Cedefindo Sumbang 40 Persen Revenue Martha Tilaar Group

Salah satu anak perusahaan Martha Tilaar Group, PT Cedefindo terus berlari kencang hingga mampu memberikan kontribusi omzet hingga 40 persen dari total revenue Martha Tilaar Group. Saat kini PT Cedefindo sudah menangani kurang lebih 650 klien makloon. 5% dari jumlah tersebut termasuk di antaranya adalah UMKM dan Cedefindo turut andil dalam pengembangan segmen tersebut. Bagaimana kinerja perusahaan di bawah kepemimpinan Kilala Tilaar ini?

Sejarah Martha Tilaar Group  berawal dari sebuah salon 6×4 meter yang didirikan oleh Martha Tilaar di garasi rumah orang tuanya di Menteng, Jakarta Pusat. Usaha kecantikan Martha Tilaar terus berkembang hingga kemudian dilirik oleh pemilik PT Kalbe Farma, Theresia Harsini Setiady dan Boenjamin Setiawan melalui proses merger untuk mendirikan PT Martina Berto Tbk dan  meluncurkan brand kosmetik  Sariayu. Ketika krisis ekonomi tahun 1998, PT Kalbe Farma memilih fokus ke bisnis farmasi. Divisi kosmetik Kalbe Farma (Martina Berto) – termasuk PT Cedefindo pada akhirnya dimiliki sepenuhnya oleh Martha Tilaar dan keluarga.

PT Cedefindo lahir ketika munculnya  larangan  impor produk-produk kosmetik oleh pemerintah pada tahun 1981. “Saat itu secara regulasi, produk-produk kosmetik asing tidak bisa langsung masuk ke Indonesia. Harus bekerja sama dengan perusahaan lokal. Karena itu, dibentuklah CeDef Indo,” kata Kilala Tilaar, CEO Martha Tilaar Group kepada pelakubisnis.com, akhir April lalu. Pada perkembangannya CeDef Indo berganti nama menjadi PT Cedefindo pada tahun 1999 setelah diakuisisi Martha Tilaar Group.

Menurut  Kilala, awalnya Cedefindo dikenal sebagai produsen ‘Cosmetic De French Indonesia’ (CeDef Indo) yang memperkerjakan beberapa tenaga asing (ekspatriat). Sebagai industri manufaktur, CeDef Indo yang saat itu dimiliki Kalbe Farma fokus sebagai agent dan distributor “French Cosmetic” dari beberapa brand kosmetik ternama pada saat itu. Pada tahun 1989 dan hingga kini, PT Cedefindo memilih fokus pada layanan jasa manufaktur kecantikan atau lebih dikenal dengan jasa makloon untuk memproduksi produk-produk kosmetik di Indonesia.

Pada perkembangannya PT Cedefindo dikenal sebagai salah satu pusat produksi atau toll manufacturing yang memproduksi kurang lebih 80% peredaran indie brand di market Indonesia. Tak hanya indie brand, beberapa perusahaan nasional dan multinational juga mempercayakan produksi produk-produk mereka kepada PT Cedefindo.

Ketika e-commerce mulai marak dan berkembang di Indonesia tahun 2015, sejumlah selebriti, artis dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melirik bisnis kosmetik. Mereka disebut independent brand atau beautypreneur (brand-brand kecil dan UKM).  Sementara Cedefindo, menurut Kilala, mempunyai kapasitas besar untuk memproduksi produk-produk kosmetik. “Kenapa tidak di-share saja kapasitas tersebut kepada mereka melalui mekanisme resource sharing,” katanya serius seraya menambahkan banyak UKM yang memproduksi kosmetik di Cedefindo. Apalagi BPOM sangat ketat dalam menerapkan standar bahan baku, seperti Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), izin-izin tertentu dan system jaminan halal sehingga  PT Cedefindo mengambil peran sebagai kakak angkat beautypreneur ini dalam mengembangkan dan memproduksi kosmetik yang berkualitas dan terstandar.

Lebih lanjut ditambahkan, pada tahun 2020, bisnis kosmetik semakin booming sejalan meningkatnya minat pada produk kosmetik, sehingga makin banyak pemain di pasar kosmetik. Mekanisme resource sharing yang dijalankan PT Cedefindo kian menarik minat perusahaan swasta nasional, multinasional maupun indie brand untuk melakukan produksi di Cedefindo. Hal ini juga didukung fakta bahwa pasar Indonesia untuk produk kosmetik sangatlah besar.

