Kisah  Pedagang Pakaian Sutarmin Sukses di Bisnis Mold

Dengan modal Rp200 juta ditambah pinjaman Rp400 juta untuk membeli mesin bubut, Sutarmin  membangun PT Sinergi Solo Sejahtera yang bergerak di bidang  pembuatan mold.  Tanpa bekal pendidikan dan pengalaman di bidang teknik ternyata ia mampu membawa usaha ini mencetak omzet ratusan juta rupiah per bulan.

Sejatinya seseorang yang terjun ke industri manufaktur berbahan logam,  biasanya memiliki latarbelakang yang tak jauh-jauh dengan bidang yang digeluti. Boleh jadi mereka berlatarbelakang lulusan sekolah teknik, atau pernah bekerja di perusahaan manufaktur sejenisnya. Tapi tidak demikian dengan cerita Sutarmin.  Owner PT Sinergi Solo Sejahtera  ini sebelum terjun ke usaha  pembuatan Mold (alat cetak-red) adalah pengusaha konveksi.

Sutarmin, Owner PT Sinergi Solo Sejahtera/Foto: pelakubisnis.com

Tahun  2011 Direktur Utama PT Sinergi Solo Sejahtera ini  mengunjungi  bengkel manufaktur las milik adiknya di Cikarang, Jawa Barat. Saat itu sang adik mendapat limpahan  pekerjaan  namun masih kekurangan mesin.  Lalu ia menawarkan diri untuk membeli 1 mesin bubut   karena ia tertarik juga  ingin mengikuti jejak adiknya. “Ketika saya terjun ke usaha ini, dulu mesin bubut CNC masih jarang ada yang punya. Dan adik saya usahanya sedang bagus-bagusnya. Saat itu usaha adik sudah berjalan sekitar 3 tahunan. Dia dulu pernah jadi karyawan di perusahaan mold juga,”jelas Sutarmin kepada pelakubisnis.com di kantornya minggu ketiga Juni 2024.

Sementara, sebelum terjun ke sektor manufaktur pembuatan mold,  ia adalah pedagang pakaian  yang biasa belanja ke Pasar Tanah Abang, Jakarta dan menjualnya ke Timika, Irian Jaya. Seringnya mampir dan melihat bengkel mold milik sang adik di Kawasan Industri Cikarang Jawa Barat, membuatnya tertarik untuk terjun ke usaha produksi mold. 

Singkat cerita ia membeli  1  mesin bubut CNC.   Tapi waktu itu ia hanya punya modal Rp200 juta. Sementara harga 1 unit mesin bubut mencapai Rp 600 juta/unit.  Dengan investasi awal Rp200 juta, Sutarmin belum bisa menjalankan usaha ini. Di awal ia sempat menyewa mesin milik sang adik. Lalu akhirnya  ia mendapat pinjaman dari perusahaan leasing dan berhasil  mendapatkan pinjaman senilai Rp400 juta. Akhirnya ia punya mesin bubut sendiri.

Dibantu 3 orang karyawan yang terdiri dari 2 operator dan 1 programmer, usaha yang baru digeluti Sutarmin awalnya hanya  menghasilkan sparepart molding. Sparepart molding itu macam-macam seperti ejector, guide pin dan lain-lain.  Ia memulai usahanya menyewa tempat di Karanganyar, Jawa Tengah  hingga akhirnya membeli sebidang tanah di Selokaton, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar.

Dan sejak tahun 2019   ia sudah mampu membuat 1 set mold sampai proses assembling. “Awalnya cukup berat karena belum ada pengalaman. Customer juga terbatas,”kata Sutarmin.

Diakuinya memulai usaha produksi mold karena awalnya subcon dari sang adik. Namun sekarang  berkembang ke customer lain yang didapatnya dari social media (socmed). 

Usaha pun semakin berkembang sejak bergabung dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) sekitar tahun 2016. Dari YDBA ia jadi punya banyak teman dalam komunitas UMKM mesin bubut.   “Yang awalnya mendapat limpahan order dari adik yang di Cikarang, sekarang sudah punya customer sendiri,”cerita pemenang Juara 2 Lomba 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) Tahun  2023 versi YDBA  ini.

Customer pun bertambah sedikit demi sedikit. Promosi ketok tular (word of mouth) berjalan dari jaringan pertemanan hingga akhirnya ia memanfaatkan socmed seperti Facebook dan Instagram untuk mencari pasar dan ternyata cara ini cukup efektif. “Dulu waktu beli mesin bubut saya belum tahu kalau peluangnya sebesar ini. Saya hanya berpikir cari backup usaha,”tukas pengusaha konveksi yang juga pernah terjun ke bisnis transportasi ini.

