Kehadiran Smart City Kunci Pengawasan Masyarakat

Oleh: Samsu Haili

Dalam tataran masyarakat madani, peran pemerintah tidak hanya dipandang sebagai bentuk absolut yang memiliki otoritas penuh dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketaatan terhadap elemen trias political, sebagai pembagian kekuasaan  legislatif, eksekutif dan yudikatif, menjadi sekat pembagian kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan, menjadi suatu keniscayaan.

Dalam perspektif itu, peran masyarakat madani tidak hanya sebagai objek dalam tatanan bermasyarakat. Masyarakat madani menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat demokratis, serta yang maju dan menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi. Masyarakat madani kerap disebut dengan civilized. Pada dasarnya civil society memiliki makna “masyarakat sipil”, atau masyarakat yang berada dalam suatu sistem sosial yang demokratis.

Untuk pertama kali istilah masyarakat madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, sebagaimana dikutip dari wikipedia.org.

Secara operasional, masyarakat sipil terbentuk dalam  institusi-institusi non-pemerintah di masyarakat, seperti melalui organisasi, perkumpulan atau pengelompokan sosial dan politik, berusaha  membangun kemandirian seperti organisasi sosial dan keagamaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), paguyuban, kelompok-kelompok kepentingan, dan sebagainya. Masyarakat sipil ini diharapkan sebagai lembaga kekuatan kelima (di luar legistatif, eksekutif, yudikatif, pers dan masyarakat madani) yang bisa mengambil jarak dan menunjukkan otonomi terhadap negara, yaitu sebagai kelompok-kelompok masyarakat yang aktif mengawasi kinerja pemerintah.

Walaupun secara kelembagaan – peran pengawasan eksekutif – dijalankan lembaga legislatif. Namun demikian, bukan berarti masyarakat lepas tangan terhadap pengawasan pemerintah atas kebijakan dan implementatif, sehingga hasil dari implementasi kebijakan tersebut dapat mengingatkan pemerintah agar derap langkahnya sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai.

Kontrol sosial dalam peran serta masyarakat terhadap pengawasan kinerja pemerintah menjadi suatu “kekuatan” tersendiri agar kinerja pemerintah tetap on the track. Fenomena ini yang kerap menjadi instrumen dalam aspek pengawasan. Paling tidak masyarakat merasa “dilibatkan” dalam pembangunan.

Kritik-kritik konstruktif – sebagai suatu kekuatan moral – menjadikan kekuatan masyarakat dipandang sebelah mata. Masyarakat merupakan bagian terintegrasi dalam tatanan demokrasi yang mempunyai ruang dalam memberi saran-saran konstruktif agar tetap kebijakan dan implementasi pembangunan sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai.

Menurut World Bank, good gevernance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, pasar yang efisien, pencegahan korupsi menjalankan disiplin anggaran dan penciptaan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas swasta.

Pelayanan publik menjadi unsur good governance. Semua pihak (masyarakat dan dunia usaha) memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Adanya pelayanan public   yang kondusif, dapat mendorong implementasi good governance di negeri ini. Oleh karena itu,  perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting, sehingga interaksi positif semua pihak dalam praktik good governance diterjemahkan secara  nyata melalui pelayanan publik.

Sementara Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Sedangkan Asian Development Bank menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi empat pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) participation.

Jadi,   prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.

Sementara konsep clean government berasal dari  bahasa Inggris. Bila diterjemahkan secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti “pemerintah yang bersih”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah adalah sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya.

Pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal itu disebutkan bahwa penyelenggara negara adalah: pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan  fungsi yudikatif, Pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan pasal 1 ayat (2) UU No. 28 tahun 1999 adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara yang bersih; Bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme; Bebas dari perbuatan tercela lainnya.

Jadi, clean governance adalah pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab. Negara sebagai lembaga pemerintahan memiliki beberapa fungsi yaitu melaksanakan penertiban, mengusahakan kesejahteraan, pertahanan dan menegakkan keadilan.

Fungsi negara bisa tercapai jika negara tersebut melaksanakan prinsip-prinsip clean governance dalam pemerintahannya yaitu: Transparan (transparency), Responsif (responsiveness), Orientasi kesepakatan (consensus orientation), Kesetaraan (equity), Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency), Akuntabilitas (accountability), Visi strategis (strategic vision).

Komitmen mewujudkan good govermance dan clean government dengan membenahi kinerja dan pengelolaan keuangan lembaga-lembaga pemerintah. Ada pun Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) bertujuan memberikan keyakinan tercapainya organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisiensi.

Namun demikian, dibutuhkan juga pengawasan eksternal. Salah satu instrumen yang dapat dilibatkan atau yang mempunyai kompetensi pengawasan eksternal (masyarakat madani) adalah penerapan teknologi digital. Dalam debat Capres 17 Maret lalu, calon presiden N0. 01, Joko Widodo mengatakan , untuk menata tata kelolah pemerintah yang transparan dan efisien dengan menerapkan Dilan (Digital Melayani).

Di mana tata kelola pemerintah dijalankan secara online, misalnya, e-procurement, e-government,  e-monitoring, e-controlling, e-delivery dan e-budgeting. Dan lainnya. Sistem ini nanti akan terintegrasi dari pemerintah kabupaten, kota, provinsi dan pusat. Dengan nantinya terintegrasi di seluruh daerah tersebut, maka akan memudahkan proses pelayanan dan transparansi.

Pertengahan Desember lalu, Menteri  Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan Gerakan Menuju 100 Smart City di Indonesia ditujukan agar pemerintah bisa melayani warganya dengan cara yang lebih baik.

Menurut Rudiantara pemerintah harus bisa menyesuaikan diri sebelum didisrupsi yang lain. “Pemerintah berubah, Kementerian Kominfo setidaknya mendisrupsi diri. Saya katakan kepada teman-teman kalau kita gak mendisrupsi, kita yang akan didisrupsi,” tandasnya seraya menambahkan bahwa visi utama Gerakan Menuju 100 Smart City untuk mendorong pemerintah daerah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan memanfaatkan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah harus berpikir secara kritis, (sebagaimana dikutip dari, artikel Surabaya Patut Menjadi Benchmark Smart City Indonesia, yang dimuat di pelakubisnis.com)

Bila nanti di seluruh kabupaten, kota dan provinsi sudah terintegrasi dengan pemerintah pusat, makin memudahkan masyarakat madani menjalankan kontrol fungsi sosial, sebagai salah satu instrumen pengawasan pemerintah. Pasalnya, masyarakat madani – dengan tingkat pendidikan yang tinggi – yang umumnya masuk kategori masyarakat menengah dan atas, memungkinkan dapat menguasai teknologi alias tidak gatek (gagap teknologi) dan dengan mudah dapat mengawasinya.

Di samping itu, kehadiran smart city, dapat mengakomodir seluruh informasi kepentingan publik. Misalnya akses informasi pusat kesehatan, potensi bencana, kemacetan lalu lintas, sumber-sumber pendapat negara bukan pajak (PNBP) dan apa pun informasi yang berhubungan dengan publik.

Dibukanya akses informasi tersebut, salah satu indikasi yang menunjukan suatu negara cerdas (smart city) yang memungkinkan peran serta masyarakat madani dapat menjadi kekuatan kelima, setelah legislatif, eksekutif, dan pers. Bila konsep Dilan yang dicangankan Presiden Joko Widodo, sudah terakses seluruh Indonesia dan informasi public terakomodir dalam Dilan, maka Indonesia akan menjadi smart city yang memungkinkan pengawasan kinerja pemerintah oleh masyarakat dapat maksimal dijalankan. []Foto: ITGID

*Penulis adalah Auditor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia