Mengapa Target Kunjungan Wisman Melenceng?

Beberapa tahun terakhir ini target kunjungan wisata mancanegara (wisman) selalu tidak tercapai. Banyak faktor yang menyebabkan target tersebut melencang dari bidikan. Belajar dari pengalaman, kita optimis ke depan sektor ini mampu mendulang devisa.

Pemerintah mencanangkan target 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada2019. Namun target tersebut dikoreksi pada awal semester I lalu, menjadi 18 juta kunjungan wisman. Sampai kuartal III (September 2019) menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisman ke Indonesia baru mencapai 12,27 juta orang. Bila dirata-ratakan per bulan adalah 1,35 juta kunjungan.

Dengan sisa waktu tiga bulan,  berarti prediksi kunjungan wisman sampai akhir tahun, yaitu 3 x 1,35 juta  atau  4,07 juta kunjungan. Jadi, prediksi pencapaian hingga akhir  2019  sekitar 12,22 juta + 4,07 juta = 16,29 juta kunjungan atau sekitar  90,50 % dari target 18 juta kunjungan.

Tiga tahun terakhir ini, target kunjungan wisman ke Indonesia selalu melenceng. Pemerintah menargetkan kunjungan wisman  pada 2016 sebesar 12 juta kunjungan wisman, tapi realisasinya hanya sebesar 11,52 juta. Sedangkan target kunjungan wisman pada 2017 sebesar 15 juta kunjungan, tapi realisasinya hanya 13,7 juta kunjungan. Dan target kunjungan wisman  pada 2018 sebesar 18 juta kunjungan, tapi realisasinya hanya sebesar 15, 81 juta kunjungan?

Pertanyaannya apakah target kunjungan wisman pada 2019 sebesar 18 juta akan tercapai? Bila pada kuartal III tahun ini baru mencapai 12,22 juta pengunjung, maka dalam tempo tiga bulan ke depan harus mencapai kunjungan sebesar 5,78 juta kunjungan. Berdasarkan kalkulasi hitungan rata-rata kunjungan wisman perbulan, target 18 juta sulit tercapai.

Candiri Borobudur/foto: ist

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia  Didien Junaedy mengatakan situasi keamanan yang tidak terjamin membuat wisman enggan datang ke Indonesia meski destinasi super prioritas sudah rampung pada tahun depan. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan keamanan bukan hanya terkait sosial politik, tapi juga bencana alam yang terjadi di Indonesia, sebagaimana dikutip dari bisnis.com.

Kerusuhan di Papua, misalnya. Meski hanya terjadi di sana, para wisman akan menggeneralisasi bahwa Indonesia secara umum merupakan destinasi yang tidak aman. Apalagi 2019 merupakan tahun politik yang membuat tensi politik sempat memanas. Bahkan, paska pemilihan pilpres suhu politik di dalam negeri pun masih gonjang-ganjing. Hal ini dituding sebagai salah satu penyebab target kunjungan wisman tidak tercapai.

Tidak hanya itu, bencana alam yang belakangan ini kerap melanda Indonesia turun menjadi pemicu tidak tercapainya target kunjungan wisman.  Letak Indonesia di pertemuan dua lempeng gunung api, membuat negeri ini rentan bencana alam. Sepanjang dua tahun ini, bencana datang berurutan. Mulai Gunung Agung pada September 2017, baru mulai pulih awal 2018. Belum lama pulih, pada Mei 2018 bom mengguncang Surabaya, disusul gempa di Rinjani dan Lombok pada Juli dan Agustus 2018.

Pada September 2018, Palu juga ikut diguncang gempa dan tsunami. Kemudian pada Oktober 2018, pesawat Lion Air jatuh membuat pariwisata kembali terdampak. Pada November 2018, polemik soal penutupan Taman Nasional Komodo ikut mempengaruhi sektor pariwisata. Lalu di penghujung 2018, tsunami menyapu Selat Sunda.

Rentetan bencana ini berdampak pada pencapaian target kunjungan wisatawan mancanegara yang dipatok 18 juta orang. “Diprediksi hanya tercapai 16 juta atau kehilangan 2 juta wisman,” kata Arief seperti dipetik dari beritasatu.com.

.Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam Roundtable Discussion Sustanaible Tourism, Auditorium Gedung Sindo, Jakarta,  pada 22 Maret lalu menjelaskan penyebab mengapa 2017-2018 target wisman tidak tercapai. Pada 2017 hanya mencapai 14 juta dengan target 15 juta wisman.

Arief menambahkan, penyebabnya karena ada bencana.”Apa yang terjadi di Bali seperti erupsi Gunung Agung. Padahal impact-nya hanya radius 12 km. Lalu diumumkan Bali dalam kondisi bahaya hingga banyak negara keluarkan travel advice. Turis China jadi nol. Padahal, per bulan bisa mencapai 200 ribu,” terang Arief Yahya ketika itu sebagaimana dikutip iNews.id.

Tampaknya target yang dicanangkan pada awal kabinet kerja akan sulit tercapai. Meskipun, Indonesia sudah membuka diri lebar-lebar dengan membebaskan visa bagi 141 negara, dan unggul di harga yang kompetitif.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI),  Sudradjat menyebutkan di  2019 kinerja sektor pariwisata terhitung masih lesu akibat terjadinya beberapa bencana alam dan  stabilitas politik yang kurang kondusif. Sehingga penting dukungan dari media nasional bisa memberikan informasi positif terkait pariwisata Indonesia, sebagaimana dikutip dari cnbcindonesia.com.

Tidak tercapainya target ini disebabkan banyak faktor, dan perlu dilihat lebih secara lebih luas. Menurut Myra P. Gunawan pendiri Pusat Penelitian Kepariwisataan Institut Teknologi Bandung, staf Ahli & Deputi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 2000-2004, dalam artikelnya bertajuk: Kacamata Baru untuk Mengukur Kinerja Pariwisata Indonesia, yang dimuat di detik.com, 11 November 2019, setidaknya ada dua penyebab yang bisa kita tangkap. Pertama, target yang terlalu tinggi; atau kedua, mungkin strategi yang kurang pas.

Pertama, mengenai angka target kunjungan wisman, kata Myra P,  kalau melihat sumber daya yang dimiliki Indonesia dan capaian negara tetangga, target tersebut tidaklah terlalu tinggi. Kita lihat Malaysia yang mencapai 20 juta kunjungan wisman sebelum 2010, padahal pada 1998 jumlah kunjungannya setara dengan masa puncak Indonesia pada 1997 sebelum krisis nasional (5,2 juta wisman).

Kedua, tambahnya, tentang strategi yang kurang pas. Kenyataan bahwa Indonesia menerima banyak penghargaan yang membanggakan menunjukkan bahwa banyak upaya dilakukan untuk pencitraan, sementara keunggulan Malaysia tercipta melalui pelatihan bagi pekerja, praktik rekrutmen, gaji, dan produktivitas yang menyebabkan kemudahan memperoleh tenaga terampil, efektivitas pemasaran, dan pengembangan industri yang berkelanjutan. Dalam hal yang terakhir ini Indonesia dan bahkan Thailand jauh tertinggal (WEF, 2019).

Turis asing sedang selfie/foto: doc. Bekraf

Namun demikian, Guntur Sakti, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata memproyeksikan, bisnis pariwisata akan terus bertumbuh jika melihat tren kenaikan dalam empat tahun terakhir. “Dari 2014-2018, pertumbuhan wisman mencapai 67,6%,” ujar dia, sebagaimana dikutip dari kontan.co.id

Sedangkan realisasi tahun lalu, pertumbuhan wisman meningkat 12,58% lebih besar dari pertumbuhan di ASEAN yang hanya 7,4%. Bahkan lebih besar dari pertumbuhan dunia yang cuma 5,6%.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mencatat devisa yang disumbangkan dari sektor pariwisata Indonesia tahun 2018 tembus US$ 19,29 miliar atau hampir mencapai target US$ 20 miliar yang dicanangkan Presiden Jokowi tahun di 2019.

Data itu berasal dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) berdasarkan BPS, tahun 2018 ditutup dengan angka capaian 15,8 juta. Lalu spending atau belanja mereka selama berwisata dan berada di tanah air sebesar US$ 1.220 per kepala per kunjungan atau ASPA (average spending per arrival).

Sementara rentetan bencana yang menimpa Indonesia, membuat potensi wisata sebesar US$2 miliar atau setara Rp28 triliun menghilang. Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, potensi ini hilang sesuai penurunan target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tahun ini.

Arief menjelaskan, perkiraan realisasi kunjungan yang turun 2 juta orang berdampak pada penurunan devisa pariwisata sekitar US$2 miliar. Dengan kata lain, target devisa pariwisata 2019 sebesar US$20 Miliar tak bisa  tercapai, sebagaimana dikutip dari beritagar.id.

Semoga harapan pemerintah untuk meningkatkan devisa dari sektor pariwisata dapat menjadi kenyataan di tahun 2020. Apalagi infrastruktur  menuju akses lokasi pariwisata semakin membaik. Progress 5 destinasi super prioritas pariwisata, memperkaya pilihan kunjungan para wisatawan ke Indonesia.

Tinggal bagaimana mensinergikan stakeholder pariwisata dalam satu frame yang sama, sehingga kinerja sektor ini bisa bisa meningkat dari waktu ke waktu! [] Yuniman Taqwa