Meski Ekonomi Makro Terkoreksi, Bisnis MICE Tetap Jalan

Perlambatan ekonomi global, tak membuat kegiatan MICE “remuk redam”. Walaupun pertumbuhan ekonomi dunia melambat, bisnis MICE tetap jalan meski skalanya menurun tipis. Tapi ke depannya, bisnis ini kian “seksi” di Indonesia.

Suasana Pameran Hari Listrik Nasional 2019/foto: pelakubisnis.com

Memasuki tahun 2020 para pelaku usaha MICE merasa optimis bisnis  ini akan menggeliat. Apalagi Menteri Pariwisata yang baru ini berlatarbelakang praktisi event dan industri kreatif. Boleh jadi ia tahu betul mengemas potensi Indonesia dalam kegiatan MICE baik domestik maupun internasional.

“Industri MICE, khususnya pameran dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Baik dari sisi jumlah, mutu pameran, maupun perusahaan penyelenggaraannya. Jadi tidak hanya berkembang di Jakarta, akan tetapi merambah ke pelosok daerah sampai ke wilayah Indonesia Timur,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan  Pameran Indonesia (ASPERAPI), Hosea Andreas Runkat.

Namun demikian menurut Andreas, kondisi ekonomi global yang melambat, turut mempengaruhi bisnis MICE di Indonesia, terutama event-event skala internasional. “Event MICE internasional bergantung pada kondisi di luar negeri, sementara nasional tidak terlalu banyak berefek,” kata Andreas kepada pelakubisnis.com, minggu ketiga November lalu.

Sementara Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia pada kuartal III 2019 masih berada dalam tingkat stabil dengan skor indeks 123 poin persentase (pp) – turun 3 poin dibandingkan dengan kuartal II 2019, menurut hasil survei terbaru The Conference Board® Global Consumer Confidence™ Survey, bekerjasama dengan Nielsen, perusahaan informasi dan pengukuran global.

Survei  dilaksanakan pada September 2019 dan mensurvei lebih dari 32.000 konsumen online di 64 negara di seluruh Asia-Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Tengah Timur / Afrika dan Amerika Utara. Sampel termasuk pengguna internet yang setuju untuk berpartisipasi dalam survei ini dan memiliki kuota berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk setiap negara.

Hasil survei menunjukkan tren penurunan ini disebabkan oleh turunnya keyakinan konsumen akan tiga indikator yang mempengaruhi IKK. Persepsi positif konsumen Indonesia pada dua indikator yaitu Keadaan Keuangan Pribadi dan Kesiapan Untuk Berbelanja dalam 12 bulan ke depan turun empat poin menjadi masing-masing 76% dan 57%, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Persepsi positif akan Prospek Lapangan Kerja Keyakinan hanya turun sangat sedikit dari 70% di kuartal II 2019 menjadi 69% di kuartal III 2019. Secara global, Indonesia turun satu tingkat menjadi negara ke-empat paling optimistis, dilampaui oleh Vietnam dengan IKK 128 – naik 5 poin dari kuartal II 2019.

Meskipun IKK Indonesia sedikit menurun, persepsi konsumen mengenai resesi membaik. Pada kuartal II 2019, 57% konsumen merasa bahwa negara sedang dalam keadaan resesi ekonomi. Di kuartal berikutnya, angka tersebut turun menjadi 52%.

Terkait dengan kekhawatiran konsumen, Ekonomi (37%) dan Keseimbangan antara Kehidupan & Pekerjaan (20%) masih menjadi kekhawatiran utama konsumen Indonesia. Perubahan yang signifikan terjadi di kuartal ini, dimana kekhawatiran mengenai Stabilitas Politik turun drastis dari 26% di kuartal II 2019 menjadi 14% di kuartal III 2019.

“Di kuartal III 2019 ini kekhawatiran konsumen Indonesia mengenai Stabilitas Politik turun jauh. Ini melegakan karena bisa menjadi indikasi bahwa konsumen sudah meninggalkan hiruk pikuk terkait Pilpres yang lalu.” ujar .” Agus Nurudin, Managing Director, Nielsen Indonesia.

Menurut Nurudin proyeksi 2020, ekonomi Indonesia lebih soft dibandingkan tahun ini (2019-red), versi pemerintah soft-nya hanya diangka 0,1%. Angka ini artinya masih  stabil,” katanya kepada pelakubisnis.com.

Lebih lanjut ditambahkan untuk event-event MICE, khususnya Business to Business (B2B) tidak terlalu berpengaruh. Pasalnya, B2B sejauh  stabilitas politik, keamanan terjaga dan tidak ada regulasi yang berubah untuk mengakomodasi mereka (pelaku bisnis-red), maka mereka jalan terus.

Agus Nurudin, Managing Director, Nielsen Indonesia: pameran B2B tak terpengaruh kondisi ekonomi Indonesia/foto: doc. Nielsen

Nurudin pada 2020, justru konsumen harus didorong supaya bisa lebih baik. Artinya sektor konsumsi harus didorong. Mudah-mudahan kondisi Indonesia saat ini dan 2020 tidak akan berpengaruh pada bisnis MICE.

Sementara Andreas menambahkan, lima tahun sebelumnya Indonesia terkenal penyelenggara pameran yang sifatnya ritel. Belakangan ini pameran B2B mulai meningkat. “Cuma B2B ini rentan sekali dengan kondisi global. Nah, ini ditakutkan. Kalau pun ini turun, tapi dari sisi domestiknya masih kuat,” ujarnya serius seraya menambahkan kondisi demikian pernah terjadi pada 2007 saat krisis global. Pada saat itu, Indonesia tidak berpengaruh karena domestik market kita kuat. Saat itu di atas 50% event yang diselenggarakan di Indonesia adalah event ritel.

Menurut Andreas saat ini event B2B sudah mencapai 60% dari total event MICE di Indonesia.  Tren ini khusus untuk kota-kota besar di Indonesia, Mungkin kota-kota kecil di Indonesia tetap didominasi oleh event business to customer ( B2C).

Lebih lanjut ditambahkan event MICE B2B bukan B2B murni. Maksudnya, event B2B yang dicampur dengan B2C. Tapi paling tidak bisnisnya tetap ada. Tapi kalau kita berbicara event pameran khusus B2B, mungkin hanya setengahnya (30%).

Mengapa event organizer (EO) mulai beralih menyelenggarakan event B2B?  Di segmen ini, para EO melihat potensi yang besar. Sama halnya antara wisata leisure dengan wisata MICE. Ambil contoh, jualan stand untuk pameran ritel pasti harganya lebih murah dibandingkan harga B2B. Harga jual stan B2B kebanyakan menggunakan dollar, sedangkan event B2C menggunakan rupiah.

“Pemain-pemain industri MICE, terutama pameran sudah melihat peluang ini. Walaupun ada organizer yang sudah menjalankan event B2B sejak dulu. Sekarang tinggal merasakan hasilnya,” kata Andreas. Ini merupakan pembuktian bahwa potensi B2B sangat besar, sehingga dapat menyumbang devisa cukup banyak.

Andreas tetap optimis pada 2020 peta pameran masih berkisar 60% event B2B (B2B kombinasi B2C) dan 40% event B2C. Kalau pun mungkin di perjalanan waktu diterpa “badai”, tapi kita coba survive. “Mungkin yang terjadi, event tetap berjalan, mungkin pesertanya menurun. Tapi yang penting exiting bisnis tetap ada,”.

Ketua Umum ASPERAPI, Andreas: tren pameran mulai mengarah B2B/foto: pelakubisnis.com

Berdasarkan data  pada 2018 anggota ASPERAPI menyelenggarakan pameran mencapai 382 event yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia.  Belum lagi event-event MICE yang diselenggarakan oleh EO yang bukan anggota ASPERAPI dan diadakan di mall-mall.

Andreas menambahkan bahwa pameran itu adalah bisnis yang tidak pernah mati. Di situ ada ide dan inovasi. Dan kita pun sebagai market membutuhan pameran untuk mengetahui product knowledge.

Perlu diingat Indonesia merupakan pasar potensial untuk penyelenggaraan MICE. Hal itu dilihat dari jumlah penduduk yang banyak, resource berbagai sumber daya alam yang tersedia melimpah dan letak geografis Indonesia yang strategis. Berdasarkan ketiga komponen tersebut, maka apa pun event yang digelar di Indonesia pasti akan menjadi magnet bagi para pelaku usaha.

