Inisiatif Indonesia Dorong Transisi Energi Global

Perang antara Rusia dengan Ukraina dalam jangka pendek membuat harga-harga komoditas sektor energi seperti minyak dan gas (migas), Crude Palm Oil (CPO), serta batubara akan naik karena ada resiko supply. Momentum ini mendorong percepatan transisi energi hijau global!

Boleh jadi perang Rusia – Ukraina menjadi momentum bagi dunia internasional untuk mengakselerasi pengembangan energi baru dan terbarukan. Harga komoditas energi dan non-energi  terus meningkat akibat perubahan supply dan demand. Saat ini harga minyak mentah, gas bumi dan batubara melonjak tajam di pasar spot.

Adanya konflik yang saat ini terjadi, membuat Eropa terancam defisit energi. Pasalnya, Rusia adalah negara pemasok gas alam terbesar untuk Eropa. Negara-negara Eropa pun  mencari alternatif sumber energi, terutama energi-energi terbarukan, mulai dari pengembangan hidrogen hijau, mendorong efisiensi energi, termasuk mengganti penggunaan gas boiler dengan heat pump untuk pemanasan di bangunan, sebagaimana dikutip dari indikator.indikaenergy.co.id,

Krisis energi yang terjadi akibat konflik  ini, tak urung membuat perombakan energi hijau di  Eropa. Saat ini negara-negara Eropa sedang memperdebatkan serangkaian undang-undang ambisius yang diperlukan untuk memenuhi tujuan pencegahan perubahan iklim yang lebih ketat.

Ketua Komisi Uni Eropa (UE), Ursula von der Leyen, yang diilansir Bloomberg mengusulkan serangkaian tindakan bersama untuk mengatasi ketergantungan Uni Eropa yang berlebihan pada pasokan gas eksternal dengan membuka kunci peningkatan investasi dan reformasi untuk produksi energi yang lebih terjangkau dan berkelanjutan dan dengan mendiversifikasi pasokan lebih lanjut.

Sementara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 10 Februari lalu, meluncurkan Transisi Energi G20. Forum ini diharapkan menjembatani fokus Indonesia mendorong negara maju dan berkembang pada keanggotaan G20 untuk mempercepat proses transisi energi serta memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan.

Transisi Energi G20 diluncurkan sebagai bagian Presidensi G20 Indonesia yang dimulai 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di November 2022. Presidensi ini menjadi sangat penting bagi Indonesia sebagai warga global yang mempunyai peran penting mendukung energi bersih dan iklim dunia.

“Transisi Energi G20 diharapkan akan menghasilkan hasil persidangan G20 yang lebih konkrit guna memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan, serta transisi energi yang berkeadilan dalam konteks pemulihan berkelanjutan,” kata Arifin dalam sambutannya.

Pada pilar transisi energi, imbuh Arifin, akan mengangkat tiga isu prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan. “Dengan urgensi tiga isu ini diharapkan dapat mencapai kesepakatan global dalam mengakselerasi transisi energi,” jelasnya.

Melalui forum ini pula, Indonesia mampu menghimpun komitmen global yang lebih kuat dalam rangka mencapai target global pada akses energi yang ditargetkan Agenda 2030 sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

“Hasil Utama atau Lighthouse Deliverable inilah yang diharapkan oleh Presidensi Indonesia sebagai tindak lanjut aksi-aksi pasca-COP26 dan Presidensi G20 sebelumnya, dalam rangka mencapai Karbon Netral, yang Indonesia telah targetkan pada 2060, atau lebih cepat lagi dengan dukungan riil dari komunitas internasional,” jelas Arifin.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mewakili Presiden RI menekankan aksi transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan serta berdampak negatif pada sosial-ekonomi masyarakat.

“Perubahan paradigma pasti akan berdampak pada perubahan pekerjaan, skenario pembangunan, orientasi bisnis, dan lainnya. Jadi, kita ingin yang berkeadilan, yang bebannya berat harus dibantu, yang sudah siap silahkan jalan sendiri selagi membantu yang belum mampu. Ini harus didukung penuh oleh kerja sama global yang kuat. Ini yang akan kita bangun di G20 Indonesia. Inilah yang kita maksud dengan global deal,” ungkap Luhut.

Sebagai negara yang memiliki pengaruh di kawasan Asia Tenggara atas isu-isu energi global, Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan Indonesia punya pengaruh kuat di Kawasan Asia Tenggara atas isu-isu energi global.

“Sebuah kehormatan bagi saya dan IEA untuk mendukung agenda Indonesia apalagi sebagai negara berkembang pertama yang menjadi Presidensi G20. Apalagi saya dan Menteri ESDM tengah menjalankan kolaborasi Indonesia-IEA dan IEA dipercaya sebagai (salah satu) strategic advisor bagi pemerintah Indonesia dalam Presidensi G20 pada agenda Transisi Energi,” kata Fatih.

