Skema Gross Split, Menjaga Keseimbangan Antara Kontraktor dan Pemerintah

Penyesuaian aturan investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) lebih fleksibel tengah dilakukan pemerintah. Inisaitif yang diberikan diharapkan mampu memberikan kemudahan manfaat bagi KKKS dalam menjalankan bisnis migas di Indonesia. Bahkan diberikan penawaran skema gross split baru yang lebih sederhana dan feasible.

Guna meningkatkan daya tarik investasi sektor migas di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan regulasi terbaru terkait kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi (migas). Regulasi terbaru ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Peraturan tersebut diteken pada 6 Agustus 2024 yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas. Perlu mengatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Permen ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Selain itu, ditetapkan pula Kepmen ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split,  telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split sudah tidak sesuai dengan perkembangan iklim investasi dan dinamika kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sehingga perlu diganti.

Pembaruan regulasi ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan Pemerintah. Salah satu poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75-95 persen. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu.

Ariana Soemanto: aturan gross split baru ini  membuat Wilayah Kerja Migas Non Konvensional lebih menarik/foto: doc. ESDM

“Kepastian 75-95% bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0%, itu kita koreksi. Selain itu, bagi hasil tidak kompetitif, buktinya 15 dari 26 Kontraktor Kontrak Kerja Sama  (KKKS) mengajukan insentif atau diskresi,” jelas Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto, pada Sosialisasi aturan tersebut, pada awal Oktober lalu.

“Selama ini banyak dilakukan diskresi terhadap Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dan masih banyak KKKS lainnya yang sedang dalam proses pengajuan additional split incentive. Ini menjadi bukti bahwa masih ada yang perlu diperbaiki,” jelas Ariana terkait urgensi perubahan Kontrak Bagi Hasil Gross Split tersebut.

Menurut Ariana, aturan gross split baru ini  membuat Wilayah Kerja Migas Non Konvensional lebih menarik, karena bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93-95% di awal. Hal ini dapat segera diterapkan pada WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Ariana menambahkan, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter, agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.

“Poin yang keempat adalah, ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split yang baru ini, tetapi di sini kita berikan pilihan fleksibilitas, mau pakai gross split atau cost recovery silakan, mau berpindah juga silakan. Sesuai dengan selera kontraktor,” sambungnya.

Adapun poin perubahan pada Permen Kontrak Bagi Hasil antara lain adalah simplifikasi jumlah komponen. Dari 13 komponen tambahan bagi hasil disederhanakan hanya menjadi 5 yaitu jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrasruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.

Poin kedua adalah parameter sesuai data lapangan. Nilai parameter komponen ditentukan dari studi statistik data 5 tahun terakhir, yaitu jumlah cadangan POD seluruh lapangan, rata-rata lokasi dan kedalaman lapangan, serta harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), LNG platts, dan gas domestik.

“Jadi setelah evaluasi 5 tahun, nanti Bapak dan Ibu akan melihat cadangan dan PODnya itu sudah ada bukti empiris bahwa data 5 tahun terakhir terkait penemuan cadangan itu yang membentuk angka yang ada di Kepmen kita ini. Begitu pula dengan lokasi kedalaman, Harga ICP, kenapa harga yang diambil titik tengahnya, itu semua berdasarkan data realisasi 5 tahun terakhir,” jelas Ariana.

Selain itu, diatur pula total bagi hasil yang kompetitif. Di mana nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS migas konvensional pada rentang 75% s.d 95%, Berdasarkan studi effective royalty rate, access to gross revenue, dan incentives. Lalu terdapat pula aturan mengenai Eksklusivitas MNK yakni nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS MNK menggunakan fixed split 93% untuk minyak dan 95% untuk gas, berdasarkan studi perbandingan keekonomian dengan lapangan di Eagleford.

Yang terakhir, mengenai tata cara, persyaratan perubahan bentuk kontrak dan fleksiblitas. Aturan ini memberikan pengaturan terkait perubahan bentuk kontrak bagi hasil dari PSC cost recovery ke gross split ataupun sebaliknya. Dengan ketentuan peralihan untuk kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya. 

Selain itu, pihaknya juga berharap  adanya peraturan Peraturan Menteri ESDM No. 13/2024 dan Keputusan Menteri ESDM No. 230.K/MG.01.MEM.M/2024 dapat menjadi pedoman bersama.

KKKS Migas diberi pilihan fliksibilitas antara cost recovery atau gross split/foto: doc. ESDM

Ariana menyampaikan bahwa proses penyempurnaan peraturan terkait Kontrak Bagi Hasil Gross Split tersebut telah berlangsung sejak bulan Juni 2022 dan mencapai puncaknya pada Agustus 2024 telah melibatkan semua stakeholders terkait.. Rangkaian proses tersebut dmulai dari penyempurnaan kebijakan fiskal, pemetaan masalah dan evaluasi kontrak, FGD Oil and Gas Transformation Through Improvement of PSC, Workshop Perumusan Usulan Insentif Eksplorasi antara SKK Migas, Ditjen Migas, dan KKKS, engagement dengan Kementerian lain, hingga FGD bersama para (KKKS) Migas.

“Jadi Permen dan Kepmen bukan punya Kementerian ESDM saja, tapi punya Bapak/Ibu. Karena semua prosesnya dirumuskan bersama dengan KKKS. Pembahasannya memang lumayan lama namun hasilnya benar-benar divalidasi dan menyuarakan aspirasi, dan tetap menjaga keseimbangan kepentingan Kontraktor dengan Negara, “ pungkas Ariana.

Sementara penyesuaian aturan investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) lebih fleksibel tengah dilakukan pemerintah. Inisaitif ini diharapkan mampu memberikan kemudahan manfaat bagi KKKS dalam menjalankan bisnis migas di Indonesia. Bahkan diberikan penawaran skema gross split baru yang lebih sederhana dan feasible.

“Simplifikasi ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split baru saja, tetapi juga pemerintah memberikan fleksibilitas bagi kontraktor untuk memilih jenis kontrak sesuai kenyamanan kontraktor. Silakan kontraktor yang mau pindah ke Cost Recovery dari sebelumnya Gross Split maupun sebaliknya,” kata Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto di Jakarta, pada 5/10.

Implementasi kebijakan tersebut, sambung Ariana, berlaku bagi yang kontrak yang ditandatangani pasca Peraturan Menteri Nomor 13 tahun 2024 tengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Sedangkan untuk kontraktor migas eksisting yang kontraknya ditandatangani sebelum Peraturan Menteri tersebut terbit dapat beralih ke kontrak gross split baru dengan beberapa catatan.

Pertama, kontrak skema gross split lama untuk MNK, termasuk gas metana batubara dan shale oil/gas dapat beralih ke skema gross split baru. “Ini seperti proyek MNK Gas Metana Batubara di Tanjung Enim. Itu akan segera beralih ke gross split baru agar bisa jalan karena keekonomiannya membaik,” jelas Ariana.

Kedua, kontrak skema cost recovery dapat beralih ke skema gross split baru, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari Pemerintah. “Adapun untuk kontrak skema gross split lama atau eksisting yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema gross split baru, namun dapat berubah ke kontrak skema cost recovery,” ungkap Ariana.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat lima kontraktor/blok yang menyatakan minat untuk menggunakan skema gross split baru, sesuai Peraturan dan Keputusan Menteri ESDM tersebut. “Siapa dan blok mana saja, sebaiknya kita tunggu formilnya nanti ya. Tentu, senyaman kontraktornya saja untuk memilih skema kontrak mana sesuai risk profile kontraktor masing-masing. Yang penting kita perbaiki iklim investasi agar lebih menarik, untuk mendorong temuan cadangan dan produksi migas nantinya,” pungkas Ariana.[] Yuniman Taqwa