Bahkan, Indonesia tahun depan berhasil memenangkan bidding untuk tuan rumah event CIDESCO World Congress 2020. Acara yang akan di-manage Asosiasi Pakar Terapi Kecantikan & Spa Indonesia ini bakal dihelat di Jakarta Convention Center (JCC) , Indonesia.

Event MICE ini akan di hadiri sekitar 2000 delegasi. Yang terdiri dari 300 delegasi kongres 29 negara pengurus CIDESCO dunia, dan 1700 delegasi sebagai peserta sertifikasi CIDESCO. Dan peserta kompetisi kecantikan dan spa yang akan diikuti dari 56 negara di 5 benua yang memiliki CIDESCO School,” jelas Presiden CIDESCO Indonesia Lianywati Batihalim, pada 22/9.

Vice President Ad-House Clarion, Gad Permata mengatakan bisnis MICE ke depan sangat menjanjikan. Saat ini pemain-pemain MICE dunia sudah masuk ke Indonesia. Sebut saja Clarion Event Clarion Events Asia, bagian dari Clarion Events Group, sebuah perusahaan penyelenggara pameran di Singapura sejak 1947, mengumumkan telah membentuk PT Adhouse Clarion Events (PT ACE) pada 29 November 2017.  Sementara Clarion sendiri merupa EO asal Inggris (United Kingdom).

Meskipun tahun 2019 diakui Gad Permata ada penurunan. Pelaku usaha kelihatan wait and see, mungkin karena tahun politik, di mana pemiliha presiden (pilpres) cukup meningkatkan tensi politik, sehingga para exhibitor menahan diri untuk mengikuti kegiatan pameran.

Walaupun diakui Gad Pertama seperti Ad-House  tahun 2019 ini memang terjadi penurunan. Namun demikian agenda event tetap berjalan sesuai jadwal. Artinya tidak terlalu signifikan mempengaruhi bisnis MICE. Diperkirakan penurunan mencapai 20% pada tahun ini dibandingkan 2018 lalu.

“Harapan di tahun 2020 akan ada pertumbuhan, mudah-mudahan Menteri Pariwisata sekarang ini dapat mengangkat bisnis MICE secara keseluruhan,” kata Gad Permata kepada pelakubisnis.com di sela-sela pembukaan acara pameran Indonesia Properti Expo 2019, di JCC, Jakarta, 16 November lalu.

Sementara Menteri Pariwisata Arief Yahya – yang saat itu masih menjabat Menteri Pariwisata – mengatakan. pihaknya akan menerapkan konsep Indonesia Incorporated dalam menggarap potensi wisata MICE di Indonesia. Untuk itu, Arief Yahya berharap semangat Indonesia Incorporated dapat diimplementasikan untuk merebut pasar MICE. “Indonesia sering kalah dalam bidding. Hal itu karena bidding-nya sendiri-sendiri dan tidak terorganisasi. Kami dorong INACEB kalau mau maju harus menerapkan Indonesia Incorporated,” ujar mantan Menpar Arief Yahya.

Indonesia Convention and Exhibition Bureau (INACEB). Tugasnya adalah untuk mengatur kegiatan MICE di Indonesia. Hampir di semua negara di dunia ini mempunyai convention bureau. Biro ini yang akan berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata.

Menurut Senior Marketing Manager Ad-house Event, Abdi Fajrin menilai banyak EO asing yang melirik pasar Indonesia. Artinya Indonesia merupakan pasar potensial di lini bisnis MICE. “Kalau Indonesia tidak menarik, mana mungkin organizer luar kelas dunia masuk ke Indonesia,” katanya kepada pelakubisnis.com.

Lebih lanjut ditambahkan, masuknya organizer-organizer asing ke Indonesia akan membawa dampak positif bagi perkembangan industri MICE di Indonesia. Seperti kita ketahui industri MICE di sana sudah sangat maju maju, sehingga masuknya mereka ke sini terjadi transfer knowledge bagi industri MICE di Indonesia.

Abdi melihat industri MICE, khsususnya pameran di Indonesia dinilai “seksi”. Dan yang lebih penting lagi eksistensinya sudah menjadi suatu kebutuhan bagi dunia usah, sehingga walaupun kondisi ekonomi makro kurang kondusif, tetap saja pelaku usaha mengikuti event-event pameran. “Mereka merasa pameran merupakan channel yang penting bagi promosi usahanya,” katanya serius.[] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa