Kiprah Bisnis Gula Aren Jufrizal

Gula aren semakin diminati pasar. Tak hanya di dalam negeri, pasar ekspor bernilai milyaran rupiah pun siap menanti.  Jufrizal salah satu produsen yang jeli mengembangkan produk komoditi ini hingga ke pasar global.

Kandungan gula aren yang dinilai lebih baik dari gula pasir ataupun gula merah/jawa  belakangan ini menjadi kian populer. Selain menjadi pemanis bagi kopi, gula aren juga menjadi bahan baku utama membuat boba yang sedang tren di kalangan pencinta minuman kekinian. Gula aren yang terbuat dari sari atau nira pohon aren dinilai lebih manis dan aromanya lebih kuat dibanding gula jawa.

Gula aren mengandung antioksidan, kalsium, zinc, zat besi dan potassium juga mengandung serat inulin yang berfungsi  menjaga sistem pencernaan karena sifatnya memperlambat penyerapan glukosa dalam tubuh. Gula aren juga aman bagi penderita diabetes karena kadar indeks glikemik yang rendah.

Dalam perkembangannya gula aren semakin banyak diminati  pasar. Tak hanya  membidik segmen konsumen perorangan  dan industri makanan minuman (mamin) di Indonesia,  pasar global pun kini menjadi target pasar bagi para produsen gula aren di tanah air.

Namun dalam menghadapi pasar global tentu perlu kesiapan dalam hal inovasi produk maupun cara pemasarannya. Dibutuhkan kepandaian membangun kerjasama dengan para stakeholder di dalam negeri maupun dengan pihak di negara tujuan ekspor.

Muhamad Jufrizal bersama Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, Ganjar Gunawan AP yang tengah berkunjung ke kantor LP5MP/Foto: Dok. Pribadi

Seperti Muhamad Jufrizal, Ketua  LP5MP (Lembaga Pengkajian Pemantapan Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat-red) salah satu penggiat usaha gula aren di Bogor yang telah berhasil membawa produksi arennya menembus pasar ekspor. Mengawali bisnis gula aren sekitar tahun 2011.  Saat itu ia baru merintis penanaman pohon aren di Taman Nasional Gunung Haliman Salak, Kebandungan Sukabumi, Jawa Barat. Program penanaman pohon aren ini tak lain ide dari MS Kaban semasa menjabat sebagai Menteri Kehutanan RI.   Terjadi sinergi antara dirinya  sebagai professional dengan petani setempat menggunakan lahan milik Kementerian Kehutanan. “Rencananya kami akan gunakan lahan itu untuk tanaman aren, cokelat dan kemiri. Namun dari hasil meeting dengan masyarakat di sekitar resort, ternyata mereka lebih berkenan kita fokus mengambil hasil nira aren,”ungkap Jufrizal kepada pelakubisnis.com.

Di atas resort 3000 hektar milik negara tersebut, bersama para petani setempat Jufrizal   mengambil hasil nira aren. Awalnya hanya berperan sebagai marketing dengan membeli langsung dari petani setempat sudah dalam bentuk gula aren cetak berbungkus daun. Saat itu penetrasi awal ia coba masuk ke pasar-pasar tradisional di wilayah Bogor dan sekitarnya.

Pada proses penetrasi pasar, di tengah jalan Jufrizal menemukan banyak temuan-temuan baru di lapangan. Menjual gula aren cetak dengan kemasan daun ternyata tampilannya terlihat sangat  sederhana dan kurang marketable. Muncul permintaan akan gula semut –gula aren bubuk—yang berkualitas. Lalu, ia pun melakukan riset bagaimana bisa menghasilkan gula semut yang berkualitas. “Saya beli mesin giling tapi waktu itu pengeringan masih alamiah menggunakan matahari. Dijemur di belakang ruko lama saya. Benar-benar tradisional sampai akhirnya dapat ijin BPOM. Banyak sertifikat kami dapat, dari ijin edar PIRT dan dapat sertifikat halal. Alhasil  hingga saat ini kami punya gula aren bubuk, cetak dan cair,”papar Sarjana Teknik Industri ini seraya menambahkan, kerjasama kemitraan dengan petani di Sukabumi hingga saat ini sistem  beli putus.

Seiring berjalannya waktu terbukti lebih dari 3 tahun pihaknya berhasil menemukan proses teknologi cetakan gula aren yang keras namun lunak di dalam. Hingga sekarang  gula aren yang diproduksinya terkenal tahan lama.

