Goerengan, Mencari Nilai Tambah Jajanan Pinggir Jalan

Meski yang ditawarkan makanan generik di masyarakat, tapi bila dikemas dengan design dan packaging yang menarik, membuat cemilan gorengan naik kelas di tangan Ishak Satya. Bagaimana ia ‘menggoreng’ usaha  ini menjadi renyah?

Jajanan gorengan memang sangat familiar bagi masyarakat di tanah air. Hampir semua orang di negeri ini mengenal cemilan gorengan. Dari tahu goreng, bakwan,  pisang  goreng, tempe goreng dan banyak lagi lainnya. Tapi di tangan Ishak Satya, panganan merakyat ini bisa naik kelas. Ia mengemas cemilan gorengan ini lebih eksklusif  dalam kemasan brand ‘Goerengan’ yang cukup berani.

CEO dan founder Goerengan Indonesia, Ishak Satya menjelaskan, ide awal lahirnya brand Goerengan berangkat dari concern pihaknya saat menyantap gorengan pinggir jalan. Dari panganan di pinggir jalan, kemudian ia kemas semenarik mungkin  menjadi gorengan kekinian.

“Saat ini saya bersama tiga partner lagi memegang brand Goerengan. Partner tersebut ada yang memegang produksi dan finance. Saya tidak bisa kerja sendiri, sehingga harus mempunyai team,” kata Ishak seraya menjelaskan brand ini mulai diluncurkan pada tahun 2020. 

Padahal menurut Ishak pada 2019 ia  masih bekerja sebagai professional di sebuah perusahaan. Partnernya yang pegang bagian produksi saat itu sudah bikin suatu brand, semuanya sudah disiapkan dan tinggal jalan. “Tapi tiba-tiba tidak jadi, karena ada pandemic. Padahal saat itu sudah ada yang mau invest tapi tidak jalan,” katanya dalam acara webinar Kopdar Online Foodizz  yang berlangsung 16 Oktober lalu.

Meski pada awalnya, menurut Ishak, Goerengan hanya sebagai side business, karena saat itu masih menjadi professional, namun  ia  merasa tertantang. Memang mulanya timbul rasa takut, karena sebagai professional yang biasa punya passive income   tiap bulannya, dengan terjun mengelola Goerengan,  berarti ia harus bisa mengambil segala resiko ketika membuka usaha sendiri.

Ishak mengakui sebelum meluncurkan brand Goerengan,  ia sudah lebih dulu berkutat di bisnis F&B beberapa kali, tapi hasilnya selalu gagal. Mungkin karena kurang pengalaman, tidak kuat mental dan tidak ada partner.

Namun siapa sangka sejak awal kelahirannya bulan Oktober 2020 lalu, Goerengan kini sudah membuka cabang ke-16 di kawasan Taman Palem, Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Dalam waktu dekat ini, ada beberapa cabang Goerengan lagi yang akan resmi buka di Grogol Jakarta, Golf Island di Pantai Indah Kapuk, Bogor, Petogogan, dan masih banyak lagi, sebagaimana dikutip dari beritasatu.com, pada 21 Februari lalu.

Goerengan memang membuka kesempatan bagi mereka yang ingin memulai usaha waralaba. Hanya dengan modal Rp 29 jutaan , mitra dapat membuka cabang Goerengan baru di lokasi pilihannya. Antusiasme baik dari calon mitra dan konsumen inilah yang selanjutnya mendorong Inhands X untuk turut berkolaborasi dengan Goerengan.

Namun demikian, saat ini sedang close sebenar karena kita siapkan  management lebih baik lagi, lebih okey lagi. Walam beberapa waktu ke depan pasti akan open bagi permintaan teman-teman yang mau buka di daerah-daerah.

Sampai saat ini Goerengan sudah berinovasi dengan merilis menu-menu gorengan kekinian, di antaranya ada ‘Bakwan XXL Check’ yang berukuran jumbo, ‘Risol Makan Cuy’, ‘Tahu Mipan Zu Zu Zu’ dan ‘Cireng Aaasiap!’. Perihal harga, Goerengan mematok harga yang cukup terjangkau, yaitu mulai dari Rp 15.000,- untuk menu satuan, dan Rp 25.000,- untuk menu paketan. Harga ini dibilang sebanding dengan kualitas dan rasa yang dijanjikan.

Menurut Rex  Merindo, CEO Foodizz, ketika melihat brand Goerengan bagus sekali. Ini bakalan sukses. Pertanyaannya kenapa pilih bisnis gorengan?

