Belajar Dari Sejarah Raih Benefit

Sejarah menjadi guru berharga bagi suatu bangsa. Tak salah bila belajar dari sejarah penyelenggaraan Asian Games di masa lampau menjadi introspeksi diri untuk mensukseskan Asian Games ke-18 di Jakarta dan Pelembang Agustus mendatang.

Kompetisi olaharaga terbesar se-Asia yang diadakan setiap 4 tahun sekali ini sudah ada sejak 1951. Indonesia menjadi salah satu negara anggota federasi, dalam pelaksanaannya Asian Games ke-I diadakan di New Delhi, India. Pada 1954 yang kedua diadakan di Manila, dan saat Asian Games ke-III diadakan di Jepang pada 1958, tercetuslah sebuah rencana yang disepakati forum, bahwa Asian Games selanjutnya akan diadakan di Indonesia

Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Asiann Games ke-4 itu berdasarkan hasil voting yang dilakukan oleh Dewan Federasi Asian Games di Tokyo, Jepang, sebelum Asian Games 1958 dimulai, yaitu pada 23 Mei 1958. Ada dua negara kandidat tuan rumah Asian Games ke-4 saat itu, yaitu Indonesia dan Pakistan. Berdasarkan hasil voting, Indonesia mendapat sebanyak 22 suara dan Pakistan 20 suara. Dengan hasil voting itu, resmilah ditetapkan tuan rumah Asian Games 1962 di Indonesia yang diselengarakan di  Jakarta.

Padahal saat itu Indonesia termasuk negara miskin dan minim fasilitas yang secara rasional tak mungkin dapat menyelenggarakan pesta olah raga berskala internasional itu. Namun demikian bagi Presiden Soekarno, penyelenggaraan event internasional itu merupakan momentum yang harus ditangkap untuk memproyeksikan citra bangsa Indonesia di mata internasional. Ia mengatakan,  berapa pun biaya yang harus dikeluarkan, tidak menjadi masalah bagi Bung Karno asalkan harga diri dan martabat Indonesia di mata dunia diakui.

Hal-hal yang seolah meremehkan Indonesia itu tidak dianggap Soekarno. Ia tetap berkeyakinan dalam jangka waktu empat tahun, Indonesia bisa menjadi penyelenggara Asian Games dengan fasilitas dunia. Sebagai bentuk realisasinya dibentuklah Komite Olimpiade Indonesia, yang mengatur segala bentuk perencanaan Asian Games.

Sejak resmi terpilih sebagai tuan rumah di tahun 1958, Indonesia hanya memiliki waktu kurang dari 4 tahun untuk mempersiapkan pelaksanaan Asian Games di Jakarta. Beberapa pembangunan infrastruktur dan gedung olah raga dilakukan.

Pembangunan infrastruktur Asian Games 1962 itu ibarat kisah  Roro Jonggrang dan Pangeran Bandung Bondowoso. Kisah cinta mereka dianggap sebagai asal muasal terbentuknya kompleks candi di Yogyakarta, yang dikenal dengan Candi Sewu, Candi Prambanan, Keraton Ratu Baka, dan arca Dewi Durga yang ditemukan di dalam candi Prambanan. Roro Jonggrang artinya adalah “dara (gadis) langsing”.

Menurut legenda saat itu Bandung Bondowoso ingin mempersunting Roro Jonggrang. Ada dua syarat yang diminta Roro Jonggrang yang harus dipenuhi Bandung Bondowoso. Pertama, adalah pembuatan sumur yang dinamakan sumur Jalatunda. Syarat kedua adalah pembangunan seribu candi hanya dalam waktu satu malam.

Sang pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda berkat kesaktiannya. Setelah sumur selesai, Roro Jonggrang berusaha memperdaya sang pangeran agar bersedia turun ke dalam sumur dan memeriksanya. Setelah Bandung Bondowoso turun, sang putri memerintahkan Gupala  menutup dan menimbun sumur dengan batu. Akan tetapi, Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan cara mendobrak timbunan batu berkat kesaktiannya. Bondowoso sempat marah, namun segera tenang karena kecantikan dan bujuk rayu sang putri.

