Sinergi Pasutri Mengembangkan Adipura Express

PT Adipura Express (ADX)  tumbuh dari sinergi pasangan suami istri (pasutri) Yudi Sukma dan Hilda Roziana yang sudah memiliki jam terbang lebih dari 20 tahun di bidang ekspor impor, distribusi dan logistik. Di tengah pandemic, mereka berakrobatik menyusun strategi agar perusahaan tetap berjalan dan karyawan tak sampai dirugikan.

Yudi Sukma dan Hilda Roziana , bersinergi membangun PT Adipura Express/Foto: pelakubisnis.com

Sedikitnya ada tiga segmen pasar dalam bisnis logistik. Pertama, segmen ritel, kedua segmen e-commerce dan ketiga segmen corporate. Dari ketiga segmen tersebut PT Adipura Express (ADX) lebih membidik segmen corporate. Namun demikian, dari sisi harga segmen ini lebih bersaing dibandingkan segmen ritel.

Menurut Yudi Sukma, Direktur PT Adipura Express (ADX), bisnis kargo masuk dalam bisnis grey area. Misalnya mengirim dokumen ke Medan dan besok harus sampai. Konsumen cukup membayar Rp50.000,-. Dengan biaya sebesar itu, kiriman dokumen sampai di Medan tepat waktu. “Bagi konsumen biaya sebesar itu murah sekali, tapi bagi perusahaan kargo, harga itu sudah mewah sekali,” ujarnya kepada pelakubisnis.com, minggu kedua Desember lalu.

Bila bicara harga, lanjut Yudi, di bisnis kargo, harga  masuk dalam grey area. Boleh jadi kargo tidak menghitung skala jarak pengiriman. Misalnya  Jarak Jakarta – Bandar Lampung  atau Jakarta – Serang, pasti lebih jauh   Jakarta – Bandar Lampung, tapi  yang terjadi biaya pengiriman lebih mahal  Jakarta – Serang. Pasalnya, Jakarta – Bandar Lampung itu masuk dalam daerah tujuan kargo. Lampung hub-nya untuk tujuan Sumatera.

Sama halnya tujuan mengirim dokumen ke Indonesia Bagian Timur. Pengiriman ke tujuan itu, kata Yudi,  hub-nya di Surabaya. Artinya bila pengiriman dokumen sesuai dengan tujuan kargo, maka harganya pasti lebih murah dibandingkan pengiriman di luar tujuan kargo.

Diakui  Yudi sejauh  ini belum ada bantuan secara langsung dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung bisnis transportasi. Pemain di bisnis ini benar-benar  fight (bertarung sendirian-red). Bahkan bisnis ini selain dikenakan pajak resmi (PPN, PPh dan sebagainya) juga dikenakan pajak kargo. Yang cukup menolong saat ini sudah dibukanya banyak akses jalan dan infrastruktur transportasi yang membantu bisnis ini, sehingga cost bisa lebih murah. “Itu yang dirasakan pemain kargo,” kata alumnus UNSW College, Sydney, Australia ini.

Perusahaan kargo yang sudah eksis sejak 2005 ini,  mengalami  milestone pertumbuhan paling baik pada 2016.  Boleh dikatakan saat itu booming bisnis kargo. Namun kini menurut Yudi,  masa kejayaan itu mulai redup. “Bayangkan saja pengiriman Jakarta – Bandung hanya dihargai Rp 500/per-kg. Nilai sebesar itu untuk bayar parkir saja tidak cukup,”  tandasnya sambil menjelaskan terjadi perang harga yang sudah tidak sehat.

Lebih lanjut ditambahkan, kondisi demikian disebabkan karena pemain capital besar  menguasai pasar, sehingga harga tertekan. Misalnya membawa barang 10kg dari Jakarta – Bandung sama harganya membawa barang seberat 2 ton.

Apalagi di masa pandemic Covid-19 saat ini yang berimbas terhadap bisnis kargo di segmen corporate. “Secara umum bisnis kargo di segmen corporate bisa drop mencapai 50 – 70% karena banyak perusahaan yang menghentiikan operasi sementara. Sedangkan di segmen e-commerce justru meningkat,” kata alumni Paska Sarjana Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII)  bidang Marketing ini.

Menurut Yudi,  ADX sempat masuk ke segmen pasar ritel. Tapi, investasi masuk di segmen ini cukup besar. Di samping itu, pola bisnisnya juga berbeda dengan corporate. Di segmen e-commerce, misalnya, biasa menggunakan sistem Cost on Delivery (COD). Keuntungan dari sistem ini cukup simpel,  komisi dari COD dan biaya kirim. Tapi, mengelola bisnis kurir memang tidak gampang.

Lebih lanjut ditambahkan,  bisnis kargo kuncinya adalah memiliki jaringan. “Saya tidak memiliki pesawat, tapi saya bisa sewa pesawat. Di bisnis ini yang penting jaringan dan kepercayaan. Kalau kita sudah memiliki nama baik dan itu harus dijaga,” kata mantan professional Tatia Group Holding Company ini.

Apalagi ADX lebih fokus menggunakan transportasi udara. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan juga meng-handle container, handle truck. “Kami ada kerjasama dengan seluruh maskapai yang beroperasi di Indonesia. Tidak bisa hanya fokus kerjasama dengan satu maskapai saja,” urainya.

Di line transportasi udara, tambah Yudi,  pada tahun 2018-2019, khusus untuk Surat Muatan Udara (SMU) mengalami kenaikan mencapai 200 sampai 300%. Saat itu perusahaan kargo teriak atas kebijakan tersebut karena maskapai sedang sepi penumpang. Akhirnya maskapai  menaikkan harga SMU untuk menutupi sepinya penumpang airline.

Sementara sampai detik ini, menurutnya,  Indonesia belum ada pesawat khusus kargo. Kondisi ini menjadi kelemahan bisnis domestic cargo.. “Tapi  ada domestic cargo,  Cardig (Cardig Aero Tbk-red) yang kabarnya mempunyai pesawat khusus kargo,” ungkap Yudi.

Selama ini perusahaan kargo khusus udara menumpang angkutan  commercial flight. Itu sebabnya pada saat high season, perusahaan kargo mengalami kesulitan mendapat angkutan transportasi udara. Contoh saat Natal dan Tahun Baru, sudah pasti maskapai mengutamakan angkutan penumpang. Sementara customer kargo yang ingin mengirim dokumen dari Jakarta ke Medan, memaksa sehari atau dua hari sampai. Apalagi saat pandemic seperti sekarang. Pesawat yang biasanya dari Jakarta ke seluruh ibukota provinsi seluruh Indonesia pasti ada penerbangan pagi, tapi sekarang tidak ada. Hanya ada beberapa penerbangan (limited).

“Omzet ADX saat pandemic ini anjlok sampai 70%,” kata Yudi serius. Untuk menjaga cash flow perusahaan yang dulunya hanya fokus di bisnis kargo, tapi sejak pandemic ini melakukan diversfikasi usaha, diantaranya membangun bisnis UMKM dan menggenjot  bisnis ekspor sarung  dan pakaian wanita bermerek De Backers  ke Abu Dhabi yang sudah berlangsung selama empat tahun terakhir.

Keluarga besar ADX, dukungan karyawan terhadap manajemen terbangun  dengan harmonis/Foto: ADX

Dengan cara demikian, manajemen tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sampai saat ini tercatat ada 30-an karyawan yang bernaung di bawah ADX. “Jangan di saat kita senang, kita membutuhkan karyawan, pada saat seperti ini kita juga harus fight. Rejeki itu sudah ada yang mengatur dari Yang Maha Kuasa,” katanya.

Sementara menurut Hilda Roziana, Direktur Utama ADX, awalnya perusahaan hanya melayani pengiriman dokumen regular yang setiap hari pick up dan awal mulanya menangani segmen menengah ke atas. Sejumlah bank nasional dan multinasional menjadi klien ADX. “Saat itu kami menawarkan harga premium. Kemudian berkembang ke segmen corporate dan project, walaupun harganya lebih miring,” cerita istri Yudi Sukma ini.

Kemudian dalam perjalanannya, lanjut Hilda, dilakukan kombinasi antara  regular, corporate dan project. Strategi menetapkan segmen ini pun turut mempengaruhi jasa transportasi yang digunakan, melalui multimoda (darat, laut dan udara).

