Perkantoran Over Supply, Occupancy Mencapai 70-an Persen

Salah satu pemicu over supply perkantoran karena perusahaan mulai mengurangi space kantor mencapai 20% dari yang seharusnya digunakan. Selain itu, munculnya coworking space menjadi salah satu alternatif perkantoran  yang lebih efisien.

Pasokan perkantoran di seluruh Jakarta mencapai 10,695,000 meter persegi atau meningkat sebesar 7.2% dari tahun 2017. Meningkatnya subsektor perkantoran tersebut, menyebabkan terjadi over supply pada  2018 lalu. Tingkat hunian  melorot menjadi 76.4% secara tahunan. Leads Property Services Indonesia mencatat, hingga saat ini jumlah pasokan ruang kantor yang tersedia di Jakarta sebanyak 10.11 juta meter persegi, dimana 63% berlokasi di Kawasan Segitiga Emas Jakarta (CBD Golden Triangle) dan 37% sisanya di luar Kawasan Segitiga Emas Jakarta (Outside CBD).

Pada akhir 2019, diperkirakan akan ada penambahan ruang kantor sekitar 10% atau kurang lebih 983,000 meter persegi, yang tersebar sebanyak 570,000 meter persegi di Kawasan Segitiga Emas Jakarta ( CBD Golden Triangle) dan 413,000 meter persegi di luar Kawasan Segitiga Emas Jakarta (Outside CBD ).

Saat ini occupancy ruang perkantoran di Jakarta tercatat sebesar 80.3%, dimana occupancy nya di Kawasan Segitiga Emas Jakarta mencapai 79.5%, sedangkan  ruang perkantoran di luar Kawasan Segitiga Emas Jakarta mencapai 82.28%. Namun, persentase ini diperkirakan akan menjadi 76.0% di 2019, disebabkan oleh sejumlah pasokan baru yang akan masuk ke pasar perkantoran serta berkurangnya tingkat penyerapan bersih akibat dari melemahnya perekonomian, sebagaimana dikutip dari mpi-update.com.

Perkiraan Colliers International Indonesia dalam laporan kuartal ketiga tahun menyatakan, sampai akhir tahun 2018, tingkat hunian ruang kantor akan terus turun. Salah satu penyebabnya, proyeksi suplai yang begitu besar sekitar 600 ribu m2 di kawasan Central Business District (CBD) Jakarta.

Sementara di luar kawasan CBD, pasokan baru menembus 172.569 m2. Adapun pasokan kantor baru di kawasan CBD Jakarta secara akumulasi pada periode tahun 2017-2018 mencapai 960 ribu m2. Akan tetapi, baru 620.000 m2 yang telah teresap. Namun, meski sudah terserap, catatan Colliers per kuartal tiga ini, baru sekitar 52%-nya yang telah ditempati. Sisanya, masih kosong melompong.

Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan,  proyeksi pasokan gedung akan ada tambahan sekitar 1,4 juta m2 yang mana 64% pasokan tersebut akan mendominasi wilayah pusat bisnis (CBD) Jakarta. “Jumlah pasokan dari 2019 sampai 2021 tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan tahun 2018. Akan tetapi, ada harapan perkantoran bisa terjadi konsolidasi sehingga pada 2020 demand sduah bisa mengejar supply,” kata Ferry, sebagaimana dikutip dari bisnis.com.

Serapan perkantoran di 2018 masih didominasi oleh co-working space, perusahaan start-up company, dan fintech. Perusahan-perusahan tersebut dinilai paling aktif mengisi ruang perkantoran. Sementara, Ferry menilai, laju serapan pada 2019 masih akan relatif lambat dan tingkat hunian hanya akan meningkat 15 hingga 3% karena pengembang baru akan mengejar pasokan di akhir tahun 2019 hingga 2020.

Saat ini Colliers International Indonesia melihat tenant market situation mempunyai posisi negosiasi lebih tinggi dibandingkan oleh si pemilik gedung. Pemilik gedung terpaksa menyesuaikan sesuai dengan keinginan tenant. Sekarang persaingan sudah mencapai ke tahap itu. “Apa yang lho mau gua kasih. Harga mau turun berapa, gua kasih,” kata Ferry serius kepada pelakubisnis.com menjelaskan kondisi sewa perkantoran saat ini. Harga bisa terkoreksi jatuh mencapai 20% dari harga sewa normal. Bahkan kalau tenant masuk dengan space yang besar akan lebih banyak lagi diskonnya.

