UMKM Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Potensi UMKM mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). UMKM menyumbang Rp8.400 triliun atau sekitar 60%-an dari PDB. Potensi yang besar itu mampu membawa Indonesia keluar dari middle incame trap!.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) jangan dipandang sebelah mata. Kendati kelihatan kecil, tapi jumlahnya sangat menggurita. Bila potensi dapat diberdayakan, bukan tidak mungkin sumbangan UMKM terhadap perekonomian nasional dapat menjadi pintu masuk Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini masih stagnan di kisaran 5%.

Hal itu bukan perkara mudah! Untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap, tak semudah membalik telapak tangan. Meski potensi itu bagi Indonesia terbuka lebar. Fenomena itu menjadi pekerjaan rumah (PR) Presiden Joko Widodo (Jokowi-red). Mampukah Jokowi membawa Indonesia keluar dari middle income trap?

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan United Nation Population Fund, memprediksi jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia pada 2018 sebanyak 58,97 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 diprediksi mencapai 265 juta jiwa.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemkop UKM) Yuana Sutyowati bilang jumlah usaha mikro ada sebanyak 58,91 juta unit, usaha kecil 59.260 unit dan usaha besar 4.987unit. “Menurut prediksi saya, angka jumlah wirausaha wanita ini belum termasuk usaha mikro wanita di sektor informal yang tersebar di seluruh Indonesia, tentunya angka tersebut akan lebih besar lagi”, ujar Yuana, sebagaimana dikutip dari kontan.co.id

Sektor UMKM dinilai mampu menjadi tulang punggung ekonomi sehingga Indonesia terlepas dari jebakan pertumbuhan 5 persen. Nantinya, UMKM akan melengkapi komponen ekspor dan investasi yang selama ini diandalkan untuk memacu ekonomi.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengungkapkan sektor UMKM memiliki potensi besar. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7 persen usaha di Indonesia merupakan usaha mikro. Dengan jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap 89,17 persen tenaga kerja domestik.

Arif Budimanta : Bila UMKM diberdayakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

Kendati demikian, lanjutnya, kontribusi UMKM masih sangat kecil dalam kegiatan ekspor dan investasi, sehingga ke depan masih memiliki potensi yang sangat besar. Berdasarkan simulasi yang dilakukan KEIN, jika 10 persen saja dari UMKM yang ada mengalami kenaikan kelas, hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tembus 7 persen. “Pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen dapat terwujud apabila UMKM diberdayakan,” imbuhnya, sebagaimana dikutip dari katadata.co.id.

Jika UMKM bisa didorong naik kelas, Indonesia diharapkan bisa  memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.  Berdasarkan amanat Presiden Jokowi, selain UMKM, kunci pertumbuhan ekonomi saat ini adalah melalui peningkatan ekspor dan investasi,.

Hal ini harus diikuti dengan kebijakan yang matang pada sektor UMKM. Arif mengatakan, peningkatkan peran UMKM dalam aktivitas ekspor dan investasi wajib dilakukan, dengan dukungan insentif fiskal maupun moneter. Selain itu, investasi juga dapat diarahkan kepada UMKM, terutama yang berorientasi ekspor. UMKM juga diharapkan bisa didorong agar bisa memproduksi barang substitusi impor yang selama ini memberatkan neraca dagang.

Sejauh ini  eksistensi UMKM memberi sumbangan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, data per 2018 sektor UMKM menyumbang Rp8.400 triliun terhadap PDB. Angka tersebut setara dengan 60% dari Rp14.000 triliun PDB Indonesia di 2018.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, proyeksi pertumbuhan kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 5% pada 2019 cukup realistis, karena sejalan dengan estimasi pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara 5%—5,2%. Dia menambahkan, tahun politik juga berpotensi memberikan berkah tersendiri bagi pelaku UMKM di sejumlah subsektor.

Pemerintah memperkirakan kontribusi sektor UMKM terhadap PDB pada tahun ini bisa tumbuh hingga melebihi capaian tahun lalu sebesar 62%. Prediksi itu didasarkan pada jumlah pelaku UMKM yang terus meningkat.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan menyebutkan UMKM menjadi tulang punggung perekonomian. “Mengenai UMKM banyak yang tidak tahu kalau UMKM merepresentasikan 98,8% unit usaha yang ada di ekonomi,” ungkap Robert saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Nasional Perpajakan Sehari di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Bali pada Oktober tahun lalu.

Rektor FEB Udayana I Nyoman Mahaendra Yasa juga menjelaskan UMKM menjadi usaha yang dilirik negara dalam memberikan kontribusi yang baik dalam makroekonomi. UMKM membantu penerimaan negara melalaui pajak. “Dari sisi makro, UMKM sangat besar perannya terutama dalam kondisi ekonomi sulit. Tinggal diberi intervensi dengan stimulus untuk perkembangan,” jelas Yasa, sebagaimana dikuti dari kontan.co.id.

Menurut Kepala Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia (BI) Yunita Resmi Sari saat ini kondisi UMKM di Indonesia mendominasi unit usaha hingga 99,9% dari total 57,89 juta. Angka tersebut juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, produk domestik bruto (PDB) hingga ekspor. “Kontribusi terhadap unit usaha 99,9% dari total 57,89% dengan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja 96,9% dan PDB 57,56% dan ekspor 15,68%,” katanya di Bank Indonesia, Jakarta, Juli tahun lalu, sebagaimana dikutip dari detik.com.