“Terjadi disrupsi  dalam bisnis kosmetik. Dulu, untuk memiliki brand kosmetik, mereka harus punya fasilitas produksi sendiri, punya tim penjualan sendiri, harus punya jalur distribusi sendiri sampai ke ritel. Tapi dengan booming e-commerce, semua orang dimudahkan untuk menjual melalui e-commerce. Fenomena itu yang mendorong Cedefindo berkembang pesat”, papar  Master of Business Administration dalam bidang Marketing dari Suffolk University dan Harvard University ini.

Kilala menambahkan, Cedefindo ditopang oleh tiga segmen. Pertama, perusahaan multinasional. Banyak perusahaan mutinasional yang membuat produk-produk kosmetik di Cedefindo untuk pemasaran regional. Segmen kedua, perusahaan nasional (yang sudah memiliki pabrik di Indonesia), tapi sebagian diproduksi di Cedefindo. Ketiga, segmen independent brand, seperti sejumlah selebriti, artis dan beautypreneurs muda.

Independent brand atau beautypreneur (brand-brand kecil dan UKM) antusias terjun ke bisnis kosmetik

Ia menambahkan, jasa yang diberikan Cedefindo mulai dari perizinan merek, perizinan BPOM, Sertifikasi Halal, desain kemasan, packaging sampai promosi. Ada juga pelayanan berupa semi contract manufacturing yang menyediakan hanya jasa bulk processing dan pengemasan produk sementara untuk product development, raw material atau packaging material semuanya ditangani klien. Bagi yang memiliki  pabrik namun terkendala overcapacity, Cedefindo juga menyediakan jasa filling dan packing saja dengan kemasan dan product bulk yang disediakan klien.

“Seberapa pun kompleksitas order dari klien, kami akan berupaya untuk memenuhinya. Karena itu, sampai saat ini Cedefindo telah menangani 650-an klien dalam dan luar negeri,” jelas Kilala.

Dengan kata lain, lanjutnya, Cedefindo bisa memanfaatkan ekosistem yang dimiliki Martha Tilaar Group. Cedefindo menyediakan “end to end” proses, mulai dari bahan baku, produksi, formulasi, tes laboratorium hingga barang tersebut dipasarkan. Sekitar 15 persen klien Cedefindo sudah memanfaatkan ekosistem Martha Tilaar Group.

Menurutnya, meski core business Martha Tilaar Group di bidang kosmetik dan Cedefindo sebagai salah satu anak perusahaan melayani jasa makloon produksi kosmetik, tapi hal tersebut tidak menjadi masalah. Martha Tilaar Group juga tidak melihat kehadiran para pemain baru di industri kosmetik sebagai competitor, tapi sebagai bagian dari pengembangan industri kosmetik di tanah air. 

“Kalau cuma saya dan  beberapa pemain besar kosmetik yang ada di Indonesia tidak ramai,  market tidak kompetitif. Bagi internal (Martha Tilaar Group-red), itu sebuah tantangan, sehingga menjadi motivasi bagi internal untuk bekerja lebih baik lagi,” jelas pria yang menyelesaikan pendidikan Management & Administration di Harvard University, Amerika Serikat ini.

Martha Tilaar Innovation Centre mengembangkan Plantasens Berto yang menggunakan hasil sumber daya alam Indonesia

Lebih lanjut ditambahkan,  menurut Kilala ekosistem Martha Tilaar Group yang bisa dimanfaatkan oleh klien adalah bahan baku produk. Produk-produk yang dibuat di PT Cedefindo telah melalui uji efikasi dan safety baik di Martha Tilaar Innovation Centre (MTIC) maupun laboratorium independen terakreditasi. Sama seperti induk usahanya, yaitu PT Martina Berto Tbk, produk-produk yang dibuat di PT Cedefindo diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan yang sumbernya dapat dipercaya, dapat ditelusuri secara etis, serta dibuat dengan mempertimbangkan kesehatan manusia dan lingkungan. Terlebih lagi Martha Tilaar Innovation Centre telah mengembangkan dan memproduksi bahan aktif alami yaitu Plantasens Berto yang menggunakan hasil sumber daya alam Indonesia, baik untuk kebutuhan internal maupun untuk ekspor. Ini adalah upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor karena hampir 35% bahan baku yang digunakan untuk produksi kosmetik di dalam negeri merupakan bahan baku impor. Untuk ekspor, pendistribusiannya dibantu oleh Clariant, perusahaan kimia khusus terkemuka di dunia.

Kini Martha Tilaar Group berhasil mengurangi bahan baku impor kosmetik hanya tinggal 75 persen. Pihak Martha Tillar Group sejak tahun 2000 telah menjalin kerja sama dengan petani untuk memasok bahan baku kosmetik. “Tapi petaninya kurang maju karena hanya memasok untuk kepentingan Martha Tilaar Group. Padahal mimpi besarnya agar industri kosmetik ini terbebas dari pasokan bahan baku impor,” ungkap putera bungsu Martha Tilaar ini.

