Membangun Rantai Pasok, Dorong UMKM Naik Kelas

Oleh : Yuniman Taqwa Nurdin

Chief Executive Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), Sigit P Kumala, dalam suatu kesempatan pada Oktober 2023 lalu mengatakan, dalam 10 tahun Korea Selatan (Korsel) menikmati bonus demografi dapat meningkatkan 9 kali lipat Product Domestic Bruto (PDB). Sementara Indonesia dalam 10 tahun menikmati bonus demografi hanya mampu meningkatkan PDB 1,5 kali lipat. Pertanyaan mengapa Indonesia produktivitas Indonesia  rendah?

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus 2010 adalah 237,64 juta jiwa. Dari jumlah itu, 157,05 juta jiwa berada di usia produktif yaitu 15-64 tahun. Artinya Indonesia sudah masuk era bonus demografi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan  Sensus Penduduk 2020 yang mencatat terdapat 270,2 juta jiwa penduduk di Indonesia. Total penduduk didominasi oleh generasi Z (1997-2012) sebesar 27,94 persen atau 74,93 juta jiwa; milenial (1981-1996) sebesar 25,87 persen atau 69,38 juta jiwa; dan generasi X (1965-1980) sebesar 21,87 persen atau 58,65 juta jiwa.

Menurut Sigit, Korsel sangat memperhatikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di sana. Sementara  di Indonesia kurang memperhatikan atau membina UMKM agar bisa naik kelas secara maksimal. Mungkin ada yang salah dalam melakukan pembinaan UMKM anak negeri.

Saya pun mengaminkan pernyataan itu. Disinyalir pembinaan UMKM-UMKM yang dilakukan pemerintah di masa lalu tidak menciptakan kemandiri. Mereka hanya diberi “ikan, bukan kail” dalam membangun budaya usaha. Akibat UMKM-UMKM yang dibina hanya menikmati fasilitas dari pemerintah. Setiap ada pelatihan, banyak UMKM yang hanya mengharap “pemberian amplop”  dalam bentuk transportasi, misalnya.

Walaupun ada fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada UMKM berupa pelatihan, bantuan peralatan, dilibatkan dalam ajang-ajang pameran. Hanya sebatas itu? Pembinaan tidak secara intens dalam bentuk pendampingan yang berlangsung lama dan dibangun ekosistem yang memungkinkan UMKM-UMKM tersebut bisa tumbuh dan berkembang dalam kurun waktu beberapa tahun mendapat.

Beda halnya pembinaan UMKM yang dilakukan YDBA. Yayasan ini  membantu UMKM  bisa puluhan tahun. Apa yang sudah dibina itu diharapkan  bisa mandiri untuk membina yang junior.  Dengan kata lain UMKM yang sudah berhasil dapat mentransformasi UMKM-UMKM yang lebih di bawahnya, sehingga menimbulkan efek bola salju.

YDBA bersama Astra dan para stakeholders lainnya berupaya membangun program sinergi ayah angkat untuk para UMKM, membangun hubungan kerja sama saling menguntungkan antara Astra dan stakeholders dengan UMKM untuk satu tujuan agar UMKM bisa naik kelas dan berkesinambungan.

YDBA memberikan program pelatihan, pendampingan, fasilitas pemasaran dan fasilitas pembiayaan yang mendorong UMKM menuju kemandirian. YDBA mendorong UMKM dari sentra industri modern melalui program sektor unggulan. Dengan memberikan pelatihan, pendampingan, fasilitasi pemasaran dan fasilitasi pembiayaan kepada UMKM, diharapkan UMKM dapat mencapai kemandirian serta naik kelas dan berkelanjutan.

Ada 4 pilar dasar yang menjadi pedoman pembinaan YDBA. Pertama, membangun mentalitas dasar UMKM untuk menanamkan  perubahan. Mereka yang biasanya memproduksi rumahan, akan dijadikan UMKM   yang dapat menjadi  salah satu vendor Astra dan stakeholder lainnya yang tergabung dalam YDBA, bila memenuhi standar  Quality Cost and Delivery  (QCD). Kedua,  UMKM yang dibina jumlahnya banyak. Mereka dididik untuk mempunyai rasa saling menolong. Ketiga, berkomitmen mengikuti program yang diberikan YDBA secara berkelanjutan. Dan keempat konsisten menghasilkan  produk sesuai QCD.