“Pak Rex jujur berawal dari pemikiran yang simple. Wakatu pandemi Covid-19 tahun lalu, orang-orang sangat taku keluar rumah, apa lagi makan makanan yang nggak trust. Saat itu banyak orang berpikir  dalam paradigm pemikirannya bahwa gorengan itu terkesan dengan minyak yang kotor. Beberapa berita yang saya baca banyak minyak memakai lilin supaya bisa putih lagi,” katanya serius.

Lebih lanjut ditambahkan, partner nya  berpikir bagaimana  gorengan ini tetap sustainable , karena sayang kalau  cemilan gorengan ini sempat punah. Saat awal pandemic tahun lalu, abang gorengan di pinggir jalan sudah tidak ada yang jualan. “Ada mungkin brand goerengan yang segmentasi, tahu saja, bakwan saja, pisang saja. Sebenarnya kami berpikir dari situ awalnya,” katanya.

Langkah berikutnya, tambah Ishak, bagaimana realisasi! Kita pikir  gorengan yang dari kecil kita tahu dan selalu makan sampai dewasa, bahkan papa mama kita masih makan. Dari terpikir bagaiamana membuat gorengan – ketika konsumen datang – melihat gorengan dengan minyak yang bersih dan live cooking dan tidak dingin, meskipun mereka yang datang harus menunggu sebentar untuk menggorengnya. Selah itu dengan cara makan yang berbeda dengan bungkus seasoning

Memang pada saat di coba pertama, ada yang gosong, produknya ada yang aneh. Kita pernah buat cireng yang di dalamnya diisi yang ‘aneh-aneh’. Benar kata Mas Rex membikin produk yang woow. Akhirnya bisa juga direalisasikan. Misalnya memuat bakwan sebesar tangan. “Namanya brand adalah Goerengan, memakai ejaan lama, karena masih memakai tradisi-tradisi lama

Sementara Rex melihat Goerangan yang menarik dari sisi packaging dan  gerobaknya. “Nah, itu impact nya  besar nggak sih, terkain dengan design seperti ini. Jadi, teman-teman yang menjalankan bisnis kuliner harus konsen terhadap ini. Kadang-kadang produknya sudah enak, tapi datang mau beli, tapi  packging pakai Styrofoam  atau bungkus Koran, sehingga nggak menarik,” jelas Rex.

Menurut  Ishak design packaging sangat ber-impact! Packaging itu merupakan over impression orang waktu makanan itu datang . Pasti konsumen melihat packaging nya dulu nih. Wah lucu ya. Koq bisa begini. Minimal packaging menjadi menarik, kemudian baru taste seperti apa?. Menurut saya gerobak itu merupakan first impression dari gorengan sendiri. Tentu design harus unik .

“Dari kita mulai buka, baru tak beberapa lama banyak yang mengikuti packaging mirip seperti kita. Mereka membuat packaging semi-semi kayak koran juga. Ternyata apa yang kita rencakan orang juga dapat insight,” kata ishak.

Ishak menambahkan, ketika Goerangan akan diluncurkan, menggunakan agency untuk mendesain gerobak. Tapi,  dibuat agency itu sesuai dengan arahan kita. Akhirnya pihak agency bisa merealisasikannya.

Menurut Ishak untuk memperkenalkan brand Goerengan pada awalna menggunakan platform TikTok. “Saya suruh orang coba deh masuki di TikTok, mau viral atau nggak itu ursan belakangan. Ternya waktu di share ke TikTok, karena konsep kita Goerangan yang kekinian , dengan cara makan kita, dengan packaging kita, setelah itu dengan. Kita bila Goerengan memakai minyak yang bersih. Tiga hari kemudian video  tersebut  masuk dalam instagram yang lumayan cukup besar. Impactnya cukup lumayan besar,” jelas Ishak.

Dari situ, pelan-pelan orang jadi aware. Orang banyak yang datang dari Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dari Bogor, dari Bandung “ Saya sampai bingun koq impact full sampai sebesar ini. Mereka datang ke store kita di Tanjung Ruren. Saya tanya kenapa Bapak ke sini? Anak saya lihat di TikTok, ini lucu,” urainya mngomentari pernyataan konsumen yang datang ke store Goerengan yang kini punya tagline: Jajanan Anak Indoensia .

Jadi, kalau kita punya konsep punya edukasi tentang produk kita, menurut Ishak dan kita masuki ke media sosial, ternyata sangat ber-impact sekali. Itu telah dibuktikan Ishak. Anda mau coba terjun ke bisnis kuliner? [] Yuniman Taqwa