Sarwono: Dari Bisnis Engineering Kepincut Bisnis Briket Arang Batok Kelapa

PT Mega Tama Globalindo (MTG) salah satu produsen briket arang batok kelapa mampu menguasai pasar 30 persen  segmen pasar di Eropa. Ia mempunyai 21 brand briket di pasar dunia. Bahkan brand-brand besutannya terkemuka hampir di seluruh dunia. Black Coco salah satunya. Bagaimana Sarwono kepincut menekuni bisnis ini?

Sarwono: owner PT Mega Tama Globalindo/foto: pelakubisnis.com

Masih lekat ingatan Sarwono ketika masih bekerja di sebuah perusahaan engineering pada tahun 1992. Pengalaman bekerja di perusahaan itu selama 9 tahun, membuatnya kepincut membangun bisnis yang bergerak di bidang engineering pembuat  mesin-mesin   produksi pada tahun 2001.

Mesti usaha engineering Sarwono masih “menggelinding” sampai saat ini, tapi belum mampu menjadi  magnet yang dapat dijadikan flagship untuk mengembangkan usaha-usaha yang dirintisnya . “Sampai sekarang usaha engineering saya masih berjalan, tapi pertumbuhannya kurang pesat,” kata Sarwono kepada pelakubisnis.com, minggu ketiga Juni lalu.

Menurut Sarwono, bisnis engineeringnya susah berkembang karena faktor Sumber Daya Manusia (SDM) di Ungaran, Jawa Tengah yang kurang mumpuni. Melihat kondisi ini, mulai terbesit membuat bisnis lain. “Pada tahun 2012 saya melakukan  riset selama dua tahun dengan anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 1,8 milyar tentang briket arang yang terbuat dari batok kelapa,” tandasnya serius seraya menambahkan bahwa bisnis engineering sulit bersaing dengan produk-produk asal China, apalagi untuk produksi mesin-mesin mass product.

Sarwono menambahkan, bisnis briket yang saat ini digeluti terbuat dari limbah perkebunan, khususnya kelapa. Saat itu ia sempat keliling  Indonesia. Dan sampai di Gorontalo banyak tempurung (batok kelapa) yang terbuang begitu saja. Para petani kelapa mengganggap batok kelapa merupakan limbah yang menjadi masalah bagi mereka. ”Batok kelapa oleh petani kelapa dianggap sampah dan merepotkan. “Saya coba bikin arang dari batok kelapa, kemudian dibawa ke Jawa untuk dicetak jadi briket arang,” urai Sarwono mengenang saat merintis usaha membuat briket arang batok kelapa. Tanpa disadari ia telah memberi kontribusi terhadap negeri ini atas pengembangan ekonomi sirkular.

Lebih lanjut ditambahkan, briket arang tersebut diperkenalkan ke beberapa negara di Eropa. Awal memperkenalkan briket arang ini melalui facebook. Dari media sosial ini, ia berkenalan dengan buyer dari Eropa. “Saya perkenalkan kepada seorang buyer bahwa energi ini adalah energi  recycle  dari limbah tanaman yang ramah lingkungan  dan kalorinya tinggi,” ujar Ketua 3 HIPBAKI (Himpunanan Pengusaha Briket Arang Kelapa Indonesia).

“Saya berpikir untuk apa briket ini? Bisa untuk pemanas ruangan karena udara  di Eropa dingin atau bisa untuk bahan bakar barbeque dan bisa juga untuk shisha sebagai bahan bakar merokok di negara-negara Eropa dan Timur Tengah,” lanjut Sarwono.   Dengan kata lain, briket arang ini multi fungsi, bisa sebagai pemanas ruangan, barbeque dan umumnya digunakan untuk shisha.

Pada tahun 2014, kata Sarwono, ikut pameran  dagang di Jerman atas dukungan teman di sana.  Tak dinyana, respon buyer di Eropa cukup positif. Bahkan, dalam tempo tiga empat tahun briket arang kelapa produksi PT Mega Tama Globalindo (MTG) mampu menguasai pasar 30 persen  segmen pasar produk tertentu di Eropa. Saat ini ia memiliki 21 brand briket. Bahkan brand-brand besutannya terkemuka hampir di seluruh dunia. Salah satunya  Black Coco.

Bahkan, tahun 2023 MTG mulai merambah pasar Timur Tengah setelah krisis  pandemic Covid 19 kemarin. Meski baru setahun masuk pasar Timur Tengah, tapi penetrasi pasarnya sampai saat ini  mampu menembus 20 kontainer perbulan.

Sarwono menambahkan, arang batok kelapa sebelum dicetak jadi briket, terlebih dahulu dilakukan treatment. “Kalau bicara emisi pasti ada, tapi kecil sekali yang dikeluarkan dari pembakaran briket batok kelapa itu. Ada yang namanya Volatile matter (zat terbang) sekitar 13 – 16 persen. Angka ini menurut buyer sudah bagus.

Menurut Sarwono, ketika mulai terjun ke bisnis briket  arang batok kelapa, mayoritas pemain-pemain  di lini bisnis ini dikuasai pemain asing. “Waktu itu  satu-satunya pemain lokal yang terbesar adalah saya,” jelasnya serius yang saat ini sudah menyerahkan seluruh usaha briketnya ke professional.

Padahal Indonesia, menurut Sarwono, sempat menjadi penghasil kelapa terbesar di dunia. Cuma kita kurang baik mengembangkan perkebunan kelapa. India sudah membuat perkebunan kelapa yang begitu bagus. Sementara di Indonesia – boleh dikata – perkebunan kelapa masih sebagai warisan orangtua. Belum  dikelola dengan baik. Sedangkan di Thailand, sudah dikelola secara baik.

