Dari Bengkel Las Lahir Kreasindoco
Dengan keyakinan dan kerja keras Widodo mampu mengubah hidupnya. Dari berjualan bakso, lalu bekerja paruh waktu dari bengkel las listrik yang satu ke bengkel yang lain hingga akhirnya membangun usaha sendiri mencari pelanggan dari pintu ke pintu, bahkan kini usahanya sudah go digital.
Bermodal ijazah Sekolah Dasar (SD), tahun 2000 Widodo pergi merantau dari Lampung ke Jakarta dengan niat ingin mencari pekerjaan. Awalnya ikut kerabat berjualan bakso di bilangan Depok, Jawa Barat. Kurang lebih setengah tahun usaha bakso tidak berkembang, akhirnya tutup. Karena tak ada pekerjaan, tak sengaja ia main ke bengkel las dekat tempat tinggalnya. Dari situ ia mendapat tawaran pekerjaan. “Waktu itu saya digaji Rp 100 ribu per bulan dan dapat makan juga,”ungkap Widodo mengenang saat pertama bekerja di bengkel las.
Sekitar 8 tahun ia bekerja di bengkel las. Lama kelamaan setelah semakin mahir mengelas, ia pun mencoba memberanikan diri dengan membuka usaha bengkel las sendiri. Di awal membuka usaha bengkel las ia harus kerja keras mencari pelanggan dari pintu ke pintu di wilayah Depok dan sekitarnya. “Saya waktu itu belum punya kios. Kalau ada order, langsung dikerjakan di rumah pelanggan atau menumpang di bengkel teman,”kenang pria keturunan Jawa dan besar di Lampung ini.
Diakuinya, setelah kurang lebih 8 bulan mencari order dari pintu ke pintu sampai menumpang di bengkel milik teman, akhirnya ia mampu menyewa kios seharga Rp 300 ribu per bulan. Dari uang pribadi ia membeli peralatan las seperti travo, grinder, dan bor.”Saya beli peralatan bekas yang modalnya juga tak sampai Rp 3 juta dan modal satu motor bekas senilai Rp4,75 juta,”ujar Widodo.
Di awal usaha tahun 2009 Widodo memberi nama bengkelnya, CV Kreasindo Teknik Utama. “Karena kepanjangan, nama ini kemudian diganti menjadi CV Cipta Kreasindo (2012), lalu diganti lagi tahun 2014 menjadi Kreasindoco. Ada badan usaha bentuk CV tapi transaksi masih perorangan. Belum ada manajemen mbak, semua masih ditangani sendiri,”tuturnya yang memposisikan Kreasindoco sebagai badan usaha yang bergerak di bidang kontraktor, perdagangan umum, supplier dan bengkel las listrik.
Seiring dengan waktu, dipandu seorang teman ia mulai berjualan secara virtual, masuk ke dunia digital marketing dengan membuat tampilan blog yang dikemas komunikatif. “Saya dipandu teman belajar internet. Maklum gak sekolah tinggi, agak gaptek. Sekarang sudah ada yang isi konten,”aku pria yang mulai melek internet pada 2010 dan 2011 mulai berdatangan order lewat blognya.
Diakuinya hingga sekarang 95% pelanggannya order lewat blog ‘Kreasindoco”. “Sebelumnya dari 2009 hingga 2012 masih mengandalkan pemasaran keliling dari rumah ke rumah dengan kisaran 2 sampai 3 order sebulan. Pertengahan 2012 baru satu dua order masuk lewat internet dan sekarang mayoritas order melalui internet. Kami kerjakan yang umum-umum saja dari pemasangan teralis, kanopi, pagar, railing tangga, railing balkon dan lain-lain,”kata Widodo seraya menambahkan, tak jarang pelanggannya mempromosikan ke teman-temannya.
Berdasarkan pengalamannya selama ini, tak hanya jasa las saja yang dibutuhkan konsumen, melainkan satu paket produk seperti membeli pagar sekaligus pemasangannya. “Rata-rata memesan terima rapih,”ujar Widodo yang menjual kisaran harga Rp 170 ribu sampai jutaan rupiah.