Gula Aren Cap Musang diminati pasar Indonesia bagian timur/Foto: Dok. Pribadi

Kini banyak merek keluaran LP5MP sudah beredar di pasaran. Ada gula aren merek Cap Musang yang sudah dijual ke banyak ritel di tanah air bahkan sampai ada di Gelael Timika, Papua, Gelael Lampung, Makasar dan beberapa daerah lain di Indonesia.

Sejauh ini yang membuat usahanya unggul karena Jufrizal sudah memiliki banyak surat ijin dan sertifikat yang membuatnya lebih mudah untuk membesarkan usahanya.

Singkat cerita 23 Mei 2013, ia menandatangani MoU (memorandum of understandingred) yang menyebutkan bahwa ia diperbolehkan memanfaatkan lahan dan memberdayakan masyarakat di Balai Taman Nasional Haliman Salak, Sukabumi  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sanggup mengelola dan menjaga konservasi lingkungan hidup sekitar hutan.

Milestone, puncaknya di tahun 2015 ketika usahanya naik kelas.  Ia membagi milestone nya ke dalam dua fase. Fase pertama adalah fase merintis usaha, masa bertahan dan masa pengenalan produk ke pasar.  Kemudian di fase berikutnya masuk ke masa pandemic namun diakuinya sudah banyak respon dari pasar global.   Alhasil, dari kelas UMKM sekarang usahanya  sudah di posisi  kelas menengah. Karena sudah di posisi kelas menengah bawah selama 5 tahun masa-masa bertahan, sekarang saatnya mulai berkembang.

Sejumlah sertifikat dari lembaga terkait pun diperoleh. Persisnya Pebruari 2015 ia mendapatkan ijin edar sebagai Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Setahun kemudian mendapat Izin Usaha Industri dari pemerintah Kota Bogor sebagai produsen gula aren yang merupakan salah satu syarat utama mendapat ijin edar dari BPOM.

Dan per tanggal 31 Mei 2016 ia berhasil mengantongi Serfifikasi Pertanian Organik dari LSO INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification) yakni, lembaga sertifikasi pangan organic terhadap lahan petani aren di luar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Di tahun 2016 juga ia mendapat pengakuan dari pemerintah Jepang bahwa gula LP5MP cocok untuk penderita diabetes.

Selain itu,  gula aren yang produksinya konon terkenal karena teknologi yang ditawarkan terjamin mutu dan tahan lama. “Gula cetak  kami sebenarnya bisa tahan hingga dua tahun dengan kondisi suhu ruang. Namun sesuai kebijakan dari pemerintah,  kami hanya bisa cantumkan kadaluarsa mencapai 1 tahun dengan kondisi suhu ruang,”ungkapnya.

Gula Aren Cetak produksi LP5MP juga diminati para Barista Jakarta.  Salah seorang Barista dan seorang narasumber dari  perusahaan distribusi mengatakan,  Gula Aren Cetak produksi LP5MP berstandar pada kekerasan (tidak mudah lembek), kadar air dibawah 5% dan terpenting lagi ketika mau dibuatkan menjadi gula aren cair, lama pemanasan dan takaran air serta lamanya waktu memasak memenuhi standar pemanis kopi/minuman, dan anehnya konstan selama 2 tahun terakhir rutin order.

Tak heran bila saat ini usaha gula arennya sudah sampai  ke Australia.  Saat itu ia dikirim pemerintah untuk melakukan studi sekaligus memperkenalkan gula aren ke Institute for International Trade, The University of Adelaide, Australia. Karena di negara kanguru ini umumnya masih menggunakan gula kelapa (gula merah). Ada skup kerjasama dengan Australia melalui Japan-Australia Economic Partnership Agreement (JAEPA), mengajak kerjasama pengusaha UKM Indonesia untuk  membuka pasar ke Australia. Di sana pengusaha Indonesia melakukan studi banding selama 1 bulan untuk mempelajari standar pangan di negara tersebut seperti apa dan bagaimana masuk ke pasar ekspor Australia. Dalam kegiatan ini pengusaha UKM Indonesia mendapat rekomendasi dan pendampingan dari BPOM.

Perlu diketahui, Jufrizal merupakan UMKM gula aren yang pembimbingan dari BPOM Pusat.  Ia juga mendapat ijin berproduksi untuk kebutuhan segmen industri dengan sistem kerjasama OEM (Original Equipment Manufacturers-red) untuk merek apa saja.