Lebih lanjut ditambahkan, untuk gedung yang baru awal beroperasi dan belum terisi sampai 60%, maka pemilik gedung akan nombok. Colliers menyarankan untuk gedung yang baru beroperasi, disarankan akomodatif kepada tenant, sampai gedung terisi mencapai 60%. “Kalau sudah mencapai 60% tingkat hunian gedung, biaya operasional akan tertutup,” katanya serius. Baru langkah selanjutnya lebih selektif kepada tenant. Dengan kata lain, tidak semua tuntutan tenant dipenuhi pemilik gedung. Dan, tenant pun masuk ke gedung yang sudah penuh lebih nyaman, karena gedung akan terawat dengan baik.

Sementara Direktur Era Mira, Mira Adyanti, melihat subsektor perkantoran sudah over supply. Namun demikian, banyak perusahaan mulai memindahkan kantor ke wilayah Selatan yang tidak terkena pembatasan berkendara. Bahkan, sekarang Jl. TB Simatupang menjadi icon yang baru kawasan perkantoran. Apalagi di kawasan tersebut dilalui jalur MRT yang memudahkan karyawan menuju kantor.“Harga sewa kantor di distrik bisnis di Jakarta terkoreksi turun berkisar 23 – 30 persen, kata mira kepada pelakubisnis.com

Pengamat properti dari rumah123.com, Ignasius Untung mengatakan, saat ini occupancy  ruang perkantoran berada di kisaran 60 – 70 persen. Angkan ini belum dihitung dengan gedung-gedung yang belum jadi. “Ya, agak mengerikan, sih,” kata Untung serius seraya menambahkan, pihak developer ketika ingin membangun perkantoran selalu menggunakan konsultan properti. Pihak developer mendapat jawaban dari konsultan selalu bagus.

Menurut Untung, kantor rumah123.com yang baru ditempati setahun ini (wisma 88-Kasablanka-red) ternyata cukup diminati. “Di Gedung baru ini bukan occupancy  rendah. Waktu kita masuk, tinggal ruang ini satu-satunya yang kosong. Seharusnya manajemen gedung bisa jual mahal. Tapi harga sewa di sini malah turun, lebih murah dengan harga Rp20.000/m2 meski tingkat huniannya tinggi,”ungkapnya memberi contoh.

Lebih lanjut ditambahkan, salah satu penyebab, over supply perkantoran karena bermunculannya co-working space. Di samping itu, banyak perusahaan yang kapasitas kantornya diperkecil. Misalnya sebuah perusahaan mempunyai karyawan 100 orang, kemudian pihak manajemen hanya menyewa space perkantoran hanya untuk 80 karyawan. Dengan dasar pertimbangan ada karyawan yang tidak masuk kerja da nada karyawan yang kerjanya dari rumah.

Bahkan Ciputra mengembangkan properti perkantoran di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan menekan nilai investasi agar sesuai dengan strata companies (strata title-red) yang sebelumnya mereka menyewa di ruko/rukan atau co-working space, Ciputra memiliki produk Creative Office (CreO) dengan harga berkisar Rp 664 juta untuk luas mulai 18 m2. Proyek yang bernama Citra Towers ini  mirip dengan apartemen studio. Konsumen berinvestasi hanya untuk ruang bekerja. Sementara ruang rapat, sekretaris dan sebagainya disiapkan di luar. “Konsep seperti ini dibutuhkan perusahaan-perusahaan kecil yang mungkin  kemampuan investasi di kantor belum besar, tapi ingin memiliki alamat kantor yang representatif,” kata  Nararya Ciputra Sastrawinata, Direktur Ciputra Group.

Menurut suami dari Melisa Kristi Kristianto ini, konsep CreO merupakan ruang kantor yang dibuat bertujuan untuk menggabungkan kebutuhan kantor yang investasinya tidak terlalu tinggi, tapi ada kemauan pemilik perusahaan untuk memiliki asset yang kedepannya ada potensi  kenaikan harga dan menghasilkan keuntungan yang besar. “Jadi Saya menggabungkan co-working untuk sewa dengan konsep memiliki kantor untuk ruang kerjanya saja, tapi fasilitas lainnya disediakan di luar kantor,” urainya, sebagaimana yang dimuat  pelakubisnis.com,  Oktober lalu.

Pihaknya menawarkan solusi memiliki ruangan kantor dengan harga relative terjangkau. Sebab, konsep menyewa kantor, kata Nararya, sebagai pengusaha adalah uang yang tidak menghasilkan. “Kalau di Kemayoran ini, daripada mereka menyewa kantor, lebih baik, membayar cicilan yang mana dalam tempo dua atau tiga tahun telah lunas dan menjadi aset,” ujarnya. Dalam tempo beberapa tahun saja nilai  jualnya sudah meningkat karena ada potensi dari kenaikan nilai investasinya. [] Yuniman Taqwa/Siti Ruslina