Syarat kedua pun nyaris berhasil diwujudkan oleh Bandung Bondowoso. Sang pangeran memanggil makhluk halus, jin dan sebagainya  dari perut Bumi. Dengan bantuan makhluk halus ini, sang pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Ketika Roro Jonggrang mendengar kabar bahwa seribu candi sudah hampir rampung, sang putri berusaha menggagalkan tugas Bondowoso. Ia membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi. Ia juga memerintahkan agar gundukan jerami dibakar di sisi timur.

Mengira  pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke perut Bumi. Akibatnya, hanya 999 candi yang berhasil dibangun sehingga usaha Bandung Bondowoso gagal. Setelah mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso amat murka dan mengutuk Roro Jonggrang agar menjadi batu. Sang putri berubah menjadi arca terindah untuk menggenapi candi terakhir.

Ilustrasi legenda itu boleh  jadi “cermin diri’ bangsa Indonesia saat itu menerima tantangan untuk menyelenggarakan Asian Games ke-4 pada tahun 1962. Berbagai persiapan Asian Games dilaksanakan dengan melibatkan para pejabat pemerintah, baik itu sipil maupun militer dan warga Jakarta. Mereka bahu membahu mensukseskan perhelatan akbar itu. Upaya mempercepat pembangunan infrastruktur, maka pada 1961 dibentuk Komando Urusan Asian Games (KUPAG) yang dikomandoi langsung Presiden Soekarno dengan komandan pelaksanaan Mayor Jenderal D. Suprayogi.

Proses pembangunan beragam infrastruktur ini terbilang sangat singkat yakni dalam waktu setahun dan bahkan ada yang hanya dalam hitungan bulan. Melihat hal ini, Utusan Jepang untuk persiapan Asian Games 1962 berdecak kagum pada bangsa Indonesia. “Ini bangsa gila, bisa menyiapkan seluruh soal dalam hitungan bulan, dengan membangun Stadion raksasa sekaligus pemindahan penduduk tanpa ribut-ribut. Kepemimpinannya luar biasa”.

Pembangunan infrastruktur Asian Games besar-besaran meliputi Stadion Utama Gelora Bung Karno sebagai pencanangan pembangunan kompleks Asian Games ke-4. Kawasan kompleks olahraga Senayan berdiri di beberapa bekas kampung yaitu kampung Senayan, Petunduan, Kebun Kelapa dan Bendungan Hilir.

Pada 8 Februari 1960 Presiden Soekarno menancapkan tiang pancang Stadion Utama sebagai pencanangan pembangunan kompleks Asian Games IV disaksikan wakil perdana menteri Uni Soviet, Anastas Mikoyan.

Di depan maket Stadion Senayan Bung Karno menunjuk-nunjukkan tongkatnya ke maket rencana Stadion “Ini…ini akan jadi Stadion terbesar di dunia, ini adalah awal bangsa kita menjadi bintang pedoman bangsa-bangsa di dunia, semua olahraga dari negara-negara di dunia ini, berlomba disini. Kita tunjukkan pada dunia, Indonesia bangsa yang besar, yang mampu maju ke muka memimpin pembebasan bangsa-bangsa di dunia menuju dunia barunya”.

Dalam tempo kurang dari dua tahun, tepatnya 21 Juli 1962,  Stadion Utama berkapasitas 100.000 penonton selesai dibangun. Ciri khas bangunan ini adalah atap temu gelang berbentuk oval. Sumbu panjang bangunan (utara-selatan) sepanjang 354 meter; sumbu pendek (timur-barat) sepanjang 325 meter. Stadion ini dikelilingi oleh jalan lngkar luar sepanjang 920 meter. Bagian dalam terdapat lapangan sepak bola berukuran 105 x 70 meter, berikut lintasan berbentuk elips, dengan sumbu panjang 176,1 meter dan sumbu pendek 124,2 meter. Stadion utama ini yang kemudian tercatat sebagai stadion terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar di dunia.

Kemudian Juni 1961 Stadion Renang berkapasitas 8.000 penonton selesai dibangun. Bangunan ini terdiri dari kolam tanding 50 meter, kolam loncat indah, kolam pemandian dan kolam anak. Menyusul 25 Desember 1961, Stadion Tenis berkapasitas 5.200 penonton selesai dibangun.

Tidak hanya itu, Desember 1961, Stadion Madya (sebelumnya disebut Small Training Football Field (STTF)) berkapasitas 20.000 penonton selesai dibangun. Berdiri di area seluas 1.75 hektar dengan sumbu panjang 176.1 meter, sumbu pendek 124.2 meter dan dilengkapi dengan 2 tribun; tribun barat dengan kapasitas 8.000 penonton dan tribun timur dengan kapasitas 12.000 penonton.

Di samping itu, pada 21 Mei 1962, Istana Olahraga berkapasitas 10.000 penonton selesai dibangun dan untuk pertama kalinya digunakan untuk penyelenggaraan kejuaraan dunia bulu tangkis beregu putra memperebutkan Piala Thomas. Lalu Juni 1962, Gedung Bola Basket berkapasitas 3.500 penonton selesai dibangun.

Bertepatan dengan pembukaan Asian Games ke-4 itu, 24 Agustus 1962 -Gedung Televisi Republik Indonesia Pusat sebagai stasiun televisi pemerintahan pertama di Indonesia selesai dibangun diresmikan mulai dibuka.

Selain membangun fasilitas dan sarana olahraga bertaraf internasional, Soekarno pun membangun jembatan semanggi. Saat itu Bung Karno diperlihatkan maket jalan Semanggi dan berkata: “Semanggi ini perlambang bunga yang imbang, dari susunan daunnya dan batangnya. Ini seperti bangsa kita yang menyukai keindahan, dan taukah kamu…eh Bandrio, eh Jenderal Suprayogi, eh Sutami….keindahan itu adalah keseimbangan” kata Bung Karno dengan mata penuh kemenangan.

Ia memanggil seniman terbaik kita untuk menghias Senayan dan beberapa sudut jalan Jakarta dengan patung-patung nan artistik yang menggambarkan kebudayaan Indonesia dan gelora rakyatnya. Ia boyong menteri-menterinya belajar ke Jepang untuk menyiapkan pesta tersebut.

Selain pembangunan sarana olahraga, Bung Karno juga membangun beberapa bangunan lainnya seperti Patung Selamat Datang di Bundaran HI dan Jembatan Semanggi. Patung Selamat Datang dibuat untuk menyambut tamu-tamu yang tiba di Jakarta dalam rangka pesta olahraga tersebut. Patung tersebut menggambarkan dua orang pemuda dan pemudi yang membawa bunga sebagai penyambutan tamu.

Sementara Hotel Indonesia pada waktu itu merupakan pintu gerbang masuk ibukota Jakarta dan juga merupakan pintu gerbang rangkaian kegiatan pertandingan yang diselenggarakan di Istora Senayan. Pada masa itu semua tamu asing yang datang di Jakarta masuk melalui bandara Internasional Kemayoran dan langsung menuju ke hotel Indonesia yang menjadi tempat penginapan bagi mereka, sehingga sebelum mereka memasuki hotel maka mereka akan mendapatkan patung Selamat Datang ini di depannya.

Soekarno merupakan pemimpin yang menyukai simbol-simbol agung, sehingga membuat Jakarta menjadi kota yang menakjubkan, besar dan modern tidak kalah dengan negara-negara besar serta modern lainnya, sehingga wajar jika ia sangat berambisi menjadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat dengan berbagai macam pembangunan gedung-gedung pencakar langit, dan monumen yang dapat menarik perhatian dunia Internasional

Proyek pembangunan pusat olahraga di Senayan, dan bangunan-bangunan lain, bagimanpun merupakan suatu investasi sosial, budaya, dan politik yang amat strategis dalam rangka merepresentasikan Indonesia dimata Internasional.

Ini kali kedua Indonesia menjadi tuan Rumah Asian Games ke-18 tahun 2018.  Kesempatan kedua itu datang, setelah Vietnam mengundurkan diri dari kesanggupannya menjadi tuan rumah akibat kesulitan finansial. Indonesia akan menjadi tuan rumah bagi atlet-atlet dan diplomat-diplomat olah raga bangsa-bangsa Asia.

Jika pada tahun 1962 suasana politik masih mewarnai perhelatan dan solidaritas politik bangsa-bangsa Asia masih terasa hangat menggema akibat baru saja lepas dari kolonialisme, maka tahun 2018 nanti, Asian Games dapat didorong untuk menjadi sebuah gelaran yang makin membukakan mata bangsa-bangsa di Asia tentang Indonesia dengan segala macam keragaman budaya, perkembangan ekonomi, keramahan warganya, keelokan alam dan keragaman makanannya, dan pada ujungnya, potensi pariwisatanya.

