Obsesi Wahyoo Derek UMKM Warteg Naik Kelas

Meski masih berusia 4 tahun, kehadiran Wahyoo, mampu membangun kemitraan dengan   Warung Tegal (warteg-red) hingga mencapai 17.000 warung makan. Mimpi Peter Shearer ke depan agar makanan-makanan enak di pelbagai daerah bisa dinikmati di seantero negeri!

Peter Shearer,  founder & CEO Wahyoo Group bersama Jurnalis Koran Sindo, Pung Purnomo/Foto: YouTube

Dalam waktu empat tahun berdiri, Wahyoo kini bertransformasi menjadi layanan terpadu yang mendukung pertumbuhan usaha pemilik warung makan tegal atau warteg. Layanan yang disediakan platform ini meliputi kemudahan berbelanja (supply chain) lewat ponsel, layanan teknologi pendukung, pelatihan wirausaha, hingga kegiatan komunitas. Tak heran ada yang menyebut Wahyoo sebagai digital social enterprise dengan fokus membantu warung makan naik kelas.

Menurut Peter Shearer,  founder sekaligus CEO Wahyoo Group, membuat platform seperti ini bukan perkara mudah. Mulanya ia mempunyai strategi  branding dan marketing. “Jujur pada saat Wahyoo muncul adalah bagaimana tempat warung mitra ini menjadi tempat advertising,” katanya dalam acara Indonesia Brand Forum 2021.

Tadinya niat Peter hanya ingin menjadikan tempat mereka beriklan, tapi akhirnya berkembang dan semakin mengenal lebih dalam permasalahan pemilik warung makan (warteg-  red). Pemilik warung justru  berharap Wahyoo bisa membantu mengurangi beban operasional mereka. Mereka butuh pendampingan untuk bisa mengatur keuangan dengan baik.“Akhirnya kami bantu mencarikan solusi dari masalah yang mereka hadapi,” tandas Peter menceritakan awal  berdirinya  Wahyoo.

Akhirnya Wahyoo membantu menyelesaikan end to end nya mereka. Karena sebelumnya mereka kelola semua sendiri. Sekarang mereka hanya memasak dan sisanya urusan belanja bahan baku, marketing dan sebagainya biar Wahyoo yang tangani. “Tanpa disadari tempat yang biasa kami kunjungi ini mempunyai masalah  cukup kompleks. Di satu sisi kami melihat mereka ada masalah tapi kita melihat peluang yang besar. Bisnisnya dapat di satu sisi, sisi lain social impact nya ada,” kata Peter.

Memang tantangannya adalah isyu kepercayaan. Bagaimana bisa merangkul mereka. Tapi dengan kerja keras, kata Peter,  dan ketulusan, masalah itu jadi mudah. Isyu yang kedua adalah digitalisasinya. Karena tidak gampang memgubah mereka yang dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi  dengan habit yang sedemikian,  sementara tugas Wahyoo  harus mendisrupsi. “Tantangan digital yang kami hadapi. Bahkan sampai hari ini kami terus edukasi mereka dengan berbagai macam program kami,” lanjut Peter.

Wahyoo  didirikan pada tahun 2017, tapi  baru berjalan di 2018. Mesti usianya masih seumur jagung, Wahyoo kian berkembang pesat. Sepanjang dua tahun  belakang ini,  Wahyoo  mampu merangkul 17.000 mitra warteg di Jabodetabek, Semarang dan mendatang Bandung.

Wahyoo  mampu merangkul 17.000 mitra warteg di Indonesia/Foto: Ist

Perkembangan Wahyoo yang pesat, tak bisa dilepaskan dari empat strategi yang dikembangkannya. Pertama, ekspansi. Ekspansi layanan yang agresif membuat bisnis Wahyoo bertumbuh kencang. Awal tahun 2020, misalnya, mereka mengakuisisi platform direktori toko daring Alamat.com. Situs ini menawarkan solusi digital guna membantu UMKM mengembangkan bisnis dengan memanfaatkan data konsumen.

Kedua, kolaborasi. Untuk memasok kebutuhan konsumennya, Wahyoo menggandeng PaketKu, sebuah perusahaan express delivery berbasis teknologi yang mengedepankan layanan tepat waktu dengan tarif kompetitif untuk pengiriman baik antarkota maupun antarprovinsi.

Ketiga, inovasi. Untuk meningkatkan keragaman produk yang dijajakan para mitra, Wahyoo membuat unit bisnis Bikin Tajir Group yang melahirkan produk private label guna dipasarkan para mitra Wahyoo, seperti Ayam Goreng Bikin Tajir (AGBT) dan Bebek Goreng Bikin Tajir (BGBT). AGBT sudah memiliki sekitar 350 outlet dan BGBT sudah memiliki lebih dari 100 outlet yang tersebar di Jabodetabek. Memiliki private label produk menjadi strategi Wahyoo agar para mitra bisa meraup pendapatan lebih banyak lewat menu baru yang belum pernah disajikan sebelumnya.

Keempat, edukasi dan literasi. Tidak cukup hanya menyajikan teknologi untuk proses bisnis (supply chain) dan inovasi produk, Wahyoo juga melakukan edukasi fitur-fitur finansial agar pengelolaan cashflow warung menjadi lebih baik lagi. Warteg yang sudah bergabung dengan Wahyoo juga akan mendapatkan P3K atau pelatihan, pembimbingan, pendapatan dan kemudahan. Bahkan dibuat Wahyoo Academy untuk meningkatkan capacity dan capability para mitranya.

