Kemendag Edukasi Peluang ke Pasar Arab Saudi dan UEA

Jakarta,  13  November  2021, pelakubisnis.com  –Kementerian  Perdagangan   mendorong  pasar  ekspor  ke  kawasan timur  tengah.  Salah  satunya  melalui  edukasi  peluang  ekspor  untuk  negara  Arab  Saudi  dan  Uni  Emirat Arab  (UEA)  yang  disampaikan  melalui  kegiatan  seminar  web  (webinar)  Potensi  Dagang  Indonesia-Timur Tengah “From Jeddah To Dubai” yang digelar oleh Sekolah Ekspor pada Kamis (11/11).

Hadir   sebagai   narasumber   Kepala   Indonesian   Trade   Promotion   Center   (ITPC)   Jeddah   Arab   Saudi Muhammad  Rivai  Abbas dan  Kepala  ITPC  Dubai  UEA  Muhammad  Khomaini.  Kegiatan  dimoderatori oleh Kepala Sekolah Ekspor Handito Joewono.

Dalam  paparannya  Rivai  menyampaikan,  Arab  Saudi  mempunyai  jumlah  penduduk  sebanyak  34,71  juta jiwa. Dari jumlah tersebut, terbagi dalam tiga sasaran pasar yaitu, pasar reguler sebesar 21 juta jiwa atau 70 persen, pasar ekspatriat  sebanyak 14 juta jiwa, serta pasar haji dan umroh.

“Pasar  reguler  merupakan  penduduk  asli,tujuan  utama  produk  Indonesia.  Artinya,  ketika  produk Indonesia    diterima    di    pasar    reguler,    konsumsi    produk    Indonesia    akan    berjalan    stabil dan berkesinambungan,”tutur Rivai.

Namun, lanjut Rivai, yang tidak kalah penting adalah pasar haji dan umroh. Pasar haji dan umroh menjadi peluang  untuk  memperkenalkan  produk  Indonesia.  Pada  2020,  telah  ditandatangani  nota  kesepahaman (MoU)  antara  Kementerian  Perdagangan,  Kementerian  Agama,  Kementerian  Koperasi  dan  UKM,  dan Kadin.  MoU  tersebut  terkait  optimalisasi  pemenuhan  kebutuhan  jamaah  haji  Indonesia  di  Arab  Saudi. Dalam  MoU  ini,  penyedia  produk  atau  jasa  terkait  kebutuhan  haji  dan  umroh  jemaah  Indonesia diwajibkan menggunakan produk Indonesia, khususnya produk UMKM.

“Kita dorong pelaku UMKM untuk terlibat dan ini peluang pasar yang sangat besar. Produk Indonesia yang  memiliki  potensi  untuk  kebutuhan  haji  dan  umroh  di  antaranya  adalah  pakaian,  perhotelan, makanan, kosmetik, tas, dan sepatu,”jelas Rivai.

Rivai  menyampaikan,  secara  umum  produk  yang  masuk  ke  Arab  Saudi  harus  terdaftar.  Untuk  produk makanan dan obat-obatan harus melalui sertifikasi Saudi Food and Drugs Authority (SFDA) sedangkan di luar produk tersebut harus teregistrasi Saudi Arabian Standards Organization (SASO).

“Produk yang memasuki pasar Arab Saudi harus didaftarkan oleh importir atau buyer Arab Saudi. Selain itu, perlu diperhatikan juga ketika memasuki pasar Arab Saudi, yaitu mengenai hak kekayaan intelektual tentang merekdagang sehingga tidak terjadi sengketa di negara tersebut,”terang Rivai.

Rivai menambahkan,  saat  ini  Arab  Saudi  sedang  menjalankan  program  Saudi  Vision  2030.  Kebijakan  ini merupakan    kerangka    strategis    untuk    mengurangi    ketergantungan    Arab    Saudi    pada    minyak, mendiversifikasi ekonominya, dan mengembangkan sektor layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, rekreasi, dan pariwisata.

