Mengintip Ekonomi Sirkular, Ramah Lingkungan Hasilkan Cuan

Tujuan utama ekonomi sirkular adalah mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, mengurangi penggunaan sumber daya alam yang terbatas, mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan. Bagaimana implementasi di Indonesia?

Transformasi ekonomi ke arah ekonomi sirkular/foto: ist

Pemerintah Indonesia berkomitmen  mengembalikan kondisi perekonomian di Tanah Air seperti sebelum pandemi, tetapi menjadikannya lebih baik lagi. Salah satu upaya memenuhi komitmen tersebut dengan transformasi ekonomi ke arah yang lebih hijau atau ekonomi sirkular.

Pasalnya, negara-negara di seluruh dunia mulai melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih hijau untuk mengurangi dampak kegiatan ekonomi terhadap lingkungan dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Salah satunya dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular.

Di masa mendatang, industri bukan lagi hanya sekedar  mengelola bahan baku menjadi bahan jadi untuk dikonsumsi, tetapi  model ekonomi,  produksi dan konsumsi diarahkan  tidak membahayakan lingkungan. Justru berfokus perbaikan, penggunaan kembali atau daur ulang, sehingga mengurangi produksi limbah dan penggunaan sumber daya.

Ekonomi sirkular boleh dibilang model baru dengan fokus pada reducing, reusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.  Hal ini merupakan pendekatan sistem ekonomi melingkar dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah dari suatu bahan mentah, komponen, dan produk sehingga mampu mereduksi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular, tujuan utamanya adalah mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, mengurangi penggunaan sumber daya alam yang terbatas, mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pernah mengatakan bahwa ekonomi sirkular bukan hanya mengenai pengelolaan limbah tetapi juga bagaimana melakukan desain bahan baku, desain produk, serta proses produksi sehingga bahan baku dan produk yang dihasilkan dapat didaur ulang dan memiliki siklus penggunaan yang lebih panjang.

Namun demikian, implementasi ekonomi sirkular membutuhkan kolaborasi antara berbagai pihak seperti pemerintah, perusahaan, konsumen, dan lembaga lainnya. Ini termasuk koordinasi rantai pasokan, investasi dalam infrastruktur daur ulang, peningkatan kesadaran dan pendidikan konsumen, serta pengembangan kebijakan dan regulasi yang mendukung prinsip-prinsip ekonomi sirkular.

Tapi sayangnya, plastic, misalnya,  merupakan material yang sering digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia salah satunya di Indonesia. Kemudahan penggunaan plastik membuat masyarakat selalu menggunakannya dalam aktivitas sehari-hari. Akan tetapi, hal tersebut jelas memiliki dampak yang tidak baik bagi lingkungan. Maka dari itu, sejumlah tokoh mulai mengenalkan konsep ekonomi sirkular untuk mengurangi limbah yang ada.

Menurut Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) tahun 2022, jumlah timbunan sampah nasional mencapai 21,1 juta ton. Dari total tersebut, sekitar 13,9 juta ton atau 65.71 persen berhasil dikelola, sementara sisanya sebanyak 7,2 juta ton atau 34,29 persen belum terkelola dengan baik.

Selain itu, data juga mencatat bahwa masyarakat Indonesia menghasilkan 69 juta ton sampah sepanjang tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sekitar 18,2 persen atau 12,5 juta ton merupakan sampah plastik. Sayangnya, sebagian besar dari jumlah sampah plastik tersebut berakhir di laut. Menariknya, jumlah sampah plastik terus meningkat setiap tahun, dan salah satu faktor peningkatannya adalah perilaku masyarakat yang sering menggunakan plastik sekali pakai. Penggunaan kemasan sekali pakai, termasuk botol minum, galon, kemasan makanan, penggunaan kantong plastik telah menjadi isu besar yang memerlukan solusi mendesak.

Peningkatan sampah plastik di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan perubahan pola konsumsi masyarakat telah menyebabkan kenaikan produksi dan penggunaan plastik. Penggunaan kemasan sekali pakai, seperti botol plastik dan kantong belanja, menjadi pendorong utama meningkatnya sampah plastik karena gaya hidup yang praktis namun kurang berkelanjutan atau sustainable. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak buruk plastik terhadap lingkungan, kombinasi dengan infrastruktur pengelolaan limbah yang belum memadai di beberapa daerah, semakin memperburuk masalah ini. Selain itu, kebijakan yang mendukung penggunaan plastik sekali pakai dan kurangnya alternatif ramah lingkungan juga ikut berkontribusi pada peningkatan sampah plastik di Indonesia, sebagaimana dikutip dari artikel berjudul Menggali Potensi Ekonomi Sirkular melalui Daur Ulang Plastik: Menuju Lingkungan yang Berkelanjutan, oleh: A. Rio Makkulau Wahyu (Dosen IAIN Parepare dan Peserta Program Kepemimpinan SDG Academy Indonesia Angkatan ke-5), iainpare.ac.id.

Untuk mengatasi peningkatan sampah plastik di Indonesia, perlu dilakukan serangkaian langkah yang holistik dan berkelanjutan. Pertama, pemerintah dapat memperkuat regulasi terkait penggunaan plastik sekali pakai, mendorong penggunaan alternatif ramah lingkungan, dan memberlakukan pajak atau insentif untuk memotivasi perusahaan dan konsumen beralih ke opsi yang lebih berkelanjutan.

Selain itu, investasi dalam infrastruktur pengelolaan limbah perlu ditingkatkan, termasuk fasilitas daur ulang yang efisien dan program-program pengelolaan sampah yang inovatif. Edukasi masyarakat juga penting agar kesadaran tentang dampak sampah plastik dapat meningkat, mendorong perilaku konsumen yang lebih bertanggung jawab, dan memberikan dukungan untuk langkah-langkah pemerintah.

Padahal implementasi ekonomi sirkular dapat menghasilkan keuntungan ekonomi, lingkungan, dan sosial yang sangat berarti pada tahun 2030 yang akan datang. Model ini berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593 s.d. Rp638 triliun, mengurangi limbah tiap sektor sebesar 18-52 persen, dan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru, di mana tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada tahun 2030, sebagaimana dikutip dari artikel bertajuk Memahami Konsep Ekonomi Sirkular dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi yang Berkelanjutan, bsn.go.id

“Dalam beberapa kajian dan skenario penerapan prinsip ekonomi sirkular, jika kita memulai dari sekarang di lima sektor prioritas, maka pada tahun 2030 ekonomi sirkular ini dapat meningkatkan PDB hingga Rp638 triliun di tahun 2030, menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengurangi emisi CO2 hingga 126 juta ton, dan menghemat penggunaan air hingga 6,3 miliar meter kubik,” ungkap Menko Airlangga.[] Yuniman Taqwa