Tahun Depan Harga Properti Bergerak Naik

Rencana pemerintah akan mengenakan kembali kebijakan PPN terhadap sektor properti menjadi variabel konsumen mengambil langkah wait and see pada tahun 2022. Tak patah arang, pelaku bisnis properti terus berusaha mencari added value bagi proyek-proyeknya, salah satunya merealiasikan fasilitas transit-oriented living (TOL) atau transit-oriented development (TOD) yang menjadi nilai jual tersendiri.

Ketika bisnis properti mulai bergerak  tumbuh pada tahun 2019 lalu, tapi tiba-tiba awal Maret  2020 muncul pandemi. Fenomena ini terjadi seperti anomali. Meskipun saat pandemic Covid-19  ada sedikit kenaikan di bisnis properti di segmen menengah atas, namun, di segmen pasar menengah bawah justru sedikit tertekan.

Padahal pemerintah pada tahun  2020 mengeluarkan stimulus yang paling besar dalam sejarah Indonesia. Kebijakan itu mendongkrak pasar properti yang dua tahun belakangan ini sempat jatuh. ”Daya beli tertekan, tapi itu terjadi di segmen menengah bawah. Sedangkan pasar di kelas  menengah atas malah tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara pasar menengah bawah tidak terjadi  peningkatan penjualan,”kata Ketua Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, Minggu ketiga November lalu.

Stimulus yang diberikan di tahun 2021 berupa penghapusan pajak pendapatan negara  (PPN) 10% untuk sektor properti segmen menengah ke atas di atas Rp5 miliar. Tapi kebijakan itu hanya berlaku sampai  Desember 2021.

Menurut  Ali para investor melihat dalam dua tahun (2020-2021) ini sebetulnya potret bisnis properti sedang berada di bawah. Ada banyak koreksi harga  dalam dua tahun terakhir  ini,  tidak ada kenaikan. “Nah, kalau investor yang cerdas dia akan masuk dan beli. Karena di tahun 2022 harga akan naik lebih tinggi lagi.  Saya tidak bilang tahun 2022 lebih buruk, tapi artinya banyak hal-hal atau isyu-isyu yang harus dicermati. Biasanya investor akan sangat terganggu kalau ada kebijakan soal tax. Meskipun pengaruhnya jangka panjang tapi untuk jangka pendek mereka masih menahan diri kalau ada kenaikan tax,” tambah Ali.

Namun demikian, rencananya pemerintah  1 April 2022 akan  menaikkan PPN  menjadi 11%. Hal ini akan mengganggu pasar menengah atas khususnya yang secara psikologis dan  kemungkinan mereka akan sedikit menahan  diri.  Meskipun dampaknya tidak dalam jangka panjang.

Sementara, menurut Ali,  daya beli masyarakat  menengah   belum sepenuhnya naik. “Takutnya kelas menengah atas  menekan belanja propertinya. Kemudian di kelas menengah bawah daya belinya tidak naik pula. Kondisi ini menjadi tantangan bagi industri properti,” katanya.

Di segmen menengah atas ketika terjadi kenaikan PPN secara psikologis  saat itu konsumen mungkin akan tertahan penjualan. Tapi dengan asumsi  ekonomi akan bagus di tahun 2022, maka harusnya tren pembelian rumah akan turut terdongkrak. Kalau skenarionya seperti itu, tambah Ali,  kemungkinan penjualan properti tidak turun. Bisa jadi tumbuh tipis, tidak  terlalu signifikan.

Sedangkan di kategori apartemen, lanjut Ali, kurang yakin bisa berkembang.  “Dan ini anomali. Orang yang banyak  uang  di Indonesia masih banyak di tahun 2021. Harga  apartemen di kisaran Rp 1,5 miliar ke atas  memang sold out..  Tapi kebanyakan yang jual justru  di kategori  landed house (perumahan).

“Kalau apartemen saya tidak yakin akan sold out. Karena apartemen penjualannya merosot terus. Kalau pun ada apartemen yang sold out itu lebih banyak yang ready stock.  Kalau sampai penjualannya meningkat saya tidak yakin. Karena dari survey kami, primadona tetap pada jenis landed.  Apartemen peminatnya tidak setinggi penjualan rumah,” tambahnya,

Di Serpong, Tangerang ada  perumahan yang terkoneksi dengan Stasiun Cisauk. “Mereka  menggunakan konsep transit-oriented living (TOL) atau transit-oriented development (TOD)  yang terhubung ke Stasiun Cisauk dan Stasiun Serpong.  Itu swasta punya. Sementara PT Kereta Api Indonesia belum memberikan ijin bangun jembatan yang menghubungkan dengan stasiunnya. Orang bicara TOD-TOD tapi belum terhubung,” lanjutnya.

Menurut Ali, adanya konsep TOL atau TOD menjadi satu bentuk keunggulan jangka panjang. Untuk jangka panjang, konsep-konsep apartemen TOD akan menjadi primadona. Namun  yang ada sekarang sebetulnya belum betul-betul TOD.

Lebih lanjut ditambahkan, Cisauk Point dapat kerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia dan betul-betul terhubung nantinya. Tapi hingga saat ini masih dalam tahap pembangunan belum selesai. Konsep ini akan sangat bagus karena akan terkoneksi dengan bus dan sebagainya. Namun memang untuk kondisi saat ini penjualan apartemen belum  sebagus rumah. Untuk jangka panjang, apartemen yang langsung terhubung dengan TOD akan menjadi nilai tambah.

