Mengintip Legenda Abon Cap Koki

Cita rasa yang khas dan konsisten menjaga formula resep leluhur menjadikan Abon  Cap Koki mampu bertahan hingga tiga generasi. Bagaimana generasi ketiga membawa brand ini lebih generik lagi?

Bila berkunjung ke Purbalingga, Jawa Tengah, jangan lupa membeli “buah tangan” yang cukup populer di situ. Salah satunya adalah Abon Cap Koki.  Abon  ini telah melintasi tiga generasi, eksis sejak 1940.  Kendati awal produksi abon daging sapi  ini belum memiliki merek, tapi seiring dengan perjalanan waktu, mulai dilakukan pembenahan untuk menanamkan awareness bagi masyarakat lokal.

Abon Cap Koki beberapa kali menerima penghargaan (Fot;o: Istimewa)

Novi Kurnia Setiawan adaah generasi ketiga dari pendiri Abon Cap Koki  yang kini meneruskan usaha keluarga. Alasannya  meneruskan usaha ini karena passion sebagai wiraswasta. “Saya dididik orangtua  agar bisa mandiri, tidak bekerja dan  bergantung dengan orang lain sebagai karyawan. Selain itu saya melihat masih ada banyak peluang yang bisa digali dan dikembangkan dari usaha ini, sehingga secara pribadi saya tertantang untuk terus membesarkan usaha ini,” katanya kepada pelakubisnis.com.

Menurutnya ia  terlibat aktif dalam pengembangan usaha ini sejak 2005.Sedangkan pendiri usaha keluarga ini dimulai oleh neneknya, Eyang Hj. Achwani. Menurut cerita ibunya, Eyang mulanya coba-coba membuat menu olahan daging sapi yang cocok untuk balita. “Usaha ini terus diturunkan ke ibu saya Hj. Pujiati Subagyo. Zaman Eyang dan Ibu saya belum ada mesin pembuat abon seperti sekarang.  Dengan perkembangan zaman Saya terus belajar menyesuaikan resep yang sudah ada agar cita rasa yang dihasilakn tidak berubah meskipun menggunakan mesin,” kata Novi.

Masa-masa kritis merintis usaha telah dilewati ibunda Novi, peranannya hanya mempertahankan abon warisan leluhur ini.  Meskipun hal itu tidaklah mudah.  Novi terus belajar, terus mendengarkan masukan, dan mempertahankan kualitas.

Novi menambahkan, Ibunya  mulai memproduksi abon secara serius sejak  1968.  Orang tuanya  merintis usaha ini dari nol.  Bermodalkan resep abon yang belum baku dari sang nenek, Ibu  dengan gigih menekuni produksi abon hingga memperoleh formula yang pas.

Dari tiga orang anak  Hj. Pujiati, Novi lah yang meneruskan usaha abon ini.  Di tangan Novi, pada 28 Januari 2015, abon Cap Koki telah memperoleh HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).  Skala usaha pun meningkat, penerapan tekhnologi sudah mulai dijalankan tanpa meninggalkan pakem yang ada.

Salah satu display booth Abon Cap Koki di event pameran (Foto: Novi Kurnia)

Lebih lanjut ditambahkan, situasi pasar yang dihadapi saat itu cukup beragam. Tingkat persaingan sangat ketat. Novi pun harus konsisten menjaga mutu, agar abon yang dihasilkan tetap terjaga orisionalitas rasa. Baginya menjaga cita rasa abon yang sudah dikenal masyarakat menjadi kunci bisa bertahan di persaingan yang ketat saat itu.

Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas abon yang dihasilkan, Novi pun terjun langsung mengawasi proses produksi. Dari mulai konsisten memilih bahan baku, baik daging maupun rempah, selalu dipegang  teguh resep para leluhurnya. “Hari ini sapi dipotong, hari ini juga produksi abon sapi diolah sampai jadi,” tegas Novi.  Rumah Potong Hewan (RPH) Purwokerto tempat yang Novi pilih untuk memperoleh daging kualitas terbaik.  Novi percaya RPH Purwokerto sudah terstandar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).

Menurut Novi, mata rantai dalam proses bisnis abon ini ia jaga agar terbangun simbiosis yang yang menguntungkan. Dari mulai mempersiapkan pasokan sapi, ia tak ingin menjadi ‘besar’ sendirian,. Para peternak sapi  libatkan dalam proses bisnis ini, sehinga mereka tahun standar kualitas apa yang dibutuhkan untuk memproduksi abon yang berkualitas. .  Secara berkala para peternak diberikan edukasi oleh Dinas perternakan agar kualitas ternaknya terjaga.

Selain itu, untuk menjaga kontinuitas  pasokan daging yang berkualitas, Novi membayar daging pesanannya di muka.  Petani hanya tinggal menyetor daging kualitas nomor satu pada Novi.   Tidak hanya satu atau dua orang petani yang menjadi mitra Novi.  Kelompok petani sapi lah yang terus memasok daging untuk dijadikan Abon Cap Koki.  Pasalnya, setiap kali produksi Novi membutuhkan daging sapi berkisar 60 sampai 80 Kg (kilogram).