Gula Semut Silva Arenga/Foto: Dok.Pribadi

Tahun 2017 lalu sebenarnya ia mendapat peluang besar di pasar ekspor. Dimana pasar  Tiongkok sempat meminta gula aren dari tempatnya sekitar 20 ton, namun peluang tersebut hilang karena pihak Tiongkok memintanya untuk mencampur gula aren dengan gula rafinasi. “Itu yang tidak bisa saya penuhi,”tukasnya.

Dari tempatnya di Ruko Millenium, Tanah Baru Kota Bogor ia membangun banyak item produk gula aren dari gula semut kemasan sachet, kemasan 1 kg, gula aren cair, gula aren cetak hingga bentuk curah  dengan menggunakan merek Cap Musang, Cap 99, Cap Silva Arenga dan beberapa merek pesanan (OEM) untuk pasar ekspor seperti ke Malaysia.

Selain pasar ekspor yang mulai fokus dijajaki pihaknya, Jufrizal juga berkomitmen mengisi segmen pasar di tanah air. Saat ini karena pandemic, kontribusi pasar industri (B2B)  masih terbilang sedikit tak sebanding dengan segmen business to customer –B2C—yang kontribusinya  lebih besar dibanding segmen B2B. “Saat ini B2C lebih banyak. Kami buka toko, lewat online, perbandingannya dengan B2B sangat jauh.  Situasi pandemic membuat kerjasama B2B banyak tertunda. Seperti mitra industri kecap di Jawa Timur, kami sudah kontrak untuk 5 tahun akhirnya sekarang gak jalan.  Biasanya order sampai 50kg, sekarang berhenti,”ungkap Jufrizal.

Diakuinya, di era pandemic seperti sekarang kalau bicara omset, jawabnya sangat fluktuatif. Yang jelas saat ini skala usahanya sudah masuk ke skala menengah yang minimal membutuhkan modal Rp 1  milyar. “Sebenarnya potensi pasar bisa mencapai Rp600 juta – 1 milyar/bulan. Saya sudah terima order mencapai Rp1 milyar di masa pandemic ini. Sebelum pandemic  malah hanya sekitar Rp 150 juta/bulan, dari semua segmen. Sekarang meningkat Rp1 milyar/bulan. Sudah banyak PO –pre order—yang harus kami olah. Sekarang saya sedang menunggu permodalan dari pemerintah untuk naik skala modal. Karena kami harus berani cash untuk belanja modal,”papar alumnus Institut Teknik Indonesia (ITI) Serpong Jurusan Teknik Industri ini .

Untuk saat ini bila bicara modal, menurutnya paling tidak dari asset yang dimiliki seperti jumlah alat-alat, hanya sekitar  Rp 1milyar.  “Masih kecil, harusnya sekarang harus punya modal Rp 5 milyar utk merespon pasar. Seperti Australia saja mereka maunya kita tiap bulan bisa ekspor, Untuk pasar Australia ini sebenarnya tidak terlalu banyak. Cuma gengsinya lumayan bisa masuk kesana. Saya hitung, satu tahun untuk pasar Australia mungkin bisa Rp 1,8 milyar,”jelas Jufrizal.

Gula Aren Cair Silva Arenga banyak digunakan untuk segmen kafe dan resto/Foto: Dok.Pribadi

Sedangkan  saat ini  pabrik baru menyanggupi setahun 120 ton dari kapasitas terpasang. Pernah sampai  dua shift karena mengejar pesanan B2B yang memesan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. “Di tengah pandemic permintaan banyak. Per hari minimal 2 ton untuk cetak.  Sekarang sudah  mulai menggeliat lagi setelah beberapa bulan sempat kosong. Sampai sekarang segmen B2C saja yang banyak. Untuk segmen B2B paling sekarang ini sekitar 200kg sekali ambil. Seperti kafe-kafe itu biasanya mereka mintanya gula aren cair dan gula aren cetak,”kata Jufrizal seraya menyebut permintaan kafe-kafe masih sekitar 10 – 20 kg/bulan.

Pengembangan bisnis ke depan rencananya pertama akan melakukan pengembangan pasar ke Australia. Kedua, mengembangkan pasar untuk  Eropa dan Amerika. Ketiga mengembangkan gula cetak ke industri-industri lokal yang membutuhkan bahan baku gula aren. Jika dana Rp 5 milyar sudah ada, Jufrizal punya mimpi besar membangun etanol hand sanitizer. “Jadi dari pohon aren,  airnya bisa untuk proses etanol yang bisa digunakan untuk pangan dan energi,”pungkas mantan professional PT Gillete Indonesia ini. []Siti Ruslina