Perpres N0 112 Tahun 2022 Dorong Percepatan Transisi Energi

Upaya pemerintah memempercepat Net Zero Emission semakin jelas! Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik menjadi indikator keseriusan itu. Bagaimana Perpres tersebut mengatur transisi energi?

Program transisi energi baru terbarukan (EBT) mulai menurnjukkan tanda semakin jelas. Terbukti dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik resmi diteken  Presiden RI Joko Widodo. Dalam Perpres tersebut diputuskan tidak lagi mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang baru.

“Dengan turunnya Perpres 112 tahun 2022, rencana pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) itu supaya dipercepat dan ada rencana mempensiunkan PLTU yang sudah memenuhi keekonomiannya,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif pada acara CoalTrans Asia Tahun 2022 di Nusa Dua, Bali pada 19 September lalu.

Menurut Irwandy,  mempensiunkan PLTU harus disesuaikan dengan supply and demand kebutuhan nasional, sehingga tidak mengganggu stabilitas kelistrikan nasional. ”Ada pula (PLTU) yang dikecualikan untuk dipensiunkan, yaitu PLTU yang sudah ada di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listri  sebelum berlakunya Perpres ini, kemudian PLTU yang sudah terintegrasi dan akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam,” ujarnya.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin mengungkapkan,  dalam transisi energi harus memperhatikan realita bahwa batubara saat ini masih menjadi pemasok energi paling besar.

“Transisi Energi harus diatur yaitu, dengan berkeadilan, artinya bagi kita memang memiliki batubara jadi masih bisa menggunakan apa yang kita punya dan juga berkelanjutan, jangan sampai nanti tertekan sehingga tidak maksimal pemanfaatannya,” jelasnya.

Pemanfaatan batubara dalam transisi energi, jelas Ridwan, melalui pengembangan teknologi sehingga bisa menjadi lebih bersih sehingga dapat menekan emisi yang timbul dari batubara. “Kalau pembangkit kan sudah ada yang ultra supercritical, kemudian dengan teknologi co-firing yang memanfaatkan biomassa,” Imbuh Ridwan.

Selain bahan baku untuk listrik, tambah Ridwan, batubara juga dapat dipergunakan untuk produk turunan yang lain, yaitu sebagai carbon aktif, dimethyl ether (DME), gasifikasi ke methanol, briket, dan lainnya.

“Saya kira arahnya ke sana (pemanfaatan turunan batubara), Namun, yang penting sekarang selain penguasaan teknologi itu adalah rangka waktunya, kita perlu waktu untuk menyesuaikan cita-cita ideal yang diinginkan global,” tutupnya.

Sementara Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, pada acara Sosialisasi Perpres Nomor 112 Tahun 2022, pada Jumat, 7 Oktober mengatakan, Perpres ini dalam perjalanannnya mengalami beberapa perubahan dari sisi substansinya. Sebelumnya, kita ingin ada acuan harga listrik yang akan dibeli secara single offtaker oleh PLN. Tetapi kemudian menjadi lebih luas dan komprehensif dengan apa yang sedang disusun, dikembangkan, didorong dan dijalankan oleh Pemerintah untuk transisi energi menuju NZE.

Menurut Dadan, meskipun penamaan Perpres ini terkait dengan EBT, tetapi di dalamnya terdapat pengaturan-pengaturan secara khusus yang memprioritaskan pengembangan pembangkit EBT dan menghentikan pembangkit PLTU.

“Dalam perpres ini disebutkan secara jelas Indonesia tidak akan membangun PLTU yang baru, kecuali yang sudah masuk dalam rencana, kecuali yang masuk RUPTL, kecuali yang sudah masuk PSN (Proyek Strategis Nasional), yang memberikan kontribusi ekonomi secara strategis dan besar secara nasional. Itu juga diikat di dalamnya bahwa dalam 10 tahun setelah pembangkit tersebut beroperasi, emisi Gas Rumah Kaca harus turun minimal 35%,” jelasnya.

Pemerintah, lanjut Dadan, akan terus berupaya mematuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, terutama untuk mencapai komitmen yang ambisius. Komitmen yang dimaksud yaitu komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 sesuai Nationally Determined Contributions (NDCs). Dan untuk Net Zero Emission (NZE) sektor energi ditargetkan akan dicapai pada tahun 2060 atau lebih cepat.

“Dengan terbitnya Perpres ini, kita jadi punya suatu regulasi yang mendukung percepatan EBT menjadi lebih komprehensif. Kebijakan harga yang lebih jelas, yang ditetapkan oleh Presiden, yang selama ini regulasi berada dalam level Peraturan Menteri,” imbuh Dadan.

Perpres ini diharap mampu menarik investasi khususnya investasi hijau dari pembangkit beserta hal terkait lainnya dan dapat mendorong peningkatan bauran EBT.

“Dengan semakin lengkapnya regulasi, ada investasi-investasi industri pendukung pada akhirnya akan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan menjaga daya saing dan kompetisi. Dengan tersedianya pembangkit listrik hijau, diharapkan akan mendorong green industry, untuk industri-industri yang harus memanfaatkan energi bersih, kita punya target 23 persen pada tahun 2025,” tutur Dadan.

Lebih lanjut Dadan mengungkapkan adanya arahan Presiden terhadap Kementerian/Lembaga terkait sesuai kewenangannya melakukan upaya-upaya penguatan regulasi dan program kegiatan.

“Kita sudah melakukan sinergi dengan lembaga dan kementerian lain untuk melakukan rule improvement. Kementerian ESDM akan secara pro-aktif, berdiskusi dan melakukan pembahasan untuk menyusun regulasi lain, yang kami lakukan secara paralel,” urainya.

Ia menyampaikan apresiasi yang setingi-tingginya kepada para perwakilan Kementerian/Lembaga yang telah terlibat aktif dalam proses penyusunan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.

Perpres 112 Tahun 2022

Ketentuan mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, antara lain mencakup Pembangkit Listrik Tenaga Air, Panas Bumi, Surya, Bayu, Biomassa, Biogas, Tenaga Air Laut, dan Bahan Bakar Nabati.

Adapun tujuan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang Peraturan Presiden ini adalah dalam rangka peningkatan investasi, percepatan pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan kebijakan energi nasional, dan penurunan emisi GRK.

Secara singkat, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 ini terdiri atas tujuh bab dan 42 pasal, yang mengatur hal sebagai berikut:

1. BAB I KETENTUAN UMUM

Mengatur mengenai definisi dan batasan pengertian; Penyusunan dan Pelaksanaan RUPTL berbasis Energi Terbarukan; dan Transisi Energi berupa percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU dan ketentuan pelarangan pembangunan PLTU baru.

2. BAB II HARGA PEMBELIAN TENAGA LISTRIK

Mengatur mengenai ketentuan Harga Pembelian Tenaga Listrik berupa:

a. Harga Patokan Tertinggi secara staging (2 tahap) tanpa eskalasi dengan faktor lokasi berlaku yang berlaku pada staging 1 untuk semua kapasitas pembangkit, untuk jenis Pembangkit Listrik Tenaga Air; Panas Bumi; Surya; Bayu; Biomassa; Biogas; Ekspansi; dan excess power; serta

b. Harga Kesepakatan untuk jenis Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati, Energi Laut; dan Peaker.

3. BAB III PELAKSANAAN PEMBELIAN TENAGA LISTRIK

Mengatur mengenai ketentuan pembelian tenaga listrik dengan mekanisme:

a. Penunjukan langsung untuk semua kapasitas pembangkit:

– PLTA/M/MH Waduk (berlaku sebagai penugasan)

– PLTP (berlaku sebagai penugasan)

– PLT Hibah (berlaku sebagai penugasan)

– Ekspansi PLTA, PLTP, PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm, PLTBg

– Excess power dari PLTA, PLTP, PLTBm dan PLTBg;

b. Pemilihan langsung untuk: PLTA, PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm PLTBg, PLT BBN dan PLT Energi Laut untuk semua kapasitas pembangkit.

4. BAB IV PERJANJIAN JUAL BELI LISTRIK

Mengatur mengenai ketentuan Perjanjian Jual Beli Listrik antara Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang pemilihan langsung atau penunjukan langsung dengan PT PLN (Persero).

5. BAB V DUKUNGAN PEMERINTAH

Mengatur mengenai ketentuan dukungan Pemerintah dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, Menteri Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Perindustrian, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Pemerintah Daerah.

6. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Mengatur mengenai ketentuan Pembinaan dan Pengawasan berupa pelaporan atas pembelian tenaga listrik dan kemajuan pelaksanaan pembangungan pembangkit tenaga listrik berbasis energi terbarukan.

7. BAB VII Ketentuan Peralihan

Mengatur mengenai ketentuan dan pengaturan untuk kegiatan pengembangan energi terbarukan yang telah eksisting sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.[] Yuniman Taqwa