BPPT Hadirkan Inovasi Deteksi Dini DBD

Jakarta, 7 November 2018, pelakubisnis.com – Ancaman wabah penyakit demam berdarah dengue masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan di Wilayah tropis seperti Indonesia. Khususnya di musim penghujan ini, potensi penyakit DBD pun  semakin tinggi.

Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan industri dalam negeri berupaya memberikan solusi berupa pengembangan kit diagnostik demam berdarah yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Selain itu, inovasi kit DBD BPPT ini mampu mendeteksi potensi DBD dalam waktu singkat.

“Kit Diagnostik Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu prototipe produk hasil inovasi BPPT dalam bidang kesehatan. Kit diagnostik ini dirancang untuk deteksi dini (early detection) dan deteksi non-dini penyakit DBD,” kata Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Soni Solistia Wirawan,di Kantor BPPT, Jakarta, 6/11.

Terkait pengembangan dan inovasi kit diagnostik DBD ini, BPPT telah bermitra dengan beberapa pihak untuk dapat melengkapi kebutuhan teknologi dan mengkonfirmasi validitas teknis serta kelayakan ekonomi.

“Semoga prototip sediaan kit diagnostik DBD ini, segera dapat difinalisasi menjadi sediaan kit diagnostik yang fungsional melalui rangkaian uji fungsi secara klinis, di produksi dan digunakan untuk mempercepat deteksi dan tindakan penanganan demam berdarah di Indonesia,” ungkap Soni.

Lebih lanjut dikatakan oleh Irvan Faizal, Kepala Program DBD Kit Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT bahwa  Wabah demam berdarah dengue atau DBD hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia terutama di daerah subtropis dan tropis seperti Indonesia.

Dalam laporan WHO, Indonesia menduduki urutan ke 2 dari 30 negara dengan kasus DBD endemik selama kurun waktu 2004-2010. Data menunjukkan bahwa DBD masih merupakan masalah kesehatan yang terus menjadi beban baik secara kesehatan maupun perekonomian (World Health Organization, 2012).

“Angka Kematian akibat DBD dapat dikurangi dengan penerapan deteksi dini dan penanganan yang tepat. Uji laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi DBD. Uji-uji tersebut dilakukan dengan melakukan isolasi virus dalam kultur sel, identifikasi asam nukleat atau antigen serta deteksi antibodi spesifik terhadap virus. Oleh sebab itu deteksi dengue yang spesifik namun murah sangat dibutuhkan,” paparnya.

BPPT tambahnya, berupaya mencari solusi pemasalahan nasional tersebut dengan mengembangkan Kit Diagnostik Demam Berdarah Dengue (DBD) berbasis teknik imunokromatografi dengan menggunakan anti–NS1 antibodi monoklonal. Antigen NS1 merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh virus dengue pada hari pertama hingga kelima paska terjadinya infeksi.

Antigen NS1 urainya, diketahui memiliki aplikasi besar dalam serodiagnosis infeksi dengue karena disekresikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dalam plasma atau serum penderita DBD. Kemunculan antigen NS1 lebih awal dibandingkan antibodi anti-dengue, maka pendeteksian penyakit menggunakan antigen tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan pendeteksian antibodi IgG/IgM.

Keunggulan lain dari Kit Diagnostik DBD yang dikembangkan oleh BPPT adalah anti-NS1 antibodi monoklonal dikembangkan dari virus dengue strain lokal, yang merupakan koleksi Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Selain itu keunggulan Kit Diagnostik DBD yang dikembangkan oleh BPPT yakni, produk dalam negeri, mampu mendeteksi dini infeksi DBD, menggunakan bahan baku antibodi monoklonal berdasarkan strain lokal Indonesia, spesimen dapat berupa darah, plasma dan serum, mudah digunakan, hasil dapat diperoleh relatif cepat (2-10 menit), tidak memerlukan alat untuk penggunaannya, penyimpanan tidak memerlukan pendingin,” rincinya.[]Humas/HMP/bppt.go.id