Dari nol masuk ke bisnis mold  dengan segala permasalahan yang muncul diawal tak membuatnya kendur. Ia terus belajar dari pengalaman, diantaranya dari permintaan customer yang terus membuatnya harus berpikir keras menghasilkan sesuatu sesuai permintaan customer.  “Dulu kami sangat hati-hati dalam menerima pekerjaan. Kalau kiranya bisa kami terima yah kami terima, tapi kalau sulit, kami tawarkan ke teman-teman komunitas dulu, ada yang bisa ndak, kalau  bisa kita nego dan saya kasih ke mereka, kalau ndak bisa juga yah tidak kami terima ordernya,”ungkap Sutarmin.

Iapun tak menyangka bila usaha produksi mold ini bisa  berkembang. Bahkan  usaha konveksi yang dirintisnya sejak 199-1998, saat ini sudah dilanjutkan istrinya.

Bisnis manufaktur menurutnya sama dengan  berdagang. Kalau salah menghitung, kita juga bisa rugi. Makanya dalam bisnis ia merasa  harus terus berusaha dan terus belajar, termasuk belajar dari customer. “Karena kita harus bisa menghitung.Harus pikirkan biaya operasional seperti beli alat kerja, bayar karyawan dan lain-lain. Membeli alat kerja harganya mahal, kalau salah hitung kita bisa rugi besar,”terangnya.

Sutarmin: “Dalam bekerja, semuanya harus bisa dikomunikasikan. Ada masalah, harus dibicarakan jangan diam”/Foto: pelakubisnis.com

Sekarang ia memiliki  20 orang karyawan yang ada di berbagai bidang seperti bidang programming, assembling, desain, quality control (QC), dan lain-lain dengan  sekitar 10 customer yang terdiri dari perusahaan-perusahaan seperti PT INKA, Politeknik  ATMI (Akademi Teknik Mesin Industri) Surakarta, produsen lemari plastik dari Surabaya, perusahaan wadah tempat bedak dari Semarang, perusahaan kemasan saos sambal dan lain-lain. “Saya banyak rekrut karyawan dari mereka yang PKL (Praktek Kerja Lapangan-red) di sini. Ada juga tetangga dekat perusahaan yang mencari kerja,”tuturnya seraya menambahkan, . “Selama dia mau belajar meski pun dari nol diterima, yang penting bisa kerja. Alhamdulillah jarang ada yang keluar dari sini,”ungkap Sutarmin.

Dengan customer dia akui hubungannya  sangat dekat sudah seperti saudara dan saling bantu.  “Dengan customer yang  di Surabaya sudah berjalan 10 tahun  lebih. Mereka sudah jadi teman. Jalin kerjasama dengan banyak orang. Itu  manfaat banyak teman saling kasih masukan dan saling dapat pekerjaan,”ungkap Sutarmin tentang jejaring bisnisnya.

Demikian ketika bergabung dengan YDBA. Yang dulunya tidak  kenal sekarang menjadi kenal hingga terbentuknya jaringan sesama UMKM  di Solo. “Saya kan bukan orang teknik.  Sementara  UMKM bengkel di Solo hampir semuanya orang teknik dan hampir berpendidikan tinggi semua. Saya kan enggak! Saya lulus SMP langsung dagang,”kata Sutarmin sambil tertawa.

Ia menjelaskan, banyak manfaat bergabung dengan YDBA.  Diantaranya ia diajarkan tentang cara proses kerja, cara menghitung usaha, menghasilkan produk yang berkualitas dan  bagaimana membangun  SDM (sumber daya manusia-red). “Diajarkan proses produksi mulai dari penawaran sampai pengiriman, QC, keuangan, dan lain-lain. Banyak kok manfaatnya bergabung dengan YDBA,”ujarnya yang  mengenal YDBA karena ajakan seorang teman yang juga UMKM di Solo.

Sutarmin menambahkan, sebelum tahu YDBA,  ia  memang tidak mengenal banyak UMKM Solo dan ia bersyukur  ketika memulai usaha pembuatan mold, saat itu belum ada UMKM yang memiliki mesin bubut CNC di Solo.  “Tapi sekarang sudah banyak yang punya mesin bubut ini,”ujarnya seraya menambahkan tidak takut dengan persaingan karena saat ini ia memiliki banyak customer di beberapa daerah seperti Semarang, Surabaya, Solo dan Yogyakarta yang sudah menjadi teman. “Bahkan kami subcon juga ke yang lain kalau sedang banyak kerjaan. Yang kosong kita kasih kerjaan. Banyak teman saling memberi masukan dan saling memberi pekerjaan. Banyak manfaat kalau banyak teman,”tambahnya.