Ali menambahkan, sayangnya saat ini apartemen-apartemen yang dibangun dengan konsep TOD ini dijual dengan harga  lumayan tinggi, di atas Rp 300 jutaan bahkan sampai Rp500 jutaan. “Kalau seperti ini  yang beli bukan end user, melainkan investor lagi yang punya duit banyak (idle money-red). Sebagian besar yang membeli adalah investor untuk saving, sedangkan end user di kelas menengah bawah sepertinya masih belum bisa beli. Memang ada yang membeli tapi terbatas. Yang membeli di atas Rp350 jutaan akan berkurang,” tambahnya.

Bila sasarannya adalah investor, kata Ali, apakah masih recommended bagi investor yang punya idle  money.  Investor saat ini yang punya idle money masih  waiting and see, masih melihat-lihat. Tapi mereka masih memilih rumah dibanding apartemen.

“Boleh jadi para investor membeli apartemen untuk anak-anaknya di generasi milenial dan generasi Z.  Apartemen Kelompok  Ciputra, salah satunya yang berlokasi di Jakarta Barat yang membidik segmen milenial juga sudah sold out yang sudah dipasarkan sebelum pandemi. Apa penjualannya meningkat? Saya belum yakin,” ujarnya Ali.

Tren investasi properti, diakui Ali, mau tak mau harus lari ke kawasan penyangga Jakarta,  karena sekarang lahan Jakarta terbatas. Artinya pertumbuhan bisnis properti saat ini sudah bergerak ke barat, timur dan selatan. Di wilayah pinggiran barat Jakarta sudah mulai berkembang ke wilayah Balaraja ada Citra Maja,  Serpong dan  lain-lain. Demikian juga di daerah penyangga bagian timur Jakarta, tidak hanya bicara Bekasi, disitu ada Cikarang, Karawang, bahkan sampai Subang dan Purwakarta. Di daerah Bogor selain Sentul ada juga Summarecon Group yang lumayan sukses.  Jadi sudah melebar ke pinggiran Jakarta semua.

Di Bogor ada Summarecon Group yang penjualannya habis terus. Kemudian  ada Sentul City yang infrastrukturnya cukup memadai dan Summarecon Group  juga sukses penjualan di Bogor. Summarecon Group juga sukses mengelola proyek propertinya di wilayah Bekasi bersama investor dari Jepang.  Wilayah Bekasi ini nantinya terkoneksi dengan LRT. 

Demikian halnya dengan daerah Serpong, Tangerang.  Seperti Serpong Garden yang melengkapi fasilitas huniannya dengan konsep TOD. Memang sudah ada jalan tembus langsung ke Stasiun Cisauk itu cukup dekat. Kalau konsep TOD  mestinya sasarannya adalah menengah bawah bukan menengah atas. Kalau menengah atas  biasanya lebih mencari  sisi mewah dan privacy.  Kalau apartemen-apartemen mewah biasanya tidak perlu koneksi ke TOD karena mereka tidak suka yang kondisi crowded.

Ali menambahkan, sebetulnya harga jual apartemen yang diperuntukkan bagi segmen menengah bawah mestinya harga harus terjangkau. Seperti Apartemen/Perumnas Mahaka di wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, itu harga jualnya mencapai Rp 500-600 juta/unit dengan ukuran sekitar 27 meter persegi.  Tapi buat masyarakat menengah ke bawah harga itu lumayan tinggi.

Sementara di segmen milenial,  data  penjualan rumah dan apartemen banyak diminati konsumen  usia 27 – 45 tahun. Artinya masih didominasi Gen X dan Gen Z. Jangan remehkan generasi milenial (Gen Y). “Mereka punya uang miliaran cuma yang saya lihat mereka tetap akan memilih rumah dibandingkan apartemen. Kecuali belum cukup beli rumah, maka mereka akan beli apartemen,” jelasnya.

Namun  harga rumah semakin hari semakin naik tinggi, terlalu jauh dari pusat kota. Milenial mau tak mau  nantinya akan  membeli apartemen. Mau tidak mau, siap tidak siap mereka akan memilih apartemen karena pertimbangan tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dalam hal ini konsep TOD tadi bisa menjadi magnet bagi segmen milenial.

Saat ini pembangunan apartemen, menurut Ali,  sudah banyak dibangun di daerah-daerah penyangga ibukota seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Banten. Posisi agak pinggir tak masalah asalkan ada  fasilitas TOD.   Jadi harga terjangkau di daerah penyangga ibukota dan ada akses TOD menjadi keunggulan. 

Menurut Ali, tips  membeli properti yang  utama yang perlu dilihat, pertama adalah brand pengembang.. Karena pengembang ini menjadi salah satu faktor kunci. Artinya si pengembang yang terpercaya. Jadi jangan takut gak dibangun. Kedua, si konsumen akan melihat komitmen pengembang. Misalnya, kenapa kok Summarecon Group sukses? Kenapa PIK sukses? Karena mereka mampu meningkatkan kepercayaan konsumen.

“Orang masih akan melihat dulu, bangunannya seperti apa, lokasinya bagaimana, apa saja infrastruktur yang dibangun, bagus atau tidak. Dengan demikian konsumen akan percaya dan lebih menjanjikan,” kata Ali mengunci percakapan.[]Siti Ruslina/Yuniman Taqwa/foto ilustrasi: download dari prospeku.com