Fatih bahkan mengapresiasi secara khusus kepada Presiden RI atas kebijakan-kebijakan mengatasi permasalahan pandemi Covid-19 dan secara spesifik memilih isu transisi energi sebagai agenda utama pada G20. “Kepemimpinan Presiden Indonesia menghadapi pandemi sungguh menjadi inspirasi bagi para pemimpin dunia. Saya senang Presiden Indonesia kali ini mengangkat transisi energi ke high level meeting G20,” jelasnya.

Dukungan lain diberikan oleh Internasional Renewable Energy Agency (IRENA). “Saya senang transisi energi diidentifikasikan sebagai isu prirotas pada Presidensi G20 Indonesia. Melalui forum ini, Indonesia memiliki kesempatan tidak hanya untuk mendorong momentum politik tetapi juga menunjukkan kepemimpinan transisi energi melalui aksi. Saya menyambut baik komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” jelas Director General IRENA Francesco La Camera.

La Camera menegaskan, perjanjian kemitraan yang ditandatangani antara IRENA dan Indonesia selama COP26 menegaskan kesiapan IRENA untuk mengerahkan kemampuan penuhnya untuk bekerja sama dengan Indonesia. “Kami siap membantu Anda baik dalam konteks Presidensi G20 dan dalam hal pencapaian tujuan transisi energi nasional yang lebih luas serta memobilisasi pembiayaan dan investor,” ungkapnya.

Sementara itu, United Nations The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP) menegaskan dukungan penuh terhadap Presiden G20 Indonesia dalam mengusung isu transisi energi. “ESCAP sangat mendukung upaya aspirasi Indonesia sebagai anggota ESCAP dalam mendorong energi berkelanjutan. Kami akan membantu secara teknis rencana aksi terhadap implementasi energi bersih di negara berkembang yang difokuskan pada negara-negara kepulauan. Dukungan terhadap Indonesia ini akan diberikan secara maksimal,” ujar Sekretaris Eksekutif ESCAP Arsmida S Alisjahbana.

Sementara di Indonesia — energi terbarukan — mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada tahun 2022 ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merilis Peraturan Presiden (Perpres) tentang Energi Baru Terbarukan (EBT). Regulasi tersebut nantinya akan berada di bawah mandat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Pemerintah Pusat terus mendukung penguatan peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam pelaksanaan program sektor energi di daerah. Pemda melalui kewenangannya diharapkan dapat memberikan dukungan  lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi khususnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) guna mendukung percepatan transisi di Indonesia. Hal ini diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal EBTKE, Sahid Junaidi dalam diskusi publik bertajuk Penguatan Peran Daerah dalam Mendukung Percepatan Transisi Energi di Indonesia pada  10 Februari lalu.

“Upaya percepatan transisi energi di Indonesia akan berjalan dengan baik apabila semua pihak yaitu pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, pengusaha, akademisi dan media menjalankan peran masing-masing secara optimal. Peran Pemda sangat kami dukung sehingga strategi pengembangan EBT yang kami buat yaitu pentahelix dari semua pihak tersebut dapat berjalan dengan baik,” tutur Sahid.

Sahid menjelaskan bahwa transisi energi sudah menjadi komitmen dan bentuk kesadaran global untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri atau 41%  dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai National Determined Contributions (NDC).

Sahid mengatakan dari potensi EBT di Indonesia yang sangat besar yaitu 3685 GW tetapi pemanfaatannya baru mencapai 11.000 MW atau 3% dari total potensi sehingga kondisi ini mejadi tantangan bagi semua pihak. “Kita tahu untuk memanfaatkan EBT ini perlu upaya yang lebih karena infrastruktur dan kebijakannya itu juga harus sejalan dan kalau kita lihat perkembangan sampai saat ini dari sisi bauran energi hasilnya masih cukup menantang dari progress per 2021 data sementara capaiannya 11,7%,” ujarnya.

Oleh karenanya, strategi pengembangan EBT yang pentahelix tadi menjadi penting agar berjalan dengan baik, sehingga target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) dan RUED (Rencana Umum Energi Daerah) bisa terwujud dan tentunya memerlukan kewenangan yang lebih besar dan perlu kesiapan dari daerah.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sugeng Haryono mengungkapkan pentingnya peran unsur penyelenggara Pemerintah Daerah dalam mendukung pencapaian target kebijakan pembangunan yang sudah ditetapkan secara nasional terutama dalam dokumen RPJMN dalam konteks mendukung transisi energi. Pemerintah Daerah perlu melakukan mitigasi sejak dini sehingga dapat mengidentifikasi persoalan yang akan muncul dari sekarang.

Saat ini sudah 22 provinsi dari 32 provinsi yang ada di Indonesia, telah menyusun RUED yang secara substansial disusun dengan mengacu pada RUEN. RUED merupakan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah di sektor energi berdimensi waktu hingga tahun 2050 yang legalitasnya ditetapkan dengan peraturan daerah. Melalui kewenangan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi khususnya pada EBT sebagai bagian upaya pengurangan gas rumah kaca.[] Yuniman Taqwa