Pelaku Bisnis

Alexindo: Pemimpin Pasar Aluminium Extrusion

Bila tidak ada pandemi seharusnya pertumbuhan Alexindo bisa lebih besar lagi.  Kendati demikian pertumbuhan pada tahun 2020 telah melampaui  target  perusahaan sebesar 15% per tahun. Bagaimana cara  Alexindo menguasai pasar?

Nama Alexindo begitu familiar bagi masyarakat sekitar Kranji, Pondok Ungu Bekasi hingga Cakung Jakarta Timur. Bahkan namanya seringkali menjadi patokan bagi siapa saja yang melintasi wilayah tersebut. Yap! Alexindo merupakan nama perusahaan aluminium dalam negeri yang berdiri tahun 1972 di kawasan Jalan Raya Bekasi. Hampir 50 tahun usianya, pantas saja begitu akrab di telinga masyarakat yang melintasi daerah ini. Alexindo adalah brand  produk material bangunan yang menggunakan bahan baku dari aluminium.

Di era modernisasi seperti sekarang pemakaian produk bahan bangunan kini semakin simpel efisien mudah dipasang dan tidak memakan waktu lama bahkan lebih berkualitas dan semakin inovatif. Di kategori kusen misalnya,  kini bermunculan beragam kusen yang terbuat dari aluminium, menggantikan fungsi kayu sebagai kusen pintu dan jendela serta produk-produk penunjang konstruksi bangunan rumah yang beberapa dekade terakhir ini yang semakin menjadi pilihan konsumen. Apalagi aluminium sebagai bahan bangunan memberikan sejumlah keuntungan baik dari segi fungsional maupun estetikanya hingga menghasilkan performa lebih baik.

Belakangan ini isu green ekonomi semakin mencuat di tengah tuntutan global. Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan acap merusak lingkungan, karena munculnya illegal logging, sehingga ekosistem bumi terganggu. Fenomena ini mendorong penggunaan aluminium sebagai produk subsitusi dari bahan bangunan yang berbasis kayu.

Bila berbicara aluminium untuk kepentingan bahan konstruksi bangunan maupun industri,  tak bisa dipisahkan dengan Alexindo. Maklum produsen Aluminium Extrusion  yang lahir 4 Februari 1972 ini,  boleh disebut sebagai pelopor industri  aluminium extrusion di Indonesia dan  boleh  jadi sebagai pemimpin pasar aluminium extrusion di Indonesia.

Miranda Hapsari, Deputy General Manager PT Alexindo

Menurut Miranda Hapsari, Deputy General Manager Alexindo, produsen besar aluminium extrusion di Indonesia hanya ada beberapa pemain. Justru pemain-pemain kecil  yang  lebih banyak. Namun demikian, total pemain besarnya di lini bisnis ini  diperkirakan kurang lebih ada 5 pemain.

Miranda menambahkan di era tahun 70-an aluminium sebagai bahan bangunan masih pada tahap pengenalan pasar. Pada saat itu di Indonesia ada empat pabrik aluminium extrusion, di mana dua perusahaan lokal dan  dua perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

“Aluminium sebagai  bahan bangunan inovatif bersifat green, dapat didaur ulang, ringan mudah dibentuk berbagai aplikasi desain, anti rayap, tahan terhadap korosi, tahan terhadap perubahan cuaca dan tidak mudah terbakar. Aluminium juga memiliki kekuatan dan daya tahan yang tinggi serta umur pakainya panjang,” kata Indonesia Top Women Professional 2020 ini  kepada pelakubisnis.com di kantornya.

Ia menambahkan, aluminium sebagai pendukung industri properti hadir karena adanya permintaan bahan bangunan seperti kusen pintu dan jendela yang memiliki kelebihan yaitu ringan sehingga tidak membebani struktur bangunan, selain tahan lama dan anti rayap. Karena permintaan tersebut, lahirlah produk aluminium profile sebagai alternatif pengganti kayu pada bangunan. “Tren industri aluminium sebagai industri pendukung properti  hadir sekitar tahun 1980-an dan system unitized sekitar tahun 1990-an,” jelasnya.

Lebih lanjut Miranda mengklaim, produk Alexindo berkualitas tinggi. Pasalnya,  Alexindo menggunakan raw material  aluminium ingot (aluminium Murni 99,7%)  dan billet aluminium yang berkualitas  tinggi yang diperoleh dari  supplier dan smelter aluminium terbaik di seluruh dunia. “Alexindo mengambil dari  Emirates Global Alumunium (EGA),  Australia dan Inalum Indonesia (PT Indonesia Asahan Aluminium-red). Otomatis raw material yang digunakan Alexindo sangat berkualitas,” tambahnya.