Tak heran bila YDBA  menetapkan PT Sinergi Solo Sejahtera sebagai  UMKM Mandiri. Persisnya 3 tahun lalu Sutarmin dinobatkan sebagai UMKM Mandiri YDBA. Perusahaannya sudah masuk  Tier 2. Ia juga mendapat banyak pekerjaan dari ayah angkat, dalam hal ini PT Yogya Presisi Teknikatama Industri (PT YPTI) dari YDBA, lalu mensuplay ke ATMI yang notabene mendapat pekerjaan dari Astra Honda Motor (AHM).

Selain itu, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) sudah memfasilitasi usahanya dimana ia dikenalkan dengan perusahaan-perusahaan besar dan sudah ada penawaran-penawaran. Diantaranya permintaan dari PT Semen Gresik (SIG), PT Indospring, dan sebagainya. “Tapi saya pilih-pilih. Kalau semua diterima takut usaha saya hancur karena tidak bisa mengerjakan. Kemampuan kami terbatas, sesuai dengan kapasitas saja. Kalau sudah namanya jelek, bisa rusak reputasi. Kalau bisa kita kerjakan dengan penuh tanggungjawab. Kalau tidak bisa tepat waktu yah kita cari subcon ke yang lain,”tutur Sutarmin yang putera sulungnya pun sudah mulai membantu usahanya dan kuliah mengambil bidang studi Teknik Mesin.

Ia juga mendapat banyak pekerjaan dari ayah angkat, dalam hal ini PT Yogya Presisi Teknikatama Industri (PT YPTI) dari YDBA, lalu mensuplay ke ATMI yang notabene mendapat pekerjaan dari Astra Honda Motor (AHM). Program Restrukturisasi  Mesin dari Kemenperin ia mendapat support cashback 25% untuk pembelian mesin baru.”Kemenperin bantu 25% kalau saya beli mesin impor. Kalau beli mesin lokal dibantu Kemenperin 50%,”ungkapnya.

Tentang  utilitas mesin produksinya ia mengungkapkan, tingkat utilitas di perusahaannya pada bulan-bulan tertentu cukup tinggi. Setidaknya seperti bulan Desember biasanya full capacity.   “Rata-rata full terus. Kalau sedang full karyawan sampai lembur,”ujar Sutarmin sambil menambahkan saat ini jam kerja karyawan produksi ada dua shift.   “Biasanya baru penawaran di sekitar bulan Mei dan dua bulan berikutnya produksi mulai mengalami kenaikan.  Ada saya siapkan mess di sini. Ada juga yang pulang pergi. Ada  yang jarak rumahnya sekitar 50km dari kantor sini,”terang Sutarmin.

Dari 1 mesin bubut  yang dibelinya tahun 2011,  kini PT Sinergi Solo Sejahtera sudah memiliki 7 mesin yang nilai assetnya miliran rupiah dan membeli sebidang tanah untuk kantor dan area produksi seluas 1000 meter persegi.

Di masa covid diakuinya kondisi usahanya justru stabil karena banyak membuat cetakan untuk peralatan rumah tangga. Dua tahun berturut-turut ordernya justru lebih besar dari biasanya.  Dari 1 customer saja ia mendapat limpahan order.

Dalam hal ini rata-rata omzet perusahaan mencapai Rp300 juta per bulan dan prediksinya tahun ini bisa naik Rp400 jutaan per bulan tergantung dari kondisi ekonomi di tanah air. 

Untuk raw material  diakuinya   hampir 100 persen semuanya lokal. Seperti biji plastic dan logam semua ada di sini.  Dalam hal ini ia mendapat supply  material juga dari Astra Group. 

Rencana pengembangan usaha ke depan? Ada rencana tapi modal belum cukup.  Menurutnya yang penting mau kerja keras, mau belajar agar menguasai bidang yang digeluti dan mau turun ke lapangan. “Kalau mengandalkan karyawan dan tidak mau turun ke lapangan itu berat! Pokoknya kalau jadi pengusaha itu harus tahu semuanya, harus menguasai paling tidak sedikit teknik pekerjaan itu. Kalau tidak tahu sama sekali ya susah. Usaha ini sama seperti dagang. Komunikasi itu paling penting,”papar pria berkumis ini tentang hal yang boleh dan tidak boleh dalam  berbisnis. Tak heran bila di dinding ruang meetingnya terpasang tulisan dengan kalimat, “Kabeh iso di Rembug”, karena menurutnya dalam bekerja, semuanya harus bisa dikomunikasikan. Ada masalah, harus dibicarakan jangan diam. “Kalau diam, kita tidak tahu maunya apa?” tutup Sutarmin. []Siti Ruslina/Yuniman Taqwa