Meningkatkan Nilai Tambah FABA Melalui Ekonomi Sirkular

Potensi FABA di Indonesia sangat besar. Bila Domestic Market Obligation (DMO) batu bara   mencapai 113 juta ton, maka diperkirakan sekitar 6 persen dari batu bara tersebut adalah FABA. Dengan pendekatan Ekonomi sirkular, FABA dapat ditingkatkan nilai tambahnya!

Limbah batu bara fly ash dan bottom ash (FABA) merupakan hasil pembakaran batubara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). FABA menggambarkan kombinasi antara abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di pembangkit listrik berbasis batu bara.

.Abu terbang (fly ash) adalah sisa yang dihasilkan ketika batu bara terbakar di dalam tungku pembangkit listrik. Abu terbang ini terbang ke udara dan kemudian ditangkap menggunakan peralatan pemisahan partikel. Abu terbang mengandung sejumlah besar partikel halus yang terdiri dari mineral-mineral yang ada dalam batu bara. Sementara itu, abu dasar (bottom ash) adalah sisa yang diperoleh dari bagian bawah tungku pembakaran di mana batu bara terbakar. Abu dasar ini lebih berat dan jatuh ke dasar tungku, dan kemudian dikumpulkan sebagai residu padatan.

FABA bukan lagi limbah B3/foto: doc. PLN

Sejak beberapa tahun terakhir ini, FABA  bukan lagi salah satu limbah yang masuk ke dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).  Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengelolaan limbah non-B3 (baca: FABA) secara teknis merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.

Salah satu PLTU yang mampu mengelola limbah FABA dengan baik ialah milik PT PLN Nusantara Power Unit Pembangkitan (UP) Tenayan, Provinsi Riau. Hal tersebut diapresiasi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Ida Nuryatin Finahari dalam kunjungannya ke PLTU Tenayan di Riau, pada 29 Apri lalu.

“FABA sisa pembakaran PLTU Tenayan telah dimanfaatkan oleh Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Provinsi Riau, jadi tidak kebingungan dalam pengelolaannya,” tutur Ida.

FABA digunakan untuk stabilisasi lahan, yaitu melalui proses pencampuran material yang ada dengan bahan untuk menstabilisasi (stabilizer) dan dipadatkan. Dinas PUPR Provinsi Riau memanfaatkan limbah FABA PLTU Tenayan untuk stabilisasi lahan di jalan Ringroad 70, stabilisasi lahan warga Tenayan, serta digunakan sebagai campuran pupuk.

FABA pun dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku pembuatan beton, sebagai substitusi bahan baku Co-Processing semen. FABA agar dapat dimanfaatkan kembali dalam berbagai aplikasi, menciptakan lingkaran ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu aplikasi utama FABA adalah sebagai bahan tambahan dalam produksi material konstruksi, seperti beton, material komposit dan bahan bangunan lainnya. Secara teknis FABA dapat membantu meningkatkan kekuatan, ketahanan api, dan sifat isolasi termal dari berbagai produk konstruksi. Dengan menggunakan FABA sebagai pengganti sebagian semen dalam produksi beton, kita dapat mengurangi penggunaan sumber daya alami yang terbatas dan mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan dari produksi semen.

Tidak hanya itu, FABA juga dapat digunakan dalam produksi panel dinding, bata, dan bahan isolasi.. Penggunaan FABA dalam industri konstruksi sehingga mengurangi penggunaan material baru, tetapi juga mengurangi limbah konstruksi yang dihasilkan. Dengan demikian, FABA berperan dalam mengurangi dampak lingkungan industri konstruksi yang kondusif.

Dengan demikian, FABA dapat menciptakan nilai tambah melalui proses pengolahan lebih lanjut. FABA yang dihasilkan dari boiler, misalnya,  dapat diproses menghasilkan produk bernilai, seperti briket biomassa, pupuk organik, atau bahan baku untuk produksi energi biomassa. Dalam pembangkit listrik, FABA dapat digunakan sebagai substitusi atau campuran dengan bahan bakar fosil konvensional untuk menghasilkan energi bersih.