Hilda mengakui diperlukan modal besar bila masuk ke segmen corporate. Pasalnya, pembayaran perusahaan-perusahaan mundur bisa enam bulan, bahkan ada yang setahun baru dibayar. Sementara biaya operasional harus mengeluarkan uang cash, sehingga sempat “berdarah-darah” karena mengatur cash flow. Padahal sejak 2005 sampai 2016, ADX pernah  memiliki hingga 50 klien corporate,”  katanya seraya menambahkan pada tahun-tahun berikutnya mengalami pertumbuhan yang cukup baik hingga munculnya pandemic di tahun ini.

Dalam hal ini, lanjut Yudi,  ADX memiliki difrensiasi menjadikan customer sebagai sahabat. “Kami tidak mesti selalu untung. Pernah ada customer ADX yang salah hitung. Ternyata harganya tidak masuk. Akhirnya saya bantu carikan solusi,” jelas lulusan S1 Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya Jakarta ini.

Ia menambahkan, perlu melakukan adaptasi dengan kondisi ekonomi yang ada saat ini. Apalagi persaingan sangat ketat, sementara pandemic yang terjadi mengakibatkan kontraksi ekonomi yang berimplikasi pada para pelaku usaha. Hampir sebagian besar perusahaan terdampak akibat pandemic. “Saat ini perusahaan menginginkan harga termurah, tapi service terbaik. Kita harus mengikuti pasar,” urai Yudi seraya menambahkan comfort zone harus dikurangi.

Lebih lanjut ditambahkan, ADX pengiriman tujuan  Jakarta – Surabaya dahulu berkisar   Rp 17.000/kg dengan ONS (hari ini kirim besok sampai), sekarang dijual Rp 10.000/kg dengan ONS (hari ini kirim besok sampai)

Di samping itu, menurut Hilda,  kekuatan ADX terletak pada dukungan karyawannya  terhadap manajemen yang terbangun  dengan harmonis. Setiap tahun manajemen memberangkatkan umroh karyawan  yang telah lama bekerja. “Kami juga setiap tahun tetap berkurban. Hal-hal demikian yang mungkin sampai saat ini masih tetap berjalan di ADX,” tambahnya. Karyawan akan menikmati yang apa dinikmati oleh perusahaan.

Menurut Hilda, sebelum pandemic omzet ADX bisa di atas  Rp5 milyar pertahun.  Sementara di tahun 2020 ini omzet anjlok hingga 70%  karena pandemic. Ia berharap, tahun 2021 akan lebih baik dibandingkan tahun ini. Dan saat itu, timpal Yudi, vaksin Covid-19 sudah ada. Pemerintah akan merencanakan mem-vaksin sekitar 160 juta rakyat Indonesia. “Kami berharap pemerintah bisa mendistribusikan vaksin secepatnya, sehingga dengan pendistribusian vaksin secara merata, maka ekonomi akan bangkit.

Diakui Yudi,  ADX  juga pernah mendapat kesempatan mengirim vaksin ke beberapa daerah di Indonesia dan  itu berjalan sukses. ADX pernah mempunyai pengalaman untuk itu. “Dulu kami dipercaya oleh salah satu perusahaan farmasi untuk mendistribusikan vaksin. Suhu harus dijaga dengan ukuran tertentu,” katanya seraya menambahkan,”Kami benar-benar hitung dengan hitungan matematik, segala resiko harus kita hitung,”.

Memang tidak mudah mendistribusikan vaksin. Di samping suhu harus tetap terjaga juga waktu keberangkatan tidak boleh delay. Semua timetable yang ditetapkan tidak boleh meleset sedikit pun. Itulah kesulitan mendistribusikan vaksin. Dan tidak semua perusahaan kargo mampu mendistribusikan  vaksin.”Memang masuk harga premium tapi tingkat resiko dendanya sangat besar,”tukas Hilda yang sudah lebih dari 20 tahun berkarir di bisnis kargo ini.

Intinya menurut Hilda, apa yang perusahaan lain tidak bisa, ADX harus bisa. Contoh, pengiriman emas logam mulia. “Pernah salah satu bank swasta ulang tahun ke-50. Mereka  meminta beberapa kargo untuk membawa emas,  Karena resikonya memang sangat tinggi, tapi hanya ADX yang berani bawa saat itu dan alhamdulillah  berjalan sukses. Berhasil melalui tantangan itu menjadi kepuasan tersendiri buat kami,”tutur wanita 50 tahun ini.[] Siti Ruslina