Sathya Narayana Lanjutkan Tongkat Estafet Membawa Denara Bali
Paska pandemic Sathya Narayana tancap gas membawa brand Denara Bali makin moncer. Tongkat estafet sudah diberikan, namun belajar dari pengalaman orangtua, ia merasa perlu hati-hati dalam mengambil keputusan. Bagaimana kisahnya?
Adalah pasangan suami istri, Made Diksa Wimona, ST dan istrinya, Drh. Ni Wayan Kesumawati Dewi yang kala itu melihat peluang bisnis di industri spa (bodycare), tepatnya lulur Bali. Melihat potensi pasar yang cukup besar, di tahun 2007 pasangan suami istri ini melakukan riset selama satu tahun hingga akhirnya dapat menemukan formula yang paling tepat dan berhasil menciptakan formula bodyscrub dan natural soap yang kemudian mulai dipasarkan pada Agustus 2008.
Melalui bendera CV Denara Duta Mandiri (Denara Bali), Made Diksa dan istri akhirnya terjun ke bisnis bodycare (perawatan tubuh) dengan brand Denara Bali. Brand ini diambil Made Diksa dari singkatan Denpasar Negara Bali. Dalam bahasa Bali sendiri, kata Denara memiliki arti berkemauan keras, berwibawa, bersih dan dapat dipercaya. “Mama saya sendiri yang membuat racikannya. Mama suka bereksperimen,”ujar Sathya Narayana kepada pelakubisnis.com, awal November lalu seraya menjelaskan meski seorang dokter hewan, ibunya lebih suka bereksperimen menciptakan formula perawatan tubuh.
Tak heran bila sang Mama sampai ikut kursus pelatihan membuat formula perawatan tubuh. Ilmu yang diperolehnya dari tempat kursus kemudian secara otodidak dimodifikasi hingga tercipta formula perawatan tubuh yang sesuai dengan kebutuhan pasar. “Produk pertama yang diciptakan Papa dan Mama saya adalah produk body scrub dan natural soap,” katanya serius.
Sathya memaparkan, sebelum ia bergabung di tahun 2021, sepanjang perjalanan brand Denara Bali orangtuanya menjalani bisnis ini 100% menggunakan sistem pemasaran konvensional. Sejak lahir 2008, distribusi Denara Bali hampir ke semua toko oleh-oleh di Bali. Diantaranya masuk ke Toko Oleh-Oleh Krisna Bali jauh sebelum toko ini terkenal seperti sekarang. “Kami termasuk pemasok paling lama. Kemasannya juga sederhana, menggunakan kertas yang dikemas sendiri oleh papa,”kenang Sathya.
Ceritanya jauh sebelum Denara Bali ada, di tahun 1997 ayahnya merupakan salah satu eksportir aromaterapi yang cukup besar di Bali. Keluarga besarnya penjual kain di daerah Gajahmada, Denpasar, Bali. Di tahun 2005 bisnis orangtuanya mengalami kebangkrutan karena banyak piutang yang tak terbayar. Tidak ada perputaran modal untuk biaya operasional, akhirnya bangkrut.
“Papa pernah cerita, saat itu sampai mengalami stress karena berada di titik terendah. Pada masa itu saya masih ingat meski baru duduk di bangku sekolah dasar (SD). Sempat mengalami makan seporsi bertiga. Waktu itu belum ada adik-adik. Kami makan nasi dan lauk pauk dimakan satu porsi bertiga, saya, mama dan papa. Kami tak punya uang untuk beli baju. Kalau beli satu baju, itu akan saya pakai terus. Waktu itu benar-benar luar biasa susah,” kenang pria kelahiran 1998 ini. Padahal sebelum terjun ke dunia bisnis, ayahnya sempat bekerja di perusahaan otomotif (New Armada) sampai di posisi Asisten Manager, kemudian memilih resign mengejar mimpi menjadi wiraswastawan.
Sampai akhirnya muncul pandemic Covid-19 yang meluluh lantakkan sendi perekonomian hampir di seluruh negara termasuk Indonesia. Denara Bali termasuk usaha yang terimbas pandemic karena saat itu seluruh sistem pemasarannya masih offline.
Hingga akhirnya Sathya turun tangan mengendalikan bisnis spa dan kosmetik orangtuanya ini. Itupun karena kebetulan ia mengambil topik skripsi tentang “Peran Brand Image Memediasi Sosial Media Marketing Terhadap Keputusan Pembelian terhadap Denara”. “Skripsi saya kemarin mengangkat topik Pemasaran Denara Bali. Topik ini atas saran dosen pembimbing untuk mengangkat kasus perusahaan sendiri,” tandasnya .
Tak heran setelah lulus kuliah di Universitas Udayana, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen Marketing pada 2020, ia coba implementasikan dalam perusahaan keluarga ini. Saat itu Denara masih belum menjalankan strategi membangun brand image dan social media marketing. “Waktu kuliah saya tertarik digital marketing. Sepertinya surprise kalau diterapkan di Denara. Kebetulan saya melihat brand-brand lokal yang produknya mirip-mirip Denara pada sukses menerapkan digital marketing,” jelasnya.
Di awal pandemic usaha Made Diksa dan Ni Wayan Kesumawati hampir bangkrut. Di tengah situasi itu putranya berpikir bagaimana perusahaan supaya tidak bangkrut. Saat itu toko-toko di Bali semua tutup. Di sisi lain saat itu manajemen Denara tidak ada basic ilmu marketing. Yang ada tim produksi dan penjualan. “Saya masuk Denara dan langsung membuat tim marketing. Dibantu pacar saya, Ratih yang sama-sama satu kampus bareng-bareng kita bekerja di sini (Denara),” tandasnya.
Pemain spa dan kosmetik rumahan di Bali cukup banyak. Tak heran bila produk spa dan kosmetik Bali disebut sebagai ‘The BodyShop nya Indonesia”. Masing-masing melakukan inovasi dan bersaing secara sehat. Masing-masing kompetitor punya cara sendiri. Tapi yang menjadi difrensiasi Denara – terutama di produk body scrub – mempunyai target konsumen yang niche market yang tidak price sensitive. Dengan menggunakan body scrub Denara Bali, tidak perlu khawatir menyebabkan iritasi kulit. Body Scrub ini mampu mengangkat kotaran di kulit tanpa menimbulkan rasa sakit.
Denara masuk semua outlet Krisna di Bali. Ada salah satu outletnya yang memberi dua space besar. “Pemberian fasilitas ini karena penetrasi pasar Denara sudah bagus. Kami tidak bayar. Mereka justru beli putus dari Denara,”ungkapnya.
Sementara tahap awal bersama Ratih membuat direct marketing. “Walau pun saat itu belum punya pengalaman di lapangan. Saya sadar teori pasti beda di lapangan. Saat itu saya berpikir jualan saja dulu. Selama 12 tahun Denara masa nggak ada yang tahu brand ini dari Bali,” urainya. Ternyata masa transisi market dari offline ke online memang tidak semudah yang diperkirakan.
“Saat itu karyawan Denara ada 14 orang termasuk saya. Meski dalam kondisi pandemic semua karyawan dipertahankan . Memang di awal pandemic ada sistem shift , tidak full karyawan masuk,” ceritanya. Bersyukur Denara mampu melewati masa pandemic yang saat itu banyak perusahaan terpaksa me-layout kembali perusahaan agar tetap bertahan. Saat itu tidak ada pemasukan sama sekali, bahkan sampai minus. Untuk membiayai operasional harus mengeluarkan uang pribadi agar perusahaan tetap berjalan.
Sathya menambahkan, di awal kondisi pandemic saat itu, dilakukan riset terhadap Denara. Masyarakat yang membeli produk-produk Denara kebanyakan para wisatawan yang sedang liburan di Bali untuk oleh-oleh. Produk-produk lokal sejenis ada yang berupa whitening, ada kolagen dan sebagainya. Akhirnya ia buat brand baru yang berbeda dengan produk Denara Bali sebelumnya. Dengan cara demikian, bisa memperbaiki kinerja perusahaan.
Menurut Sathya, untuk target market milenial menginginkan produk-produk kosmetik yang bisa membuat kulit cerah, glowing. Produk-produk sejenis ini kena di segmen milenial. “Saya mengambil peluang itu dengan merek Denara skincare. Saat itu ada customer yang membeli produk kami. Customer itu tertarik terhadap produk kami. Customer itu ingin dibuatkan produk kami dengan mereknya. Awalnya kami tidak tahu apa itu maklun,” lanjutnya.
Denara Bali sendiri, kata Sathya, sudah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dari BPOM. Artinya Denara sudah performance membuat kosmetik, sehingga bisa melakukan jasa maklun. Akhirnya diterima tawaran customer itu untuk maklun produk yang diinginkan. “Saat itu yang berpikir ada perputaran modal untuk menjalankan usaha ini,” jelasnya. Ternyata hasilnya melebihi penghasilan Denara Bali di waktu normal (sebelum pandemic-red). Ada customer satu bulan saja bisa pesan 50 ribu pieces.
Pada Milestone itu yang membuat Denara Bali bisa melakukan pengembangan usaha. Keberhasilan pola maklun itu karena Denara mampu menyesuaikan standard yang dibutuhkan customer, di samping ketepatan waktu.
Selama ini yang dilakukan Denara Bali adalah “jemput bola”. Bahkan, sampai ada customer mitra maklun yang prestasi penjualannya juga bagus, bisa mencapai 150 ribu pieces yang dipesan dari Denara Bali.
Sathya menambahkan, peluang pasar Denara Bali masih luas. Selama ini baru membidik pasar Bali dan sekitarnya juga Pontianak. Daerah-dearah lain di Indonesia belum dijamah. Sejauh ini kontribusi sumbangan terbesar revenue Denara pertama dari maklun, kedua dari pusat oleh-oleh Krisna dan Denara Skin. Sedangkan online belum bisa maksimal, harus lebih dioptimalkan lagi “Penjualan di gerai-gerai Krisna yang sampai saat ini bisa bertahan. Sekitar 40 persen penjualan disumbang dari gerai Krisna, sedangkan sumbangan makloon bisa mencapai 45 persen dan sisanya disumbang dari Denara skin Bali, toko-toko kosmetik kecil, reseller dan online.
“Pertama kali saya bersama pacar menangani marketing digital Denara Bali, membuat akun Instragram, membuat akun facebook. Saya membuat content-content. Saya hanya fokus di marketing, sedangkan operasional keseluruhan masih orangtua yang pegang,” kata Sathya. Baru tahun 2022 saya sudah pegang manajemen. Sudah punya tim marketing, accounting dan ke depannya Denara Bali mau diarahkan seperti apa.
Ke depannya, menurut Sathya, Denara Bali akan diperluas ke perawatan kulit wajah, seperti membuat serum dan produk perwajahan lainnya Di kategori ini marketnya luar biasa. Dan secara otomatis produk-produk skincare bisa dimaklunkan . Artinya divisi maklun akan menerima orderan pembuatan skincare. “Tapi ada pembeda antara brand kami, brand customer satu dan brand customer lainnya supaya tidak ada benturan di market nanti,” ujarnya.
Menurut Sathya, saat ini ibunya mulai mengurangi aktivitas di perusahaan. Rencananya akan merekrut tenaga R&D untuk membantu pengembangan formulasi maupun inovasi produk. “Di marketing sendiri saya memang sudah ada rencana penambahan karyawan,” katanya sambil menambahkan akan membentuk marketing komunikasi , tapi dibuat seefisien mungkin. “Memang ada penambahan modal kerja dengan pembiayaan sendiri,”tambahnya.
“Otoritas yang diberikan ke saya cukup besar dalam menjalankan perusahaan. Kebanyakan operasional perusahaan sudah saya pegang. Orangtua cuma memonitor saja. Sekali-kali bertanya tentang kinerja perusahaan,” kata anak pertama dari dua bersaundara ini.
Lebih lanjut ditambahkan, konsentrasi Denara saat ini adalah inovasi produk dan digital marketing. Ini merupakan kunci dari perusahaan supaya bisa eksis ke depannya. Oleh karena itu, harus bisa berinovasi . Modal terbesar pengembangan perusahaan di dua sektor itu.
Dari tahun 2020 sampai tahun 2022, menurut Sathya kenaikan cukup fantastis. Bila pada tahun 2020 omzet yang sebesar Rp1,5 milyar. Angka ini meningkat menjadi Rp 3,1 milyar pada tahun 2021. Sampai Oktober 2022 omzet mencapai Rp3,3 milyar. Dalam waktu dua tahun ada kenaikan penjualan sekitar 105 persen.
Pekerjaan Rumah (PR) yang terberat ke depan adalah mempertahankan omzet penjualan. Itu sebabnya ia membangun sistem bisnis yang terdiri dari orang-orang yang mampu mengeksekusi dari sistem bisnis yang dirancang.