Adapun jenis pelanggan Kreasindoco selain konsumen individu, ada juga segmen korporat berskala kecil yang tak melalui tender. Kendati belum dalam skala besar, saat ini usaha Widodo bisa mencapai 15 hingga 20 order per bulan dengan nilai rata-rata omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. Bahkan saat ini Widodo telah memiliki 5 karyawan paruh waktu. “Setelah tahun 2014 hingga sekarang di tengah pandemic order kami kurang lebih sekitar 15 – 20 proyek per bulan, bahkan sebelum pandemic pernah mencapai 30 order bulan,”jelas pria 35 tahun ini.
Bahkan di tengah pandemic usahanya kian maju. Kecuali di awal-awal isyu virus corona muncul di tanah air di kisaran bulan Maret-April 2020, saat itu usahanya ikut terimbas. “Tapi masih aman-aman saja karena hanya berlangsung di awal corona masuk di tanah air. Setidaknya dari Maret sampai Mei setelah hari raya Idul Fitri, di kisaran Juli 2020 penjualan naik lagi,”aku ayah dari Alika dan Afida ini.
Sepanjang 2009 sejak ia berkecimpung di usaha bengkel las, hingga saat ini menurutnya industri material trennya terus berkembang. Di sekitar tahun 2013 tren kanopi mengganti kayu dengan baja ringan yang membuatnya sempat kewalahan banjir order sampai outsource ke pihak lain. Dan di era tahun 2014 muncul tren kitchen set alumunium. “Di awal tren kitchen set alumunium mulai naik, saat itu kita bisa membentuk harga. Sayangnya setelah banyak orang tahu dan terjun ke usaha yang sama, akhirnya harga jadi bersaing,”terang Widodo.
Dalam perkembangannya usaha Widodo tak hanya menawarkan jasa las saja, ia juga berkolaburasi (subcontract) dengan banyak supplier material bangunan menjadi kontraktor untuk perlengkapan eksterior dan interior rumah.
Widodo mengungkapkan seiring dengan tren gaya minimalis di bisnis properti yang berkembang sejak awal 2000-an, tren pun mulai bergeser ke pemakaian bahan-bahan inovatif yang simple, efisien, mudah dipasang/dipakai (instant), lebih akurat, dan tidak memakan waktu, maka industri material pun semakin meningkat.
Di kategori pagar dan railing tangga atau railing balkon misalnya. Bila dulu di kisaran tahun 2009 – 2013 ng-trend menggunakan pagar besi tempa yang berkualitas dan model-model yang klasik mendominasi pasar hingga pada rumah-rumah minimalis. Namun di kisaran 2013 muncul tren minimalis menggunakan besi holo galpanish (anti karat-red), kaca, acrylic yang dikombinasikan dengan stainless atau besi holo sebagai ornamen pengganti pagar besi atau kayu. Namun pembelinya hanya orang-orang tertentu saja di kelas menengah atas karena kesannya lebih murah.
Bicara perbandingan harga, pagar atau railing tangga dengan material besi biasa lebih murah dari material stainless kombinasi kaca atau acrylic. Jika bahan material besi biasa (besi holo) sekitar Rp 600 – 850 ribu/meter persegi sedangkan stainless kombinasi kaca atau acrylic harganya berkisar Rp 1,8 – Rp 2,5 juta. ”Pakai besi holo juga bisa tahan puluhan tahun. Beda lagi kalau bicara besi tempa, itu ada kelasnya sendiri. Yang semi besi tempat harga per meter Rp 750 ribu sampai 1,1 juta. Kalau murni besi tempa bisa mencapai lebih dari Rp2,5 juta per meter persegi,”ujarnya sambil menambahkan saat ini komposisi penjualan terbesar masih pada besi minimalis (holo galpanish) yang mendominasi pasar saat ini hingga 75%, selebihnya 15% besi tempa dan sisanya stainless kaca/acrylic.
Kini berkat keuletan dan keinginan untuk selalu belajar mengikuti tren pasar yang terus berkembang hingga mengenal digital marketing lewat konten-konten dalam blognya yang komunikatif dan cukup menarik perhatian para netizen membuat nama Kreasindo semakin diminati konsumen.(Siti Ruslina)