Selain itu lanjut Ikhsan,  kontribusi lainnya UMKM terhdap perekonomian Indonesia adalah pada tenaga kerjanya. Untuk tenaga kerja, UMKM berhasil menyerap 121 juta tenaga kerja. Angka tersebut sekitar 96% dari serapan tenaga kerja Indonesia di 2018 yang sebesar Rp170 juta. Atau secara pertumbuhan, mengalami pertumbuhan 5% setiap tahunnya.“Yang penting lagi itu tenaga kerja. UMKM itu menyumbang 96% dari 170 juta tenaga kerja atau sekitar 121 juta. Pertumbuhannya tiap tahun 5%,” katanya.

UMKM pertumbuhannya terus meningkat

Menurut catatan Bank Dunia membagi negara-negara di dunia dalam empat kelompok pendapatan, yakni kelompok negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar US$995 ke bawah (low income), negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income) di kisaran US$996-3.895, negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle Income) US$3.896-12.055, dan negara pendapatan tinggi atau maju (high income) yakni di atas US$12.056.

Saat ini rata-rata pendapatan per kapita Indonesia adalah US $ 3.927 per tahun, atau baru saja memasuki Upper Class Middle Income. Agenda utama pemerintahan baru nanti seyogyanya adalah segera membawa, paling tidak meletakkan dasar agar Indonesia lepas dari jebakan pendapatan menengah.

Presiden Jokowi mengutarakan lima rencana kerja yang akan dilakukan usai terpilih kembali menjadi pemimpin Indonesia untuk lima tahun mendatang. Visi dan misi ini ia bacakan dalam acara Visi Indonesia yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, 14/7 lalu.

Visi dan misi Presiden Jokowi pertama ini terkait erat dengan pembangunan infrastruktur.  Ia mengucapkan akan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur negara. Jokowi juga menyebut bahwa infrastruktur-infrastruktur besar telah dibangun. Ke depan, kata dia, pembangunan infrastruktur akan dilanjutkan dengan lebih cepat dan menyambung semua infrastruktur besar seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat, industri kecil, ekonomi khusus, persawahan, perkebunan, tambak perikanan, serta pariwisata.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Eko Nugroho menilai melempemnya kinerja sektor padat karya, terutama pertanian dan manufaktur, membuat pendapatan masyarakat tertahan.  “Kedua industri ini (pertanian dan manufaktur) dari tahun 2000 tidak ada pertumbuhan signifikan, bahkan mengarah ke penurunan. Sehingga, pendapatan dari masyarakat kita tidak sesuai dengan harapan,” ujar Agus, sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com.

Lebih lanjut ditambahkan, setidaknya ada dua langkah yang diambil pemerintah untuk mengerek pendapatan masyarakatnya. Pertama, pemerintah harus membantu akses pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ke perekonomian digital. Dengan memanfaatkan perdagangan berbasis daring (e-commerce), pemerintah bisa menggenjot sisi penawaran.

Kedua, kebijakan pemerintah terhadap sektor industri perlu lebih terperinci, termasuk dalam hal pengembangannya. Pilih industri yang paling potensial dan bangun secara masif. “Setelah itu, baru bangun industri lain yang sesuai potensi dan bisa digarap,” ujarnya.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan Indonesia semestinya bisa lolos dari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Alasannya, jumlah penduduk usia produktif besar. Syarat untuk keluar dari jebakan kelas menengah, kata Bambang, adalah menciptakan wiraswasta baru dan memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dari sekian banyak negara berpendapatan menengah, yang bisa lulus atau naik kelas menjadi negara maju sangat sedikit.

Seharusnya usaha kecil dan menengah menjadi strategi dalam kebijakan makro. Selain Jepang dan Korea, negara lain yang menerapkan strategi serupa adalah Chili dan negara-negara skandinavia. Adapun di Indonesia, kata Bambang, pengembangan UMKM hanya terpaku pada statsitik jumlah UMKM tanpa memperhatikan kategori. Maksudnya adalah jumlah pengusaha yang bisa naik strata ataupun gagal, sebagaimana dikutip dari tempo.co

Di samping itu, pemerintah idealnya menyediakan skema permodalan yang ramah terhadap UMKM. Selama ini, UMKM seringkali sulit mendapatkan modal dari bank karena sulitnya UMKM dalam memenuhi syarat credit worthiness (5C) yang menjadi standar bank dalam memberikan pinjaman. Credit worthiness diartikan sebagai syarat-syarat kelayakan untuk mendapatkan kredit dari bank.

Kendala UMKM memperoleh kredit umumnya karena aset yang dimiliki UMKM, tidak cukup memadai untuk dijadikan jaminan kepada pihak bank. Sementara itu untuk KUR, usaha skala kecil dan mikro masih sulit mendapatkannya. Usaha skala menengah memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan KUR.

Berdasarkan hasil riset World Bank, ada empat permasalahan UMKM.  Pertama tidak punya akses pembiayaan. Kedua tidak punya akses dan peluang usaha. Ketiga kapasitas SDM dan kelembagaan UMKM. Terakhir regulasi dan birokrasi.

Presiden Jokowi telah merevisi Pajak Penghasilan (PPh) final bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada akhir Juni 2018 lalu. Kini, tarif PPh final yang dibebankan kepada pelaku UMKM hanya dipatok sebesar 0,5 persen dibanding sebelumnya yakni senilai 1 persen.

Semoga instrumen tersebut dapat mengakselerasi UMKM untuk naik kelas. Dan yang paling penting peningkatan SDM dan pendampingan para UMKM dalam kurun waktu tertentu, sehingga bisa naik kelas dikemudian hari

Bila terapi-terapi tersebut bisa berjalan on the track, bulan tidak mungkin UMKM bisa menjadi salah satu pendorong Indonesia keluar dari middle income trap. Semoga…! [] Yuniman T Nurdin/foto ilustrasi: ist