New Normal, Mencari Keseimbangan Baru

Oleh Yuniman Taqwa Nurdin

New Normal adalah suatu keniscayaan. Hidup dalam kungkungan “batas-batas”  akan kehilangan eksistensi. Ia menjadi tidak ada dalam struktur  sosial yang telah membentuk budaya umat manusia ratusan tahun dalam suatu sistem kemasyarakat. Menyatu berinteraksi secara face to face menjadi rutinitas selama ini.

Tapi tiba-tiba pandemi virus corona atau Covid 19 memaksa kita hidup dalam ‘batas-batas’ keluarga kecil. Keluarga inti dalam suatu rumah – membentuk budaya baru – dalam menjalankan aktivitas.  Stay at home, work from home, sekolah dari rumah, ibadah dari rumah, dalam sekejap menjadi protokol yang mengikat kita menjadi aturan kolektif agar terhindar dari  Covid 19.

Sekonyong-konyong Covid 19 menjadi “musuh bersama”  yang memaksa kita taat azas agar terhindar dari virus yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya. Pasalnya di luar sana – seakan covid 19 “mengintai kita” dan siap menyatroni . Virus ini menjadi momok yang dampaknya  tidak hanya pada aspek kesehatan belaka, tapi merontokkan sendi-sendi ekonomi.

Menurut data Worldometers pada Jumat (12/6) pukul 12.20 WIB, jumlah kasus Covid 19 di dunia mencapai 7.597.426 orang. Dari jumlah tersebut, 423.846 orang meninggal dunia akibat virus dan 3.841.943 dinyatakan sembuh.

Sementara,  jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga kini (12/6)  terjadi penambahan sebanyak 1.111 orang.  Maka totalnya menjadi 36.406 orang yang terkonfirmasi positif Covid19. Total jumlah orang yang sembuh ada 13.213 orang, sedangkan yang meninggal dunia totalnya menjadi 2.048 orang.

Guncangan skala besar dari pandemi Covid 19, menyebabkan ekonomi global dalam kontraksi sangat parah. Menurut perkiraan Bank Dunia, ekonomi global akan kontraksi hingga 5,2 persen tahun ini. Itulah ancaman ekonomi yang kita hadapi. Betapa ketidakberdayaan kemampuan umat manusia dalam  beradaptasi menerima budaya baru. Hidup berdampingan dengan virus corona harus “menelan korban” jiwa, dan menimbulkan “kepanikan sosial”, karena ekonomi terjun bebas ke titik nadir.

Kontraksi tersebut menjadi resesi terdalam sejak Perang Dunia II dengan sebagian besar ekonomi mengalami penurunan output per kapita yang dalam sejak 1870. Laporan ini disampaikan bank dunia dalam laporan terbarunya, Global Economic Prospects, yang dirilis Senin (8/6).

Sementara itu, pasar dan ekonomi negara berkembang (EMDEs) diprediksi kontraksi 2,5 persen sepanjang 2020. Ini menjadi kontraksi pertama EMDEs sebagai sebuah kelompok, dalam setidaknya 60 tahun terakhir. Pendapatan per kapita diperkirakan menurun sebesar 3,6 persen, akan membawa jutaan orang ke dalam kemiskinan ekstrem tahun ini, sebagaimana dikutip dari republika.co.id

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97% year-on-year (yoy). Pertumbuhan tersebut mengalami kontraksi 2,41% dibandingkan triwulan IV 2019. Pertumbuhan ekonomi trwiulan I 2020 ini, lebih rendah dari kuartal I-2019 yang 5,07% yoy dan lebih  kuartal IV-2019 yang tercatat 4,97% yoy.

Pemerintah menyebutkan pertumbuhan ekonomi terus menurun. Bahkan sudah menuju ke arah negatif pada kuartal II/2020 karena penurunan kegiatan ekonomi selama Pembatasan Skala Berskala Besar (PSBB) karena Covid19.

“Pertumbuhan ekonomi menurun dan bahkan sudah menuju daerah negatif pada kuartal kedua 2020. Leading economic indicator menunjukkan penurunan signifikan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso dalam paparan tertulis dalam sebuah diskusi, sebagaimana dikutip dari bisnis.com pada 8/6.

Tak urung pemerintah pun mulai mengedukasi masyarakat bahwa kita harus hidup berdampingan dengan virus corona. Percepatan Penanganan Covid19 mengumumkan tahapan rencana pembukaan sektor ekonomi untuk melaksanakan program masyarakat produktif dan aman Covid-19 atau new normal.

Gugus Tugas telah mempertimbangkan risiko penularan yang menggunakan indikator kesehatan masyarakat berbasis data yakni epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Penilaian dampak ekonomi dilaksanakan dengan menggunakan indikator indeks dampak ekonomi dari 3 aspek yaitu aspek ketenagakerjaan, proporsi Produk Domestik Regional Bruto sektoral, dan indeks keterkaitan sektor.

Jakarta, misalnya, mulai diberlakukan PSBB transisi mulai 5 Juni 2020 yang rencananya akan dievaluasi sampai akhir Juni ini. Keran ekonomi mulai dibuka secara bertahap, bila  kita tidak ingin terpuruk terlalu dalam. Semakin lama PSBB diberlakukan, semakin membengkak anggaran yang harus dikuncurkan pemerintah untuk  menanggulangi dampak dari pandemi yang tidak jelas sampai kapan akhir dari ini semua.

Dalam tempo dua bulan lebih pemberlakuan PSBB, pemerintah menambah anggaran untuk penanganan wabah Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sebanyak Rp35,5 triliun. Dengan tambahan itu, total anggaran yang sebelumnya Rp641,7 triliun naik menjadi Rp677,2 triliun. Sejauhmana   kemampuan pemerintah  memikul beban yang angkanya terus membengkak bila PSBB terus dilanjutkan?

Hidup berdampinga dengan virus corona menjadi suatu keniscayaan! Tiada pilihan lain sepanjang belum ditemukan vaksin dan obatnya.  Kita pun yakin mampu beradaptasi dengan normal baru yang menjadi sistem nilai yang perlu dipatuhi. Sebab new normal bukan merupakan “palu vonis” yang melemparkan kita ke sudut ring, terkapar tak berdaya.

Justru new normal mengajarkan kita hidup lebih bijak , menjaga kebersihan, misalnya, yang mungkin selama ini terabaikan dalam rutinitas hidup. Tidak hanya itu, gaya hidup hedonisme – dengan sejumlah atribut simbul – gaya jet set, seakan menjadi ukuran modern dalam kehidupan sosial  Cipika-cipiki yang bukan muhrim seakan menjadi protokol untuk dapat stempel jet set.

Hidup menjadi “kanibalisme”! Halal dan haram menjadi tirai tipis yang sulit dibedakan dalam modern zaman. Hari ini makan apa, di satu pihak dan besok  makan siapa, di pihak lain – seakan menjadi  legalitas dalam sebuah eksistensi. Entah apa lagi yang akan di eksploitasi ke depan?

Itulah yang menjadi intropeksi diri bahwa hidup bukan hanya sebatas eksploitasi. Hidup merupakan pendulum yang menjaga  titik keseimbangan. Ada aturan-aturan Ilahi yang secara sadar harus ditaati. Ketika ketidakseimbangan sudah melewati ambang batas, maka Allah SWT akan murkah. Bila sudah murkah, tak satu makluk pun dapat mencegahnya…!

Oleh karena itu, hidup berdampingan dengan virus conona, merupakan sirklus pendulum mencari titik keseimbangan baru. Bahwa hidup tidak bisa “hantam kromo”. Ada protokol hidup yang harus ditaati bila kita ingin selamat dunia akhirat. Amien…! [] foto ilustrasi: ist

 

*Penulis pimpinan redaksi pelakubisnis.com