Alhasil, model pembinaan yang dilakukan YDBA telah banyak melahirkan UMKM-UMKM naik kelas dan mandiri. Bahkan UMKM yang dibina YDBA banyak yang menjadi perusahaan besar dan menjadi vendor-vendor dari Astra Group, khususnya pembuatan komponen. Mereka yang sudah mandiri itu bukan hanya bersinergi dengan YDBA dalam tempo setahun atau dua tahun. Ada yang sudah bersinergi dengan YDBA selama 25 tahun lebih. Contohnya adalah PT Nandya Karya Perkasa ( NKP), perusahaan komponen yang  sudah  puluhan tahun menjadi binaan YDBA. NKP kini membina puluhan UMKM komponen di Tegal.

Kini kita hanya tinggal  13 tahun lagi menikmati bonus demografi. Dalam kurun waktu tersebut, bila kita salah memberikan treatment  terhadap UMKM anak negeri yang jumlahnya sekitar 64,5 juta UMKM, maka momentum bonus demografi bukan menjadi berkah bagi Indonesia, tapi jutsru menjadi bencana bagi negeri ini, sehingga kita terjebak  di middle income trap. Dapatkah kita ke luar dari situ dan menjadi negara maju?

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengajak Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)  mengikis kesenjangan antara perusahaan besar dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). HIPMI memiliki kemampuan  melakukan hal tersebut.

Selama ini HIPMI sudah sukses membangun tokoh-tokoh nasional, tapi Erick mengharapkan 10-20 tahun ke depan justru HIPMI harus terus mendorong menjadi bagian membangun perusahaan nasional yang kelasnya juga besar. Hal itu disampaikan saat menghadiri Diklatda Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jaya di Jakarta, pada 27 Oktober 2022.

Pernyataan Erick tersebut angat relevan dalam membangun simbiosis mutualisme antara pengusaha besar dengan UMKM. Di mana pengusaha besar bersinergi dengan UMKM membangun eksosistem supply chain yang terintegrasi. Di mana perusahaan besar melibatkan perusahaan kecil dalam rantai pasok industri, sehingga masing-masing pihak saling menguntungkan. Model sinergi demikian akan mendorong UMKM naik kelas, sehingga gap yang lebar antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil tidak terlalu lebar karena pengusaha kecil – dengan model sinergi – rantai pasok demikian dapat mendorong pengusaha kecil naik kelas menjadi pengusaha menengah.

Keberhasil China, misalnya, membangun rantai pasok industri elektronik dengan industri rumahan. Penciptaan industri rumah tangga yang memproduksi berbagai komponen-komponen peralatan elektronika sehingga menciptakan lapangan pekerjaan sangat banyak. China berhasil membangun industri-ndustri rumahan yang diarahkan pada pembangunan industri penguatan komponen,” katanya.

Sama halnya dengan Korsel. Korsel berhasil mengarahkan industri-industri rumah tangga di sana untuk membuat komponen telepon genggam atau handphone. Di Korsel yang bikin handphone adalah perusahaan perakitan, sedangkan yang bikin komponennya adalah industri rumahan. Model senergi demikian saling melengkapi, sehinga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Sinergi demikian yang menyebabkan di Korsel berhasil meningkatkan PDB 9 kali lipat selama 10 tahun menikmati bonus demografi.

Sementara Indonesia mencanangkan tahun 2045 Indonesia menjadi negara maju. Pertanyaannya, apakah hipotesa tersebut hanya mimpi di siang bolong atau bisa menjadi kenyataan? Jawabannya kembali kepada pemimpin Indonesia di masa mendatang! Apakan mampu pemimpin bangsa ini di masa mendatang membangun sinergi antara pengusaha besar dengan UMKM yang jumlah 64,5 juta berada dalam satu ekosistem rantai pasok yang dapat mendorong UMKM naik kelas.

Membangun simbiosis mutualisme tersebut perlu ditopang dengan peningkatan produktivitas dengan cara meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mendukung kinerja industri dan UMKM. Pemimpin yang mampu membangun landscape rantai pasok untuk mendorong UMKM naik kelas menjadi lokomotif Indonesia ke luar dari middle income trap.[]foto ilustrasi: ist/harmony.co.id

*Penulis pimpinan redaksi pelakubisnis.com