Sathya menambahkan, dalam perjalanan bisnisnya, kedua orangtuanya memang aktif mengikuti pembinaan-pembinaan yang dilakukan BUMN dan lembaga pemerintah. Denara pernah ikut pembinaan dari Telkom, BNI, Bank Indonesia dan sekarang menjadi UMKM Mitra Binaan Pertamina. Persisnya tahun 2020 masuk komunitas UMKM binaan Pertamina.
Memang ketika menjadi mitra binaan Pertamina, kondisi masih pandemic. Saat itu aktivitas ikut pameran belum ada. Baru tahun 2022 ini Denara Bali mendapat kesempatan mengikuti Pameran Trade Expo Indonesia (TEI), dibawa langsung oleh Pertamina. “Sebelum diikutsertakan dalam pameran TEI 2022, kami juga diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan yang digelar secara online, seperti pelatihan Go Digital, Go Global untuk ekspor,” jelas Sathya.
Pihak Pertamina, tambah Sathya, pernah melakukan survei ke Denara Bali. “Kesan yang saya tangkap misi dari pelatihan-pelatihan yang diadakan Pertamina bahwa UMKM-UMKM binaan Pertamina harus naik kelas, bisa mandiri ke depannya,” tandasnya. Denara Bali sendiri bercita-cita ke depan bisa mandiri.
Menurutnya sudah cukup sekian tahun dibina oleh pemerintah dan BUMN. Bila tiba waktunya siap mandiri, saat itu ia sudah harus bisa menunjukkan ke pemerintah dan BUMN bahwa hasil dari binaannya sudah bisa mandiri dan naik kelas.
“Seperti Pertamina juga memberi fasilitas pendanaan. Denara Bali pernah mendapat fasilitas pendanaan dari Pertamina dalam bentuk pinjaman lunak sebesar Rp 150 juta. Pinjaman ini cukup membantu Denara dalam mengembangkan usaha,” urainya lagi.
“Saya juga ingin memberi kesempatan kepada UMKM-UMKM lain untuk bisa mendapat binaan dari pemerintah dan BUMN-BUMN. Denara sendiri kini sudah mulai masuk ke tahapan Go Global,” lanjutnya seraya menambahkan, itu terjadi sejak dua tahun ia bergabung dalam Denara Bali.
Diakuinya, saat ini Denara Bali sudah tembus Go Global. Tapi di tingkat nasional saja menurutnya sudah cukup memiliki beberapa prestasi. Sudah masuk ke market place, seperti Shopee Mall pada tahun 2021.
Baru-baru ini Denara Bali masuk peringkat pertama dari 10 UMKM Bali mitra binaan PT Pertamina (Persero) yang siap berlagak pada Final Fitching Day menuju juara dan best innovation awardee di ajang Pertapreneur Aggregator. Mitra binaan unggulan yang berasal dari 200 UMK yang telah melewati proses kurasi sangat ketat dari 200 lebih peserta UMK Academy 2022. Rencana pada 2 -3 Desember 2022 puncak Pertapreneur Aggregator. “Kabarnya juara pertama dalam ajang persebut akan mendapat hadiah sebesar Rp 100 juta,” tambah Sathya.
Tak dipungkiri, Denara sempat menembus pasar ekspor ke Amerika Serikat, Inggris dan Kanada pada tahun 2017. Saat itu Denara ekspor sabun natural shop sebanyak satu container 20 feet atau orderannya sekitar 60 ribu pieces. “Kata papa saya sempat repeat buying, tapi ada problem, sehingga Denara stop,” kata Sathya.
Keberhasilan itu sampai kini belum berlanjut lagi. Boleh jadi orangtuanya masih trauma. Saat itu Denara kena pinalti, sehingga penetrasi pasar ekspor dihentikan untuk sementara. Ke depan Denara Bali akan kembali membidik pasar ekspor. “Kemarin waktu TEI 2022, saya ikut bisnis konsultasi dengan atase perdagangan dengan beberapa negara. Saya sudah ngobrol-ngobrol dan minta kontak mereka dan beberapa sample sudah saya kirim ke Kanada, Filipina. Peran pemerintah menurut saya diperlukan untuk kita mengecek validasi buyer untuk ekspor, supaya kita tidak ditipu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Sathya mengunci percakapan. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa/Sumber Ilustrasi: Pertamina