Bila kita lihat dari penyelenggaraan Asian Games sebelumnya, ada keuntungan ekonomi yang bakal diraih oleh tuan rumah. Penyelenggaraan Asian games ke-13 di Bangkok, Thailand, misalnya.  Saat itu panitia mengeluarkan biaya operasional sebesar 2,67 milyar bath, sedangkan pendapatan yang diterima mencapai 2,73 milyar bath.

Tidak hanya itu, pendapatan Asian Games ke-14 di Busang, korea Selatan nmenghabiskan biaya sebesar 3,15 triliun won. Dari event ini, pihak panitian meraih keuntungan sebesar 60.9 milyar won.

Menurut Menteri PPN, Bambang Brodjonegoro, contoh sukses lainnya, adalah Olimpiade Musim Panas ke-27 di Sydney Australia yang bisa mendorong ekonomi New South Wales meningkat sampai US$490 juta per tahun selama 12 tahun masa persiapan dan sesudah event.

“Jadi mereka ambil 6 tahun ke belakang dan 6 tahun ke depan. Periode 1994-2000 adalah masa persiapan, membangun stadion, infrastruktur, berbagai fasilitas pendukung, promosi dan seterusnya dan kemudian pasca event adalah masa pemanfaatan stadionnya, peningkatan wisatawan ke Australia maupun Sydney,” jelasnya.

Setelah itu, dlihat dari present value dampak olimpiade terhadap ekonomi Australia mencapai US$6,5 miliar dan lapangan pekerjaan meningkat 5.300 di New South Wales dan di Australia Kota rata-rata 7.500 per tahun selama 12 tahun.

Cerita sukses lainnya, Olimpiade Musim Panas ke-30 di London pada 2012 karena bisa berkontribusi terhadap PDB Inggris sampai US$16,5 miliar selama 12 tahun periode. Komposisinya 82% dari free event, 12% dari pariwisata, 6% dari pengeluaran langsung.

“Jadi aktivitas free event dan konstruksi itu adalah bagian terbesar dari olimpiade di London, ditambah pariwisata dan direct spending, turis meningkat 10,8 juta pada periode 2005-2017,” tutur Bambang.

Sementara pada Asian Games 2014 yang diselenggarakan di Incheon, Korea Selatan, promosi yang dilakukan Negeri Ginseng sangat masif. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menyampaikan visi dari Asian Games Incheon, mereka mengusung misi ekspansi budaya K-Pop dan menggelar roadshow ke enam kota besar di dunia; Tashkent (Uzbekiztan), Dubai (UEA), Singapura (Singapura), Hanoi (Vietnam), Guangzhou (China), dan New Delhi (India).

Kampanye yang diberi nama Cheer Asia ini mendaulat trio K-Pop JYJ sebagai ambasadornya, sehingga tak heran jika roadshow tersebut disambut gegap gempita khususnya di China dan Vietnam. Tanpa perlu diminta, sejumlah media asing beramai-ramai memberitakan para bintang K-Pop serta perhelatan Asian Games 2014.

Journal of Physical Education and Sport (2016) juga menyoroti sejumlah aspek teknis-kuantitatif yang berperan dalam penyelenggaraan Asain Games 2014, seperti penyebutan “Incheon Asian Games 2014” di media lokal dan internasional yang mencapai 2.569 penyebutan. Hal ini dilakukan secara merata setiap bulan, terutama dalam rentang waktu 2013-2014.

Kisah sukses penyelenggaraan Asian Games di masa silam – baik di Indonesia pada tahun 1962, mauun di Korea Selatan pada tahun 2014 dan event-event olah raga internasional lainnya,  menjadi pelajaran berarti bagi bagi Indonesia. Ketua Komite Penyelenggara Asian Games 2018, Erick Thohir, meyakini ajang ini akan berdampak positif bagi infrastruktur, pariwisata, dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Intinya, ekonomi Indonesia bakal terangkat oleh Asian Games.

“Saya rasa dampak Asian Games 2018 ini bisa sebagai national branding, yaitu bentuk promosi untuk visit Indonesia. Selain itu juga akan mempromosikan budaya dan apa itu Indonesia kepada publik dunia,” tutur Erick Thohir pada Mei lalu.[] dari berbagai sumber/yt