya penghasilan dan pekerjaan Bunda Elis sebagai guru dengan gaji Rp2 juta per bulan, kondisi  tersebut membuatnya mengajarkan  anak-anaknya untuk hidup prihatin.

Ia bersyukur keempat anak laki-lakinya mengerti keadaan itu. Kalau tidak punya uang mau dibilang apa.  Dengan kondisi melihat kedua orangtuanya berjuang, anak sulung berinisiatif ikut membantu berjualan. “Di 2017 putra saya sudah ikut pelatihan di saat usianya masih yang SMP kelas 9. Dia menggantikan saya bila kebetulan saya mengajar,”tuturnya.

Pun seiring waktu berjalan, penjualan keripik Yammy Babeh yang awalnya  hanya dijual door to door dan ke warung-warung dan via blackberry, kemudian pada September 2016 Babeh Roni mulai menawarkan produknya lewat What’sApp. 

Tahun 2017  Babeh Roni mulai membuka diri  bergabung dengan pegiat UMKM, mengikuti pelatihan-pelatihan di kabupaten  sampai 2018 akhirnya mengubah sistem penjualan dengan sistem keagenan dan distributor.   “Kebetulan tetangga kami UMKM. Dari mereka  kami dapat info seputar UMKM. Usaha kami pun semakin berkembang. Mesin olahan yang awalnya menggunakan gilingan daging kemudian menggunakan gilingan molen, terus berkembang lagi menggunakan mesin mie. Saya dan suami tidak pernah berhenti belajar,” jelas Bunda Elis.

Yammy Babeh  ‘Keripik Etnik Rasa Unik”/Foto: Dok. Pribadi

Persisnya di Januari 2018 kemasan plastik bening dengan  label sticker mulai diganti dengan kemasan standing pouch berbahan alumunium foil.  Dari kemasan bening yang dijual dengan harga Rp 3000 per piece, kemudian ganti dengan kemasan standing pouch plastic bening dengan label sticker, lalu menggunakan separuh plastik separuh alumunium foil.   Sempat juga menggunakan paper craft . Dan sekarang Yammy Babeh menggunakan kemasan standing pouch zipper full printing. 

‘Never stop learning’, mungkin demikian prinsip pasutri  pegiat UMKM ini.  Dari pelatihan ke pelatihan membuat Bunda Elis dan Babeh Roni  semakin memahami  pasar.  Bergabung dengan  komunitas UMKM binaan pemerintah juga swasta kerap diikuti. 

Awal masuk ke dunia digital di kisaran tahun 2017.  Pikir Babeh Roni yang penting muncul di YouTube, di Google Business, Instagram dan Facebook.  Bunda Elis juga rajin promo melalui What’sApp Group. “Mereka makan keripik Yammy Babeh, setelah itu mereka cari nomor kontak saya,”cerita Bunda Elis.

Tagline Keripik Yammy Babeh  selain ‘Keripik Etnik Rasa Unik” yang dibuat suaminya.  Produknya juga memiliki tagline  ‘Yammy Babeh Hadir Dari Desa Untuk Dunia”  yang dibuatkan Dewi Meisari selaku mentor dari UKM Indonesia dan Yammy Babeh  juga memiliki tagline  “Belajar Berkarya Prestasi Versi Diri Sendiri”. Babeh Roni dan Bunda Elis sejak 2017 menjadi binaan UKM Indonesia pimpinan Dewi Meisari.  Lika-liku membangun jaringan melalui komunitas UMKM dilalui dan sejumlah penghargaan pun diperoleh.

Diantaranya  Juara III Business Plan Festival  Food Etnik Jabar 2017, Juara III Stan Terbaik Festival Wirausaha Baru Jabar, lalu masuk 40 Besar Wirausaha Bank Indonesia (2018), Citi Micropreneurship Award (2018-2019) Kategori Kuliner dan Juara II Wirausaha Pemula (WMP) 2019 Kategori Kuliner dari Kemenpora  dan  belum lama usaha Yammy Babeh juga berhasil menyabet Juara I  BRIlianpreneur 2021.

Seiring waktu berjalan, Babeh Roni dan Bunda Elis pun banyak belajar tentang ilmu kewirausahaan melalui berbagai pelatihan. Dari bekal ilmu yang didapat , tahun 2018  keduanya  memutuskan produk  Yammy Babeh  dijual menggunakan sistem keagenan dan distributor  dimana pihaknya menjual putus produknya ke agen dan distributor.  Agen minimal pembelian putus 70 pack , sementara distributor minimal pembelian putus 1000 pack. “Mereka tahu Yammy Babeh dari internet. Makanya mereka berani beli putus karena sudah kenal Yammy Babeh  sebelumnya. Ada satu distributor yang sekali ambil bisa 2 – 3 ribu pack. Ini terjadi sebelum pandemic,”kata Sarjana S2 ini.

