Properti Residensial diprediksi Tumbuh Terbatas

Sejak triwulan IV 2020 lalu, properti residensial menunjukkan pertumbuhan mesti terbatas. Diperkirakan masih tumbuh terbatas sampai triwulan I mendatang. Inilah sinyal positif bagi pengembang perumahan untuk bangkit di tahun Kerbau ini!

Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial tumbuh terbatas pada triwulan IV-2020. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan IV-2020 sebesar 1,43% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,51% (yoy).

IHPR diperkirakan masih tumbuh terbatas pada triwulan I-2021 sebesar 1,17% (yoy). Pertumbuhan volume penjualan properti residensial pada triwulan IV-2020 tercatat membaik, meskipun masih terkontraksi.

Tercermin pada kontraksi penjualan properti residensial sebesar -20,59% (yoy) pada triwulan IV-2020, lebih baik dari kontraksi 30,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penurunan penjualan properti residensial terjadi pada seluruh tipe rumah.

Rumah di Grand Mekarsari Residance/foto dari sumber realestate.di

Menurut sumber pembiayaan, hasil survei menunjukkan pengembang masih mengandalkan pembiayaan dari nonperbankan untuk pembangunan properti residensial. Hal tersebut tercermin pada porsi dana internal pengembang untuk pembiayaan pembangunan properti yang mencapai 65,46% dari total kebutuhan modal pada triwulan IV 2020. Dari sisi konsumen, pembiayaan kredit masih mengandalkan sumber dari perbankan.

Sementara kebutuhan pembiayaan korporasi terindikasi meningkat pada tiga bulan mendatang, terutama untuk mendukung aktivitas operasional. Hal ini terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi tiga bulan mendatang sebesar 27,1%.

Salah satu pembiayaan korporasi yang meningkat adalah sektor  real estat. Kebutuhan pembiayaan korporasi tersebut sebagian direncanakan menggunakan Dana Sendiri (Laba Ditahan) serta sebagian lainnya dari kredit bank.

Penambahan pembiayaan rumah tangga pada 3 dan 6 bulan ke depan diindikasi masih terbatas. Bank umum masih menjadi preferensi utama rumah tangga dalam rencana pengajuan pembiayaan ke depan, terutama dalam bentuk Kredit Multi Guna, Kredit Pemilikan Rumah, dan Kredit Kendaraan Bermotor.

Fenomena tersebut menunjukkan ekonomi mulai bangkit. Pelbagai kalangan menilai ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa mencapai 4-5 persen. Kondisi ini yang mendorong para pengembang mulai melakukan pengembangan bisnis propertinya. Diyakini daya beli akan meningkat.

Dalam jangka pendek, di saat konsumen masih berhati-hati dengan anggaran mereka, pasokan dari segmen menengah bawah hingga menengah diperkirakan masih mendominasi pasar perumahan, dengan harga berkisar antara Rp800 juta hingga Rp1,5 miliar.

Agen East2West Property sekaligus anggota Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Jessica Leonard, yang dikutip dari kontan.co.id, pada 13/12 lalu  mengungkapkan, jika dilihat secara tahunan (YoY) dari tahun 2019 ke tahun 2020 ada penurunan baik dari harga, permintaan maupun suplai. Namun, di kuartal IV 2020 lebih baik daripada kuartal sebelum-sebelumnya.

“Terlihat dari beberapa developer yang walaupun tidak banyak, masih launching dan tercatat transaksi yang cukup bagus dimasa pandemi ini. Seperti Summarecon, Sinarmas, Jababeka dan lain-lain,” ujar Jessica, masih dari sumber kontan.co.id, pada 11/12 lalu.

Menurut Jessica, situasi akan kembali stabil pada 2021 mendatang. Rumah tetap kebutuhan primer. “Mungkin ada yang rontok, tapi yang tumbuh juga banyak,” katanya seraya menambahkan tantangan dan strategi pada sektor properti di 2021 adalah berkreasi dengan produk inovatif dan meringankan cara bayar di masa pandemi ini, baik bagi end-user ataupun investor.

Boleh jadi sektor perumahan terbukti cukup tangguh dalam menghadapi pandemi. Walau sempat tertekan di masa awal pandemi, aktivitas pasar telah menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak periode “new normal”, membawa pertumbuhan pasokan tahun 2020 ke 2,97% dengan jumlah total pasokan bersih tahun ini sebesar 11.371 unit.

Semester II, sektor perumahan mulai bangkit/foto:Dok.-Vista-Land-Group/sumber realestat.di

Melihat prospek ekonomi yang positif di tahun 2021, aktivitas pasar diproyeksikan akan bergerak membaik. Sebelum vaksin terdistribusi, rata-rata harga tanah diperkirakan akan tetap stabil atau tumbuh secara konservatif, sebagaimana dikutip dari realestat.id, pada 30/12 lalu.

Kondisi ini dapat dimanfaatkan end-user, sebagai porsi konsumen rumah yang paling dominan, untuk membeli rumah pertama mereka. Selain itu, rendahnya suku bunga acuan Bank Indonesia (yang akan mempengaruhi suku bunga KPR) diharapkan dapat menarik lebih banyak orang untuk membeli rumah melalui pembayaran KPR.

Sementara Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 memutuskan menurunkan Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, Bank Indonesia juga menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi.

Di sektor properti, khususnya residensial  disinyalir salah satu sektor yang tetap tumbuh di tahun ini.  Real Estate Indonesia (REI) menyebutkan, pembiayaan rumah bersubsidi yang mampu bertahan, ditopang masih tingginya minat konsumen terutama di daerah, dan realisasi anggaran stimulus Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) senilai Rp1,5 triliun. Sehingga, segmen rumah subsidi mampu bertahan di tengah pandemi.

Belum lagi kebijakan BI  menurunkan suku bunga acuan  25 bps menjadi 3,5 % menjadi pemicu turunnya suku bunga KPR. Kondisi demikian, menjadikan iklim kondusif bagi para pengembang optimis tahun ini sektor property akan bangkit kembali.

Penurunan suku bunga KPR perbankan masih cukup terbuka pada tahun ini. Hal ini seiring dengan masih besarnya kapasitas perbankan sekaligus kecenderungan perbankan untuk mendorong kinerja debitur pada pemulihan ekonomi. KPR tercatat 8,36 persen atau turun 73,1 bps, non-KPR tercatat 8,69 persen atau turun 56,3 bps, dan mikro tercatat 7,33 persen atau turun 49 bps, sebagaimana dikutip dari bisnis.com, pada 2/2.

Direktur Konsumer BTN Hirwandi Gafar menjelaskan,sebagaimana dikutip dari kontan.co.id, pada 18/2,  target KPR Bank BTN terus menanjak seiring dengan komitmen pemerintah dalam mewujudkan perumahan layak bagi rakyat, baik dari sisi pembiayaan maupun penyediaan properti. Komitmen tersebut, menurutnya sangat penting sebagai pegangan bagi perbankan maupun developer untuk aktif membangun dan membiayai proyek properti.

BTN di usia ke 71 tahun kian memposisikan sebagai bank yang fokus di KPR. Bank ini akan tetap kuat di tengah persaingan  karena menjadi bank yang memiliki beragam produk KPR yang inovatif disesuaikan dengan segmen nasabahnya. Menurut Hirwandi, program ini merupakan bentuk perhatian kepada mitra BTN, khususnya para developer. Program ini berlaku bagi semua mitra developer yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Suku bunga terbaru mulai dari 4,71% fixed dua tahun. Selanjutnya, di tahun ketiga hingga tahun kelima BTN memberlakukan kebijakan suku bunga berjenjang dengan kenaikan 1% per tahun. Sehingga, tidak memberatkan konsumen dalam membayar angsuran dan juga hal ini merupakan upaya untuk semakin menggairahkan pasar,” kata Hirwadi dalam keterangan resminya, pada 18/2.

Program suku bunga mulai dari 4,71% berlaku untuk semua plafon kredit bagi konsumen fix income dan mulai berlaku sejak 9 Februari dan akad kredit hingga 31 Maret 2021.[]Yuniman Taqwa/foto ilustrasi utama: Pixabay.com