Novi menambahkan,  lika-liku bisnis ini memang sangat menantang.. Banyak hal yang harus pelajari baik dari manajemen, produksi, pemasaran maupun keuangan. “Hal yang cukup berat adalah melakukan transformasi dari manajemen orang tua saya ke model manajemen yang saya inginkan. Saya tidak mau perubahan yang frontal tetapi saya ingin melakukan transformasi bertahap sehingga perubahan tersebut dapat dapat diterima oleh semua entitas yang ada di usaha ini,” katanya serius.

Lebih lanjut ditambahkan, sebenarnya model pemasaran masih sama yaitu model direct selling dan melalui reseller. Model ini hanya dikembangkan dengan menambahkan media online agar mengikuti perkembangan jaman saat ini. Ia juga mulai banyak mengikuti pameran sebagai  salah satu aktivitas promosi. “Saat ini saya juga mencoba mempelajari pasar ekspor untuk mencari pasar baru,” kata Novi serius seraya menambahkan kini pasar nasional sudah menerima produk olahan Novi, terlebih toko-toko premium di Karesidenan Banyumas.

Sementara bila dilihat dari grafik produksi maupun pendapatan yang cenderung mengalami peningkatan,  maka penetrasi pasarnya masih cukup bagus dengan kondisi persaingan dan tingkat ekonomi saat ini. Penetrasi pasar, kata Novi, lebih difokuskan ke penambahan permintaan pelanggan eksisting. Untuk perluasan pasar juga tetap dilakukan dengan menambah mitra reseller maupun jalur online.

Sedangkan distribusi ke pasar dilakukan secara langsung maupun melalui mitra usaha. Saat ini jalur mitra usaha menjadi strategi utama distribusi .”Target utama saya adalah menjadikan usaha kuliner dengan standar internasional dengan mengutamakan kesehatan pangan dan cita rasa yang unggul, urainya.

Bagi Novi kerja keras yang ditanamkan leluhurnya,  mengantarkannya meraih berbagai penghargaan.  Tahun 2014, Novi mendapat penghargaan dari pemerintah dalam ketagori Pertanian Berdaya Saing.  Tak hanya itu, Novi pun berhasil menyabet Satria Brand Award 2015, Abon Cap Koki menjadi produk pilihan masyarakat Jawa Tengah dan dinyatakan sebagai Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) berstandar Nasional.

Masih dalam tingkat UKM, Tahun 2016, abon Cap Koki memperoleh UKM Pangan Award.  Dan di tahun 2017 produk ini menjadi 10 besar food startup Indonesia serta masuk dalam grup penjualan terbaik.  Berbagai penghargaan yang sudah Novi raih tidak membuatnya terlena.  Seperti Ibundanya, Novi pun sudah memperisapkan putra putrinya untuk melanjutkan tongkat estafet ini.

“Keempat putra-putrinya sering saya ajak  ke pasar tradisional untuk mengenali bahan-bahan berkualitas. Dengan cara seperti itu secara tidak langsung Saya mengajarakan pada anak-anak.  Saya tidak tahu mana yang nantinya akan serius meneruskan usaha ini,” jelas Novi.

Novi pun tak berhenti hanya memproduksi Abon Cap Koki semata. Ia pun melakukan diversifikasi usaha dengan memproduksi serundeng dengan brand Abon Kelapa. Kini  CV. ABON CAP KOKI, kini memiliki dua produk unggulan, yaitu Abon Capk Koki dan Abon Kelapa (serundeng).

Bahkan,Abon Kelapa berhasil  mendapatkan penghargaan  IKM PANGAN AWARD 2018 Profinsi Jawa Tengah  dan penghargaan UKM PANGAN AWARD 2019 Nasional.

Namun demikian, tambah Novi, kendala yang dihadapi lebih pada  pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengembangan pasar. Menurutnya  saat ini cukup sulit mencari karyawan yang benar-benar mau bekerja.

Sedangkan pengembangan pasar memang memerlukan usaha yang cukup besar. Kondisi ini merupakan tantangan sekaligus peluang untuk Abon Cap Koki lebih dikenal masyarakat di tanah air bahkan di negara lain.  Apalagi saat ini muncul yang namanya digital marketing.  Dibagian lain, Novi menambahkan, pihaknya telah bekerjasama dengan salah satu starup pengelola pasar online Bibli.com.

Seperti yang diungkapkan Novi  di  rmoljateng.com, Abon Cap Koki sudah ekspor ke pasar Eropa dan Arab Saudi melalui buyer di Surabaya. Akhir 2018 lalu ia meluncurkan abon  kemasan isi 4 toples yang  dibandrol dengan harga Rp125 ribu  berisi empat jenis makanan, yaitu abon sapi, abon kelapa. Abon kentang dan bumbu pecel. [] Siti Ruslina/Foto: rmoljateng.com