Diakuinya, sebelum pandemic, persisnya 2018 – 2019 merupakan milestone penjualan tertinggi  keripik Yammy Babeh, dimana  volume penjualan mencapai  5000 – 7000 pack per bulan yang dijual melalui 33 agen dan 7 distributor di seluruh Indonesia.  Total omzet penjualan di tahun 2019   sebelum pandemic mencapai Rp 500 juta per tahun. 

Tidak hanya pasar nasional, Yammy Babeh juga sudah ekspor ke negara seperti Australia, Singapura, Meksiko, India, Hongkong hingga Canada sejak  Maret  2020.  Dua bulan sekali produk keripik  Yammy Babeh diekspor ke Australia dalam jumlah rata-rata 20 karton atau sekitar 240 – 500 pack.  Saat itu  melalui CV Gemilang  Putra  Banjar  sebagai  badan usaha Yammy Babeh  yang memiliki 5 karyawan tetap  bahkan sampai melibatkan  30 orang karyawan harian diantaranya siswa-siswa PKL (praktek kerja  lapangan-red). “Sempat 5 bulan saya hanya punya 2 karyawan karena setiap hari tetap produksi,”terang  wanita 45 tahun ini. sharing kondisi usahanya di saat pandemi.

Di tahun 2021 Yammy Babeh sempat kena musibah hasil produksinya dijarah yang menyebabkan terhentinya  aktifitas ekspor karena tidak ada produk.  Namun pasutri ini kompak saling mengisi . Mulai bangkit dari situasi pandemic dan mencoba aktif mengikuti sejumlah pelatihan dan  pameran-pameran.

Pun keempat anak-anaknya  sebelum sistem penjualan menggunakan sistem keagenan dan distributor, sudah ikut bantu memasarkan produk keripik Yammy Babeh. Terlebih si sulung, Khalil Maliki , meski tak ingin menjadi penerus bagi usaha orangtuanya,  Mahasiswa Universitas Indonesia Jurusan Teknik Mesin  ini secara tidak langsung sudah ikut terjun mengelola  usaha orangtua. Tak jarang, ia mewakili orangtuanya hadir dalam berbagai pelatihan UMKM bila sedang libur kuliah. 

Kini  pasar Yammy Babeh semakin luas. Dengan harga jual berkisar Rp20 ribu per pack (70 gram),  paska pandemic distribusi terbesar masuk jalur distribusi keagenan dan distributor dengan kontribusi penjualan terbesar 50%, 30% pasar nasional, kontribusi lainnya datang dari  pasar   ekspor (5%) dan modern market seperti Transmart sampai ke pasar swalayan di M-Bloc Space,  Jakarta Selatan. 

“Di acara BRIlianprenuer  kami hampir tembus pasar China dalam jumlah besar. September lalu business matching ada 4 buyer yang tertarik dengan Yammy Babeh.  Tiga diantaranya menawarkan sampai 40 feet dengan alternatif  kerja sama menggunakan merek mereka sendiri, yang satu membawa merek Yammy Babeh dan yang satu lagi minta kemasan bantal.  Tapi kapasitas kami belum cukup.  Sejauh ini gak bisa kami penuhi karena yang bisa bikin ini Pak Roni. Saya sudah coba outsourch tapi kualitasnya beda. Jadi agak sulit untuk outsourch,”terang Bunda Elis seraya menjelaskan untuk saat ini  kapasitas produksi nya baru mencapai 240 pack per hari.  Sementara 1 kontainer  ukuran 40 feet  itu volumenya bisa sampai 33 ribu pack. “Sementara kami sanggupi yang sebisa kami saja dulu,”tukas Bunda Elis.

Ia berharap di tahun 2023 ini mampu mencapai target yang diinginkan yakni, membangun rumah produksi , kedua kegiatan pameran ke luar negeri dan lebih banyak lagi negara tujuan ekspor .  Bila sebelumnya  produknya yang  dibawa BRI ke luar negeri, tahun ini mudah-mudahan kami yang bisa  langsung ke negara tujuan ekspor,”terang  Finalis Start Up Indonesia  tahun 2020 ini. [] Siti Ruslina