Potensi kelapa di Indonesia tersebar di seluruh Sulawesi, Sumatera dan Banten. Menurut Sarwono, ia banyak membina petani kelapa dan industri kecil. Ia sadar bahwa pekerjaan ini merupakan pekerjaan besar. “Saya dulu membina 14 pabrik briket yang tersebar di Jawa, tapi sekarang tinggal 4 pabrik yang dikelolanya,” urainya seraya menambahkan banyak yang hanya ingin uangnya, tapi tidak mau susahnya. Padahal untuk menghasilkan uang, ketika usaha yang susah-susah itu dilewati.

Lebih lanjut ditambahkan,  ekspor briket batok kelapa tidak bisa sembarangan. Spesifikasi briket harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau proses pembuatan briket asal-asalan, ya tidak diterima buyer. Hal ini menyangkut  masalah komitmen. Kita belum bisa konsisten menjalankan komitmen untuk menghasilkan briket batok kelapa yang berkualitas. “Kalau kualitas produk tidak bisa dipertanggungjawabkan, ya saya rugi!” jelasnya.

Sejauh ini menurut Sarwono, pihaknya menjalin kemitraan dengan ribuan petani kelapa di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Para petani tersebut membuat arang batok kelapa di daerahnya masing-masing. Arang tersebut dikirim ke 4 pabriknya di Jawa, salah satunya di Boyolali, Jawa Tengah. “Di sini dilakukan clean dan dicetak menjadi briket,” jelas Sarwono. Kapasitas produksi dari 4 pabrik briket tersebut mencapai 60 kontainer perbulannya.

Sarwono menambah, para petani kelapa yang menjadi mitranya dilakukan pembinaan, Misalnya bagaimana cara membakar batok kelapa menjadi arang, supaya menghasilkan kadar Volatile yang rendah. Sebelum arang batok kelapa itu dikirim, terlebih dahulu dilakukan pengecekan, apakah sudah memenuhi standar mutu. Kalau sudah memenuhi standar mutu, baru dikirim ke pabrik di Jawa untuk diproses menjadi briket.

Menurut Sarwono, dulu arang batok kelapa harganya hanya Rp600/kg. Dari waktu ke waktu harganya meningkat, sekarang harganya di level  Rp7000 – Rp8000/per-kg. “Saya berani membeli arang batok kelapa dengan harga sebesar itu per-kg,” tambahnya. Pada tahun 2013, ketika pergi ke Riau,  petani-petani yang dibinanya masih pakai celana pendek, pakai kaos partai. Dua tahun kemudian, kondisi ekonominya berubah, sudah memiliki mobil.

Sejauh ini, tambah Sarwono, produksi arang batok kelapa dari mitra-mitra petani selalu ditampung. “Dulu sebelum pandemic sekitar 2000 -3000 ton perbulan. Memang terjadi penurunan suplay arang batok kelapa. Tapi bukan karena pandemic, melainkan karena krisis pengiriman. Sekarang juga terjadi krisis pengiriman,” katanya.

Briket arang batok kelapa yang siap diekspor/foto: doc. MTG

Sementara ekspor briket arang batok kelapa, sebelum pandemic bisa mencapai 60 – 80 kontainer perbulan. Sedangkan pada masa pendemi, tambah Sarwono, hampir satu tahun tidak ada ekspor karena krisis pengiriman. Sekarang  pun sama halnya. Terjadi krisis pengiriman. Banyak kapal-kapal yang tidak berani melalui laut merah, sehingga cost-nya lebih mahal.

“Pada awal pandemic, tahun 2020, ekspor masih oke, tapi April 2021 sampai awal 2022 tidak ada kegiatan ekspor. Baru bangkit kembali tahun 2023. Sekarang ekspor sudah mencapai 70 – 80 persen seperti sebelum pandemic,” tandasnya enggan menyebutkan berapa besar omzet ekspor briket arang batok kelapanya setahun.

Proyeksi pertumbuhan tahun 2024, menurut Sarwono, akan diupayakan meningkat dibandingkan tahun 2023. Padahal tahun 2019 ke tahun 2020 bisa meningkat mencapai 20 persen. Tahun 2020 ke tahun 2021 meningkat di angka 20 persen. “Setelah itu krisis, penjualan anjlok sampai 70 persen. Sekarang eranya nggak pasti, saya tidak mau muluk-muluk memproyeksikan pertumbuhan tahun ini,” tambahnya.

Diakui Sarwono, dulu sempat menguasai market share briket arang batok kelapa. Sekarang sudah mulai tergerus market share yang dikuasainya. Sebab ada satu perusahaan asing  membuat pabrik di sini (Indonesia-red). Namun demikian, Sarwono masih menjadi 3 atau 4 besar pemain briket arang batok kepala dunia.

Kini pemain di lini ini sangat banyak, sehingga persaingan sangat ketat. Bahkan, sekarang ada perusahaan asing yang investasi di Indonesia. Produk yang dihasilkan di Indonesia itu, kemudian, tambah Sarwono, dikirim ke negara asalnya. Pemain asing itu mengeksploitasi petani kelapa di Indonesia, sementara nilai tambahnya dinikmati negara asalnya.

Menurut Sarwono, kondisi pasar briket arang batok kelapa dunia dihadapi dengan permasalahan pengapalan. Dulu setiap shipping company bisa angkut produk-produk Indonesia. Sekarang hanya ada dua shipping company yang mengangkut produk-produk Indonesia. “Kedua shipping company tersebut, kapalnya berbendera asing semua,” katanya serius mengunci percakapan. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa