Bisnis Alkes UD Hidayah Binaan YDBA Menembus Omzet Milyaran Rupiah
Bermodal keterampilan mengelas ia mampu mencetak omzet milyaran rupiah. Omzet penjualan sempat terjun bebas ketika Covid muncul hingga tinggal Rp20 juta per bulan. Tahun ini dengan bimbingan LPB YDBA, usahanya ditargetkan akan melampaui penjualan tertinggi sebelumnya.
Hidayat harus menggotong satu per satu alat kesehatan hasil karyanya seperti meja rontgen yang berukuran lumayan besar 200x70x70cm, tiang foto rontgen, tiang infus, lemari alkon, boks bayi sampai tempat tidur pasien, karena dalam radius kurang lebih 100 meter dari bengkelnya hanya bisa diakses dengan kendaraan roda dua. Pada satu titik pelanggan sudah menunggunya di ujung gang untuk kemudian produknya langsung didistribusikan ke beberapa klinik dan rumah sakit di wilayah Jabodetabek bahkan sampai keluar Pulau Jawa seperti Lampung, Bali dan Kalimantan. Demikian tergambar bagaimana pegiat usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengawali usahanya dengan segala keterbatasan yang ditemui.
Hidayat adalah pemilik UD Hidayah Alkes , salah satu pegiat UMKM binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) yang saat ini berada di posisi kategori Kelas Madya dan sedang dalam tahap ke Kategori UMKM Pra Mandiri .
Pada tahun 2016 Hidayat memutuskan berhenti kerja pada satu bengkel yang memproduksi alat kesehatan (alkes). Waktu itu ia dibayar upah Rp60 ribu/hari. Setelah 5 tahun bekerja akhirnya ia memilih membuka usaha sendiri . Dengan modal seadanya menggunakan satu set alat las gerinda yang sederhana dan ia mulai membuat produk alat kesehatan (alkes). Awalnya hanya 1 item. Kemudian terus bertambah hingga pada tahun 2017 ia mendapat order dari pelanggan yang memasok ke BKKBN. Saat itu ia mendapat order membuat lemari alkon (tempat penyimpanan alat dan obat kontrasepsi) sebanyak 200 unit , yang per unit ya senilai Rp6 juta. Pesanan itu berlangsung hingga tahun 2019, selama 2 tahun.
Sekedar diketahui, daerah tempat tinggal Hidayat, yaitu Desa Tarikolot, Kabupaten Bogor Jawa Barat memang terkenal dengan industry rumahan berbasis bahan baku logam. Menurutnya hingga saat ini tak sedikit pegiat UMKM yang bergerak di industry rumahan yang memproduksi alkes dan peralatan rumah tangga berbasis logam. Hal itu diakui Rahmat Handoyo, Department Head and Communication & Information System YDBA . Menurutnya , selain wilayah potensial, YDBA akan menempatkan LPB (Lembaga Pengembangan Bisnis) di satu wilayah tertentu bila terbentuk komunitas usaha sejenis. Seperti halnya di Desa Tarikolot ini yang tak sedikit masyarakat memiliki usaha di industri pengelasan logam.
Mengenal YDBA baru tahun 2019 persis ketika LPB YDBA Tarikolot Kabupaten Bogor baru diresmikan. “Baru masuk tahun 2020. Sejak gabung dengan YDBA banyak dapat pengarahan jadi lebih mengerti tentang manajemen produksi, manajemen keuangan dan sebagainya. Alhamdulillah selama dibimbing YDBA ada banyak perubahan dalam usaha saya.”ujar Hidayat.
Kurang lebih 2 tahun ia hanya terdaftar sebagai UMKM binaan YDBA, belum aktif mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan gratis cuma-cuma dari YDBA. Maklum, seperti gambaran UMKM lainnya, Hidayat beralasan kalau waktunya habis mengurus produksi agar pengiriman pesanan bisa tepat waktu. Selain itu, latar belakang pendidikannya yang lulusan Sekolah Dasar (SD) membuatnya merasa minder dan merasa tidak mampu dalam menyerap ilmu.
Baru di tahun 2022 akhirnya Mariyam istri Hidayat yang memberanikan diri hadir di beberapa kesempatan ikut pelatihan dan silaturahim dengan UMKM lain yang tergabung dalam UMKM binaan LPB Tarikolot. “Agak sulit juga sih karena anak saya masih kecil-kecil, jadi agak repot juga. Mau gak mau sekarang anak saya bawa-bawa ikut pelatihan,”tutur Mariyam, istri Hidayat.
Menurut Alif Athallah, salah satu Pembina UMKM dari LPB Tarikolot, UD Hidayah baru bergabung persisnya tahun 2020 namun baru aktif di kisaran tahun 2022. Kurang lebih setahun sekali dievaluasi yang diukurkan berdasarkan 3 pilar yakni pilar produksi, pemasaran dan keuangan. “Pada pilar produksi terdapat 5R (Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, Rajin). Salah satu pengimplementasiannya seperti di bengkelnya kami buat lay out agar terlihat lebih ringkas rapih. Produktifitasnya juga kita hitung, berapa kemampuan produksinya dalam sehari . Makanya jam kerjanya juga sekarang kita batasi agar atur. Kalau ada pesanan juga Pak Dayat mesti tahu harus selesai kapan. Jadi jadwal pengiriman pun lebih teratur sesuai jadwal,”papar Alif.
Sebelumnya Hidayat tidak mengenal manajemen waktu. Dapat order langsung dikerjakan dan sebisa mungkin selesai sesuai perjanjian. Sekali waktu ia kebanjiran order dan sempat keteteran yang membuat pelanggan marah karena selesai tidak tepat waktu. Namun, ketika mendapat bimbingan dari YDBA, ia baru memahami ternyata perlu belajar mengelola waktu. “Kalau sedang banyak order terpaksa kami ambil tenaga las borongan. Pokoknya dulu sebelum dilatih LPB masih ‘acakadul’,”canda Hidayat dengan logat sundanya.
Ia menambahkan, dulu sebelum bergabung dengan YDBA ia sering menanggung rugi ketika produk yang dihasilkan tidak sesuai pesanan. Terpaksa ia harus membeli bahan baku lagi.”Kerugiannya bisa 50% kalau produksi gagal,”kata Mariyam . “Tapi sekarang sejak menjadi binaan YDBA, masalah-masalah itu sudah berkurang karena sudah ada quality control (QC),”timpal Hidayat.
Dalam hal ini YDBA juga membantu UMKM membuka pasar lebih luas. Diantaranya UD Hidayah saat ini mendapat support dari PT Astra Komponen Indonesia (ASKI). “Alhamdulillah dengan bergabung di YDBA order saya bertambah,”ujar Hidayat dan Alif menambahkan, “ASKI secara tidak langsung menjadi ayah angkat bagi UMKM seperti UD Hidayah,”.
Tak dipungkiri saat ini Hidayat sudah mulai memahami proses pengelolaan usaha yang benar. Bapak tiga anak ini bahkan sudah memahami pentingnya konsep QCD (quality, cost, delivery). “Pak Hidayat sekarang sudah naik peringkat dari UMKM Madya menjadi UMKM Pra Mandiri. Kami mengukur kapabilitasnya dan sudah memenuhi kriteria UMKM Pra Mandiri karena pengimplementasian tiga pilar produksi, marketing dan keuangan sudah mulai dipahami,”ungkap Alif yang sedang dibahas LPB juga untuk bagaimana UD Hidayah bisa ikut masuk ke e-catalog kategori perorangan.
Diakui Hidayat saat ini paska pandemic omzet penjualan belum stabil. Bila sebelum nya bisa mencapai lebih dari Rp 1 milliar, di tahun lalu paska pandemic belum sampai di angka Rp 1 milliar. “Dulu saya sampai bisa umrah dan sudah bisa setor untuk naik haji,”ungkap pria 40 tahun ini.
Tapi sejak 2020, timpal Mariyam, orderan lemari alkon dan lain-lain dalam jumlah besar itu terhenti karena pandemic. Uang muka sudah masuk namun tiba-tiba ‘lockdown’ karena pandemi.