FABA juga dapat digunakan sebagai proses bioremediasi tanah terkontaminasi. FABA memiliki kemampuan untuk mengikat logam berat dan bahan pencemar lainnya dalam tanah, mengurangi tingkat kontaminasi. Dengan memanfaatkan sifat adsorpsi FABA, kita dapat membersihkan tanah yang terkontaminasi, menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Sementara Deputi I Bidang Infrastruktur Kantor Staf Presiden (KSP) Febry Calvin Tetelepta mendukung upaya pemanfaatan FABA untuk keperluan yang bersifat produktif. Namun pemanfaatan tersebut tetap perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Harapan kami adalah agar penghapusan FABA dari daftar limbah B3 ini benar-benar memberikan manfaat besar. FABA harus menjadi sumber daya potensial yang mendukung konsep ekonomi sirkuler oleh pelaku UMKM dan masyarakat secara umum,” ucap Febry dalam Seminar Nasional bertajuk Value Creation of FABA untuk Mendukung Infrastruktur Pertanian dan Pembangunan Berkelanjutan’ yang digelar PLN di Semarang, 14/6/2023.

Di tempat yang sama, Direktur Manajemen Pembangkitan PLN Adi Lumakso menjelaskan saat ini PLN Group mengelola sekitar 47 lokasi PLTU dengan total kapasitas mencapai 18 gigawatt (GW) yang setiap tahun menghasilkan rata-rata 3 juta ton FABA. Hal ini tentunya merupakan angka yang besar sehingga perlu untuk dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat, masif, dapat memberikan manfaat bagi lingkungan, bermanfaat secara sosial serta berwawasan lingkungan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Adi mencontohkan beberapa program pemanfaatan FABA yang telah dilakukan PLN. Salah satunya dalam Proyek Taman Sains Teknologi Herbal dan Holtikultura (TSTH2) yang termasuk dalam program Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. PLN menyediakan 45 ribu paving block dari FABA PLTU Labuhan Angin untuk jalan pedestrian seluas 786 m2.

Adi mengatakan,  pengembangan pemanfaatan FABA perlu melibatkan masukan dari berbagai sudut pandang, mulai dari pemerintah dan regulasi, akademisi, hingga pengguna FABA seperti Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I), usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga pelaku industri.

“Saya harapkan juga ada value creation yang didapatkan yaitu berupa mendorong pemanfaatan FABA menjadi sumber alternatif, mengurangi eksploitasi terhadap sumber daya alam yang makin menipis dan mengurangi emisi karbon, meningkatkan sirkulasi ekonomi bagi masyarakat sekitar PLTU serta meningkatkan peluang inovasi dan riset dari seluruh bidang infrastruktur, pertanian dan lain-lain,” tutup Adi, sebagaimana dikutip dari rilis PLN, Juni tahun lalu.

Dari FABA dapat diolah menjadi batako/foto: doc.pln

Dengan demikian, pemanfaatan FABA merupakan bagian dari ekonomi sirkular yang telah diperkenalkan sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Beberapa inisiatif dan langkah-langkah telah diambil untuk mendorong implementasi kebijakan ekonomi sirkular di negara ini.

Ekonomi sirkular adalah suatu pendekatan ekonomi yang bertujuan untuk mengubah sistem ekonomi tradisional yang bersifat linier (ambil-ekstrak-buang) menjadi sistem yang berkelanjutan dan efisien dalam menggunakan sumber daya. Model ekonomi sirkular didasarkan pada konsep meminimalkan limbah, mengurangi penggunaan bahan mentah, dan memaksimalkan penggunaan kembali, daur ulang, dan pemulihan produk dan material.

Ekonomi sirkular adalah suatu pendekatan ekonomi yang bertujuan untuk mengubah sistem ekonomi tradisional yang bersifat linier (ambil-ekstrak-buang) menjadi sistem yang berkelanjutan dan efisien dalam menggunakan sumber daya. Model ekonomi sirkular didasarkan pada konsep meminimalkan limbah, mengurangi penggunaan bahan mentah, dan memaksimalkan penggunaan kembali, daur ulang, dan pemulihan produk dan material.

Dengan dikeluarkannya FABA dari daftar limbah B3 boleh jadi  utnuk mendorong FABA agar dapat dimanfaatkan dengan pendekatan ekonomi sirkular, sehingga potensi limbah FABA dapat ditingkatkan nilai tambahnya. Apalagi potensi FABA di Indonesia sangat besar. Bila domestic arket obligation (DMO) mencapai 113 juta ton, maka diperkirakan sekitar 6 persen dari batu bara tersebut adalah FABA.

Ini angka besar yang bisa diolah dengan pendekatan ekonomi sirkular, sehingga menghasilkan nilai tambah. [] Yuniman Taqwa