“Kami percaya the power of  distribution network  dengan 17.000  titik, itu menjadikan kami selevel dengan minimarket yang ada di luaran sana. Ketika kita sudah punya network distribusi, yang dimainkan secara bisnis, misalnya partnership. Seperti perusahaan es krim yang tadinya enggan masuk ke warung makan, sekarang mereka bisa masuk melalui jaringan Wahyoo. Buat kami ini menarik untuk menambah value mereka, kemudian dibuatkan tempat untuk powerbank sebagai additional incame,” katanya.

Sekarang   Wahyoo sedang kembangkan  micro cloud kitchen impact. “Tempat makan kami ini mempunyai satu kesamaan yaitu punya dapur, punya perangkap masak dan punya orang yang masak dan tempat yang luas.  Kami melihat potensi bisa kerjasama dengan brand ,” tandasnya.

Selama pandemic  kita banyak melihat the rising of online. Selama pandemic  Wahyoo melihat opportunity bahwa sebagian konsumen ingin makanan yang lokasinya tidak jauh dari mereka,  yang mereka suka. “Makanya kami akan maksimalkan micro cloud kitchen dari jaringan Wahyoo,”  lanjut Peter.

Lebih lanjut ditambahkan, Wahyoo mempunyai lokasi-lokasi yang strategis yang mendekatkan produk-produknya dengan konsumennya, tanpa konsumen harus keluar dari rumahnya. Nah, itulah salah satu produk yang keluar karena kondisi pandemic.

Menurut Peter, setelah melewati masa pandemi 2020-2021 yang berat, Wahyoo kini bersiap untuk memasuki fase-fase baru, khususnya di era new-normal sejalan dengan makin membaiknya situasi pandemi. “Lewat pengalaman, kemampuan, serta infrastruktur yang dibangun selama 4 tahun, kami ingin Wahyoo mampu melebarkan sayap ke kota-kota lain baik Pulau Jawa maupun di luar Jawa, khususnya Bali demi memberi dampak yang lebih luas lagi bagi masyarakat. Akhir tahun ini kami ingin bisa hadir di Bandung dan Bali. Kami ingin warung makan naik kelas,” katanya.

Harapan dalam waktu singkat produk Wahyoo  bisa ada dimana-mana. “Dan menariknya, brand—brand yang bekerjasama dengan kami sudah tak perlu repot lagi. Dari berbagai masalah sampai ke marketing. Dengan bergabung ke ekosistem Wahyoo mereka mendapat expertise mereka mengcreate makanan. Dari situ biar Wahyoo yang teruskan pekerjaannya,” jelasnya.

Menariknya lagi, menurut Peter, brand-brand yang bekerjsama dengan Wahyoo sudah mempunyai infrastruktur. Pihak mitra akan lebih mudah, mereka hanya fokus pada keahliannya, setelah itu biar Wahyoo yang mengurus sampai ke konsumen.

Wahyoo sendiri punya stand entity sendiri. Wahyoo  juga punya dapur untuk pengembangan produk. Entity ini akan bekerjasama dengan banyak supplier dan berkolaburasi dengan Wahyoo. Itu anak perusahaan Wahyoo yang mengurus private-private lebel.  Perusahaan Wahyoo tidak banyak. Yang mengurusi masalah infrastruktur kita punya holding yang kemudian dibangun distribution company, dan perusahaan yang mengurusi private lebel company. Sampai saat ini sudah berada sampai Jawa dan Bali, bahkan harapannya sampai seluruh Indonesia.

Peter menambahkan, rencana Wahyoo  banyak. Kalau dari  visi perusahaan ingin warung tradisional bisa sejahtera supaya mereka bisa menghidupi masyarakat dan sekitarnya. Misinya agar UMKM ini bisa bertahan dan kita bantu scale up.

“Mungkin banyak warung makan terkenal namun mereka punya kendala dari sisi ekonomi, sisi network dan sebagainya. Itu bisa kami bantu karena di hati kami untuk UMKM kuliner. Kami ingin se-Indonesia makanan yang enak dan ada di daerah itu bisa kita bantu scale up. Gak hanya makanan  itu dikenal di daerah asalnya tapi juga dikenal lebih luas dari jaringan yang dimiliki Wahyoo,”urai Peter.

Wahyoo adalah salah satu Cool+Agile Brands yang diundang hadir dalam ajang Indonesia Brand Forum (IBF) 2021 yang berlangsung pada 2-4 November 2021. Dalam ajang ini, sejumlah brand lokal berbagi (sharing) seputar kinerja berikut kiat dan strategi bisnisnya masing-masing. Selain konferensi, pada IBF 2021 ini juga diluncurkan buku berjudul The Rise of Cool+Agile Brands. Dalam buku ini dikupas sekitar 30 brands yang mampu keluar dari jerat triple disruption. Merek-merek yang sukses melewati triple disruption ini disebut Cool+Agile Brands lantaran menawarkan model bisnis baru yang inovatif.[] Siti Ruslina/Ilustrasi: wahyoo.com