Kilala menambahkan, pada tahun 2000-an Ibu Martha berkunjung ke Prancis. Melihat petani di sana bermobil mewah. “Tapi kenapa petani kita miskin-miskin? Ibu Martha bilang, kita harus riset dengan menggunakan kapasitas yang Kalbe ajarkan ke kita. Dilakukan investigasi tanaman-tanaman lokal Indonesia. Ada 33.000 tanaman obat, aromatik, dan kosmetik di Indonesia,” tutur  Kilala yang sempat menempati posisi Deputi Direktur Pemasaran PT Martina Berto Tbk  ini.

Menurut Kilala, Martha Tilaar Group memiliki tim R&D untuk menyelidiki tanaman-tanaman ini. Hasilnya sampai sekarang Martha Tilaar Group memiliki 40-an paten tanaman-tanaman  endemic lokal yang berkhasiat. “Nah, hasilnya, nggak bisa kita pakai sendiri, egois banget itu. Untuk mendapatkan economic of scale, kita berusaha menjualnya ke pemain-pemain kosmetik lokal,” tandasnya. Oleh karena itu, Kilala selalu menyarankan klien-klien di Cedefindo untuk menggunakan bahan baku lokal. Setiap klien memang mempunyai formula yang berbeda-beda sesuai dengan order. Namun pihak Cedefindo, kata Kilala akan memberi saran untuk menggunakan bahan baku lokal, menerapkan inovasi terbaru dan mengikuti tren, baik dari raw material hingga kemasan, agar masing-masing produk memiliki diferensiasi yang pada akhirnya menjadi unique selling product-nya.

“Melalui kerja sama dengan Clariant, ekstrak Berto yang dihasilkan dari riset kami telah berhasil dijual ke Uni Eropa, Amerika dan akhirnya banyak yang pakai. Misalnya tanaman tebu Indonesia yang dapat berfungsi eksfoliasi kulit (regenerasi kulit-red). Produk ini banyak dipakai di Uni Eropa,” tambah Kilala. “Kemudian Pepaya Indonesia, dengan menggunakan pemisahan enzim  kita bisa jual ke Filipina.  Pepaya bagus enzim-nya untuk membuat kulit lebih cerah.”

Cedefindo juga melakukan pembinaan kepada UKM-UKM klien. Misalnya, memberi saran kepada klien kalau ingin masuk ke pasar ritel, “Biaya akan semakin membengkak, karena dipotong margin untuk distributor sekitar 30 persen, margin untuk ritel 40 persen, belum bayar beauty consultant, belum sewa tempat. Angka-angka itu harus dihitung,” tukasnya. Cedefindo juga punya kepentingan agar perusahaan-perusahaan kliennya bisa maju, sehingga bisa meningkatkan kapasitas produknya.

Saat ini menurut Kilala, berdasarkan data ada beberapa pemain makloon, baik dalam skala besar maupun kecil (kelas ruko atau home industri)  yang memberi jasa pembuatan produk kosmetik. Sedangkan pemain manufaktur kosmetik skala besar di Indonesia, hanya sekitar tujuh pemain.  Untuk bisa masuk ke lini bisnis  ini bukanlah perkara mudah. Pasalnya, menyangkut permasalahan keamanan produk, kualitas produk, supply chain, perizinan dan sebagainya.

“Pengalaman menentukan sekali kesuksesan dari kualitas produk, termasuk kelancaran delivery produk,” lanjut Kilala. Bahkan ketujuh manufaktur kosmetik besar itu saling bekerja sama satu sama lainnya, karena era sekarang zamannya kolaborasi.

Sejauh ini utilisasi produksi di Cedefindo baru sekitar 35 persen dari kapasitas terpasang. Namun demikian, pertumbuhan Cedefindo selama tiga tahun terakhir ini mencapai hingga 400 persen. Melihat kondisi demikian, kata Kilala, manajemen pasti akan memikirkan ekspansi pabrik untuk memenuhi kebutuhan pasar. Namun Kilala optimis dengan pertumbuhan bisnis dan performa yang kian membaik, PT Cedefindo  bisa berkontribusi dalam meningkatkan kinerja bisnis induk perusahaannya, PT Martina Berto Tbk dan berharap bisa membantu tumbuhnya brand lokal baru, serta entrepreneur muda di tanah air agar produk asli Indonesia bisa menjadi Tuan dan Nyonya rumah di negeri sendiri. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa/Ilustrasi Foto: Martha Tilaar Group