Pentingnya Kemajuan Substansial Selesaikan Perundingan RCEP

Singapura, 14 November 2018, pelakubisnis.com – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) saat ini telah mencapai perkembangan  sangat signifikan.

Pernyataan ini disampaikan Mendag Enggar sebagai pemimpin delegasi Indonesia sekaligus Koordinator Para Menteri anggota RECP usai menghadiri Pertemuan Persiapan RCEP Tingkat Menteri (The Preparatory RCEP Ministerial Meeting), hari ini, 12/11, di Singapura. Pertemuan ini merupakan rangkaian pertemuan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang berlangsung pada 11-15 November 2018.

Hadir dalam pertemuan tersebut, para Menteri Ekonomi peserta RCEP yang terdiri dari 10 Menteri Ekonomi ASEAN dan 6 Menteri mitra perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN yaitu Australia, India, Jepang, Korea, China, dan Selandia Baru.

“Perkembangan RCEP saat ini sangat signifikan, meskipun tidak mencapai target sebagaimana mandat Kepala Negara anggota RCEP pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama di Manila, Filipina tahun lalu dan Paket Akhir Tahun yang sudah disepakati sebelumnya,” ungkap Enggar.

Indonesia sebagai penggagas sekaligus koordinator perundingan ini menekankan pentingnya pencapaian kemajuan yang substansial pada akhir tahun ini. “Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan publik atas manfaat peningkatan rantai pasok kawasan,” imbuh Enggar.

Melalui diskusi  intensif dalam format Menteri+1, Komite Negosiasi Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo, melaporkan status perundingan mengalami kemajuan  cukup substansial. “Ada lima Bab tambahan sejak pertemuan KTT RCEP tahun 2017, sehingga total tujuh Bab  telah disepakati, yaitu Kerja sama Ekonomi dan Teknis (ECOTECH), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Prosedur Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan (CPTF), Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Government Procurement), Institutional Provision, Sanitary dan Phitosanitary (SPS), serta Standard, Regulasi Teknis dan Prosedur untuk Penilaian Kesesuaian (STRACAP),” jelas Iman.

Adapun beberapa bab tertunda penyelesaiannya, menurut Iman, disebabkan  belum dapat tercapainya kesepakatan terkait isu bersifat keputusan politis meskipun pembahasannya telah dilakukan di tingkat menteri. Jika selama ini dua Negara yang selalu mempertahankan posisinya, yaitu China dan India, justru pada pertemuan kali ini memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi dan mendukung ASEAN. Sedangkan Jepang, sejak pertemuan Menteri RCEP pada  Agustus lalu cenderung memaksakan kepentingannya dan tidak bersedia menunjukkan fleksibilitasnya meskipun Negara peserta RCEP lainnya telah menunjukkan fleksibilitasnya atas kepentingan Jepang tersebut.

Menurut Enggar, para menteri telah menegosiasikan tiga bab berikut, yaitu Kompetisi, SPS, serta STRACAP, namun hanya dapat menyelesaikan dua bab  karena adanya resistensi dari Jepang. “Seharusnya pada tahap sekarang ini, para Menteri tidak lagi  mengulang posisi, tetapi menawarkan solusi serta bersedia merekalibrasi ambisinya untuk kepentingan bersama, seperti suasana pertemuan yang kami hadapi pada pertemuan ini. Namun, saya tetap optimis bahwa perundingan RCEP tetap dapat diselesaikan tahun depan,” imbuh Mendag Enggar.

Selanjutnya, para Menteri juga berencana  melaporkan kemajuan perundingan RCEP saat Pertemuan KTT RCEP ke-2 yang akan berlangsung pada tanggal 14 November 2018, masih dalam rangkaian KTT ASEAN ke-33. Dalam KTT RCEP ke-2, kemajuan substansial perundingan RCEP akan diumumkan dan masing-masing Kepala Negara anggota RCEP diharapkan memberikan komitmen politik yang lebih besar untuk mendorong penyelesaian perundingan RCEP.

“Kita akan terus mengawal kelanjutan dari keputusan para Kepala Negara RCEP pada KTT RCEP ke-2 pada 14 November nanti. Apalagi Indonesia, akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Perundingan RCEP ke-25 di Bali pada bulan Februari tahun depan,” tandas Mendag Enggar.

Bila perundingan RCEP ini mencapai penyelesaian, maka akan menjadi FTA regional terbesar di dunia karena mencakup lebih dari 48 persen penduduk dunia, 38 persen Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) dunia, dan sekitar 42 persen dari perdagangan dunia.

“Indonesia perlu menjadi bagian dari proses integrasi ekonomi regional RCEP ini karena negaranegara yang tergabung di dalamnya secara bersama-sama akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia, bila tidak, Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara sekitar,” ucap Mendag Enggar. []  yt