“Pasar Arab Saudi merupakan pasar yang terbuka, artinya produk harus berkompetisidari  segi  harga, kualitas, dan keberlanjutan karena seluruh negara di dunia mencoba memasuki pasar Arab Saudi. Untuk itu,  para  eksportir  Indonesia  harus  mempersiapkan  produknya  agar  dapat  bersaing  di  pasar  Arab  Saudi untuk jangka panjang,”terang Rivai.

Pada  2020,  Arab  Saudi  merupakan  negara  peringkat  ke-21  sebagai  negara  tujuan  ekspor  Indonesia dengan  nilai  USD  1,34  miliar.  Sedangkan,  sebagai  negara  asal  impor  Indonesia,  Arab  Saudi menempatiposisi  ke 14  dengan  nilai  USD  2,61  miliar.  Produk  ekspor  utama  Indonesia  ke  Arab  Saudi  di  antaranya adalah  mobil  penumpang,  minyak  kelapa  sawit,  ikan,  kayu  lapis,  dan  kain.  Sedangkan  impor  utama Indonesia dari Arab Saudi di antaranya plastik, kimia organik, kacang-kacangan, produk kimia, dan produk susu.

Sementara  itu,  Khomaini  menyampaikan  UEA  memiliki  penduduk  sekitar  9,83  juta  jiwa.  Dari  jumlah tersebut,  11  persen  di  antaranya  adalah  penduduk  asli  UEA  yang  disebut  emirati  sementara  sisanya adalah  penduduk  pendatang.  Secara  umum  perdagangan  di  UEA  masih  dikenakan  bea  masuk sekitar  5 persen.  Saat  ini,  Indonesia  dan  UEA  sedang  melakukan  perundingan  Indonesia-United  Arab  Emirates Comprehensive  Economic  Partnership  Agreement  (IUAE-CEPA).  Salah  satu  dari  perundingan  tersebut, mengenai penguranganhambatan tarif.

“Kedua negara berkomitmen  perundingan  IUAE-CEPA  dapat  diselesaikan  dalam  waktu  satu  tahun  sejak diluncurkan  di  Bogor  September  lalu.  Diharapkan  dengan  adanya  perundingan  ini,  neraca  perdagangan Indonesia dengan UEA dapat naik dua hingga tiga kali lipat,”ujar Khomaini.

Khomaini mengungkapkan, di UEA terdapat lembaga standardisasi nasional yaitu, Emirates Authority for Standardization  and  Metrology  (ESMA).  Lembaga  ini  berfungsi  untuk  mengembangkan  dan  mengadopsi standar  yang  disiapkan  komite  teknis  sesuai  standar  internasional  dan regional.  Pada  2018,  lembaga  ini telah  membuat MoUdengan  Komite  Akreditasi  Nasional  (KAN).  Dalam  MoU  tersebut,  setiap  lembaga yang  menerbitkan  sertifikat  halal  yang  diakui  oleh  KAN  seperti  MUI,  sertifikat  tersebut  juga  akan  diakui oleh  ESMA.  Artinya  produk  yang  telah  mendapat  sertifikat  halal  oleh  MUI  dapat  dengan  mudah memasuki pasar UEA.

 “Produk tersebut hanya perlu memenuhi syarat-syarat registrasidari UEA. Produk yang memasuki pasar UEA  juga  harus  menggunakan  dua  bahasa  yaitu inggris  dan  arab  karena  kedua  bahasa  tersebut  yang digunakan sehari-hari,”tandas Khomaini.

Khomaini menambahkan, UEA, khususnya Dubai, merupakan hub wilayah timur tengah dan Afrika bagian utara.  Pada  Januari–April  2021  data  perdagangan  UEA  menunjukan  nilai  re-ekspor  hampir  50  persen dibanding   impor. “Hal  ini  menggambarkan  besarnya  potensi  UEA,  khususnya  Dubai  sebagai  hub kawasan,” katanya.

Produk  ekspor  utama  Indonesia  ke  UEA  di  antaranya  adalah  minyak  kelapa  sawit,  perhiasan,  monitor, kendaraan,  dan  papan  kertas.  Sementara  impor  utama  Indonesia  dari  UEA  di  antaranya  bensin,  besi, aluminiumtidak ditempa, kimia organik, dan plastik.[]sp