Tapi belakangan ini, untuk memperoleh ingot di pasar dunia agak sulit, termasuk pasokan dari Inalum. Menurut Miranda, biasanya Inalum bisa memasok sekitar 25% untuk kebutuhan Alexindo, tapi belakangan ini BUMN yang bergerak di bidang peleburan aluminium ini sedang kesulitan memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Kami  inginnya sebanyak mungkin menggunakan ingot dari dalam negeri,” tandas Cum Laude Awarded from Master of Management Universitas Indonesia ini. Jadi, komposisi raw material cukup fluktuatif, komposisi bahan baku dalam negeri bisa mencapai 25%, tapi bisa kurang dari itu juga. Diakui Miranda, saat ini Alexindo lebih menggunakan ingot impor, karena belakangan ini sulit mendapat ingot dari dalam negeri.

Tidak hanya itu, Alexindo juga dilengkapi dengan fasilitas produksi menggunakan mesin ekstrusi 3500 MT. Ini merupakan mesin ekstrusi  paling besar di Asia Tenggara  dan die shop yang lengkap serta fasilitas finishing  yang komplit. “Alexindo punya fasilitas anodizing, powder coating  dan fluorocarbon painting, “ tambahnya seraya menambahkan, Alexindo mempunyai  dua pabrik, yaitu di Bekasi dan di kawasan industri Mandala Pratama Permai, Dawuan, Cikampek Jawa Barat.

Miranda :“Utilisasi produksi Alexindo bisa mencapai 80 sampai 90% dari total kapasitas terpasang,”

Yang jelas Alexindo Group bisa menyuplai  sekitar 4000 ton aluminium per bulan dengan kapasitas produksi lebih besar dari itu. “Utilisasi produksi Alexindo bisa mencapai 80 sampai 90% dari total kapasitas terpasang,” jelas Miranda. Dari dua pabrik di Bekasi dan Cikarang, kapasitas produksi Alexindo  mencapai 27.000 metrik ton per tahun.

Meskipun belakangan ini produk finished goods aluminium asal China  semakin banyak beredar di Indonesia, namun menurut Miranda, produk-produk China yang masuk ke Indonesia berupa  aluminium finished goods atau produk jadi, seperti  pintu jendela dan sebagainya.  Hal ini menjadi kelemahan tersendiri  dalam melakukan penetrasi pasar. Produk-produk China tidak bisa menyesuaikan kebutuhan project. Sementara produk aluminium Alexindo dapat diproduksi dengan desain yang sesuai selera konsumen.

Alexindo saat ini hanya memproduksi aluminium dalam bentuk profil batangan. Sedangkan untuk membuat finished  product sesuai selera konsumen dilakukan oleh pihak dan aplikator/sub kontraktor atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memberi jasa layanan pembuatan kusen pintu dan jendela serta  industri pendukung lainnya

Meski tahun lalu dunia dilanda pandemic Covid-19, di mana berdampak terhadap kontraksi ekonomi global, termasuk Indonesia. Namun tidak demikian yang dialami Alexindo. Menurut Miranda justru di tengah pandemi, penjualan Alexindo meningkat dibandingkan tahun 2019 dan telah melampui  target pertumbuhan Alexindo tiap tahun sebesar 15%.

Diakui alumnus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UI ini, pandemi yang mulai berlangsung pada Maret tahun lalu   memang  berdampak bagi Alexindo. Bila tidak ada pandemi seharusnya pertumbuhan perusahaan berprestasi dengan sejumlah penghargaan ini bisa lebih besar lagi karena sudah ada produk baru untuk segmen semi finished goods dan finished goods.  Miranda berharap tahun 2021 ini bisa lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Selangkah prestasi sudah diperoleh Alexindo di semester satu tahun ini ditandai dengan keberhasilan perusahaan aluminium ini menyabet penghargaan “The Most Favorite of Aluminium  Frame in High Class Housing Project” di ajang UrbanCity Awards 2021 pada April lalu.

Ia melanjutkan, Alexindo menggarap pasar dengan segmen stockist/ritel, project dan industri. Dari sekitar tiga segmen yang disasar tersebut,  sekitar 50% terserap ke segmen ritel, 30% project dan 20% industri. Hampir sebagian besar bangunan high rise bulding di Indonesia dan proyek-proyek pemerintah menggunakan aluminium Alexindo.

“Harga aluminium Alexindo juga kompetitif sehingga banyak diserap pasar dan menjadi salah satu pemimpin pasar di industri aluminium extrusion,” kata Miranda seraya menambahkan bila tidak ada aral melintang tahun ini Alexindo akan meluncurkan produk-produk alumunium jadi, atau finished goods khususnya untuk kebutuhan properti.

“Bila selama ini Alexindo hanya memproduksi aluminium batangan,  rencananya tahun ini Alexindo akan memproduksi produk-produk aluminium finished goods. Kami sedang siapkan showroom untuk produk-produk aluminium finished goods  Alexindo,” ujarnya serius.

Meski Alexindo akan memproduksi finished goods  aluminium, kata Miranda, tapi tidak akan mematikan UMKM yang bergerak di bidang pembuatan kusen pintu dan jendela serta produk lainnnya. Pasalnya produk-produk finished goods Alexindo mempunyai pasar yang berbeda dengan produk aluminium profil batangan  dan pyek-proyek besar.

Milestone perjalanan Alexindo Group/Foto: alexindo.com

Sebelum Alexindo akan masuk ke finished goods, kata Miranda, Alexindo  sudah lebih dulu masuk ke produk semi finished goods menggunakan bendara Alestar, sedangkan finished  goods sudah ada sebelumnya menggunakan bendera PT Starmas Inti Aluminium Industry yang berdiri sejak tahun 2001. Kemudian juga  terdapat PT Alcomexindo yang juga memproduksi aluminium extrusion pada tahun 2007 yang berlokasi di Cibitung yang juga memproduksi  profil batangan yang diposisikan untuk segmen konsumen level lebih ke bawah dari pasar brand Alexindo.

Namun demikian kata Miranda, masuknya Alexindo ke finished goods tidak akan terjadi kanibalisme karena masing-masing unit usaha mempunyai pasar yang berbeda. Semuanya saling melengkapi. Boleh jadi juga  cara demikian, merupakan strategi Alexindo mengepung pasar.

“Memang pasar  Alexindo berada di segmen atas. Mungkin untuk menengah atau di bawahnya bisa memakai brand yang lain. Jadi, kita bisa menjangkau pasar yang lebih luas,” katanya. Banyak strategi yang dilakukan. Tapi yang jelas, belum tentu harga yang lebih murah dapat menguasai pasar. Ada beberapa pemain besar di pasar aluminium.  Namun di segmen lapisan bawah pemainnya lebih banyak, tapi marketnya tidak sebesar Alexindo.

Sementara beberapa tahun yang lalu, PT Alakasa Industrindo Tbk (ALKA) menggandeng salah satu perusahaan extrusion terbesar di Indonesia, yaitu PT Aluminium Extrusion Indonesia (Alexindo) guna meningkatkan bisnis produksi fabrikasi aluminium yang dimilikinya. Presiden Direktur Alaska Industrindo, Peng Tjoan, menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, pihaknya dan Alexindo telah resmi mendirikan perusahaan baru bernama PT Alakasa Alexindo Mitra Sejati (AAMS) pada 11/2/2019), sebagaimana dikutip dari wartaekonomi.co.id.

Sebelumnya Alexindo membeli mesin-mesin dari Alakasa yang pabriknya tutup. Kemudian kedua perusahaan tersebut membentuk perusahan joint venture ini, kata Miranda, bertujuan untuk mengkomplitkan fasilitas yang sudah ada di Alexindo.

Sejauh ini, selain menguasai pasar dalam negeri, Alexindo juga masuk ke pasar  ekspor, seperti Australia, Hongkong, Jepang, Amerika, Asia Tenggara, Timur Tengah, Eropa Tengah dan banyak lagi negara lainnya.

Di samping itu, Alexindo tidak hanya berorientasi pada bangunan dan konstruksi, tetapi juga berorientasi pada transportasi, industri dan industri elektronik. Untuk memenuhi perkembangan pesat dalam industri ekstrusi aluminium, Alexindo tidak pernah berhenti mengembangkan produk.  Saat ini, Alexindo memiliki ribuan profil sebagai produk aluminium untuk berbagai kebutuhan. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa/Ilustrasi: instagram Alexindo

Exit mobile version