Hidayat bercerita, waktu Covid muncul, semua order lemari alkon terhenti. Yang tersisa hanya pasar ritel. Beruntung ia masih ada omzet penjualan sekitar Rp 20 juta per bulan yang berasal dari semua item produk dari alkes hingga alat-alat kebutuhan rumah tangga. Ditambah lagi perilaku belanja konsumen yang kala itu mulai bergeser ke online shop. Sejak Covid penjualan semakin menurun karena tak dapat bersaing dengan online shop yang menjual lebih murah.
Hingga sekarang Hidayat tak hanya fokus memproduksi alkes, ia juga menerima pesanan seperti loyang kue, rak-rak roti, jemuran hingga menerima pembuatan pagar dan kitchen set. Sampai saat ini setelah pandemic omzet berkisar Rp200 juta per bulan.
Saat ini di tahun 2023 untuk alkes, Hidayat khusus membuat alat radiologi. Seperti alat rontgen saja terdiri dari 8 item seperti meja rontgen X-Ray dan tiang foto rontgen ( X-Ray Viewer). Omzet per bulan sekarang berkisar Rp 40 – 50 juta per tahun ia berharap bisa mencapai Rp400 juta. Dan di tahun ini juga rencananya ia akan menerima order dari ASKI dengan jumlah yang cukup besar hingga ratusan unit dengan nilai jutaan rupiah. Setidaknya target omzet penjualan bisa mencapai Rp 800 juta per tahun bahkan tidak menutup kemungkinan bisa lebih dari Rp 1 milliar. “Tahun lalu (2022) sudah mulai dapat order lemari lagi tapi baru 15 unit. Tapi dalam waktu dekat kami akan dapat lagi pesanan 200 unit lemari seperti dulu tapi minta waktu selesai dalam waktu 2 bulan,”ungkapnya .
Dalam perkembangannya LPB YDBA membantu Hidayat dalam hal administrasi dan promosi seperti membuat proposal penawaran, membuat invoice dan lain-lain. Sebelumnya Hidayat bekerja ‘One Man Show’ semua ditangani sendiri mulai mencari order, beli bahan dan memproduksi. Makanya ketika bergabung dengan YDBA, ia mendelegasikan urusan pelatihan dan belajar administrasi ke istrinya yang berhubungan langsung dengan LPB Tarikolot. “Kalau dulu saya jarang ngobrol sama istri, sekarang gara-gara ikut YDBA dia sering ngobrol sama istri (diskusi-red),” papar Hidayat yang mengaku tidak ada mimpi muluk-muluk, semua ia jalani usahanya dengan bekerja keras saja.
Rencana jangka pendeknya ia ingin memperbaiki workshop (bengkel) yang saat ini baru ada 2 karyawan. Saat ini kondisi bengkel dari awal membangun usaha di tahun 2016 sampai sekarang kondisinya belum berubah. Luas bengkel sekitar 3 x 4 meter persegi dengan dinding bambu dan kayu yang berada di samping rumahnya. Justru ia ingin mengurangi perannya di lini produksi (bengkel) dan mulai belajar ilmu manajemen. Tidak menutup kemungkinan ia akan menambah jumlah karyawan. “ Tapi yang repotnya sekarang tukang lasnya yang terampil. Saat ini saya cuma perlu tambah 1 tukang las lagi,”kata Hidayat seraya menambahkan ia bersyukur saat ini sudah memiliki alat kerja memadai seperti 1mesin diesel, 3 unit alat las, 6 bor tangan dan duduk, sementara untuk proses pemotongan besi masih membayar ke tempat lain karena kondisi akses ke rumahnya yang sulit membawa bahan baku yang terlalu lebar.
Diakuinya hingga saat ini ia masih menggunakan fasilitas rumah dari mertua seluas 400 meter persegi, termasuk bengkel kerja menempati area tersebut. “YDBA juga bantu saya untuk dapat pinjaman KUR untuk produksi loyang kue senilai Rp30 juta,”tutur Hidayat yang mimpinya ke depan selain membuat workshop yang lebih layak, ia juga ingin membuat badan usaha perseroan terbatas .[]Siti Ruslina